Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adili Tindakan Represif Polisi

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Polisi berjaga di dekat mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin yang melakukan salat magrib berjamaah saat unjuk rasa di depan gedung DPRD Sulsel, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 27 September 2019. Dalam aksinya mereka menuntut Kepolisian Republik Indonesia mengusut tuntas tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo, Immawan Randi (21) dan penegakan keadilan untuk korban represif aparat serta mendesak DPR membatalkan semua Rancangan UU yang dianggap bermasalah. ANTARA FOTO/Arnas Padda
Polisi berjaga di dekat mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin yang melakukan salat magrib berjamaah saat unjuk rasa di depan gedung DPRD Sulsel, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 27 September 2019. Dalam aksinya mereka menuntut Kepolisian Republik Indonesia mengusut tuntas tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo, Immawan Randi (21) dan penegakan keadilan untuk korban represif aparat serta mendesak DPR membatalkan semua Rancangan UU yang dianggap bermasalah. ANTARA FOTO/Arnas Padda
Iklan

TIDAK cukup Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengusut tindakan represif polisi dalam menghadapi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar sepanjang pekan terakhir September lalu. Presiden Joko Widodo perlu membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen guna membuat masalah tersebut benderang.

Selain mengusut dugaan pelanggaran prosedur oleh polisi, tim independen yang diisi tokoh masyarakat, pegiat hak asasi manusia, dan pakar hukum yang kredibel bertugas mengusut tuntas kematian mahasiswa dan pelajar saat unjuk rasa tersebut. Siapa pun korban, pembuat onar atau demonstran, mereka dan keluarganya berhak mendapat keadilan. Negara berkewajiban mengungkap orang yang telah menyebabkan kematian mereka, termasuk menyeretnya ke pengadilan.

Tewasnya Randi dan Yusuf Kardawi, mahasiswa Universitas Haluoleo, Kendari, saat berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara, masih menyisakan tanda tanya. Randi tewas karena peluru tajam, sementara Yusuf meninggal karena mengalami retak di kepala. Hampir dua pekan, polisi tak kunjung menemukan pelakunya.

Patut ditengarai ada aparat yang terlibat. Apalagi ada enam polisi yang diberi sanksi karena terbukti membawa senjata api saat unjuk rasa itu terjadi. Pergantian Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara baru menjadi solusi awal yang menandakan ada indikasi kesalahan dalam menangani aksi mahasiswa. Perlu ada langkah penelusuran lanjutan agar pergantian itu tidak menjadi sekadar basa-basi berkelit dari sorotan publik.

Tindakan represif polisi juga terjadi saat mengamankan demonstrasi pelajar sekolah teknik menengah (STM) di depan gedung DPR pada akhir September lalu, yang menyebabkan Maulana Suryadi tewas. Kepolisian semestinya tak buru-buru menyimpulkan ia meninggal karena asma akibat imbas dari gas air mata. Klaim polisi ini meragukan karena pihak keluarga memastikan penyakit asma Maulana sudah lama tak kambuh. Keluarga juga menemukan bekas luka tindakan kekerasan di tubuh pria 23 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai juru parkir tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Agar kasus tewasnya mahasiswa dan pelajar itu tidak menjadi bom waktu bagi pemerintahannya, Presiden Jokowi sudah semestinya membentuk tim independen seperti tim gabungan pencari fakta. Macetnya pengusutan kasus dan adanya indikasi keterlibatan polisi sudah cukup menjadi syarat Jokowi menerbitkan keputusan presiden untuk membentuk tim semacam ini. Pembentukan TGPF juga akan membantu polisi karena dapat menerobos sekat-sekat yang tak bisa disentuh penegak hukum.

Jokowi semestinya belajar dari kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Keengganan Jokowi membentuk tim independen dan lebih percaya kepada polisi membuat penanganan kasus itu jalan di tempat, sehingga menambah panjang daftar pelanggaran kasus hak asasi manusia.

Di luar proses hukum, Presiden tidak boleh lagi membiarkan aparat di bawahnya, tentara dan polisi, kembali melakukan tindakan represif saat menghadapi unjuk rasa apa pun. Menggunakan kekerasan untuk menekan aksi massa tidak bakal bisa membungkam kebebasan berpendapat karena ini dijamin konstitusi.

Penangkapan aktivis prodemokrasi, yang mengingatkan kita pada cara-cara rezim militer Orde Baru, juga mesti dihentikan. Kalau tindakan represif semacam ini kembali terjadi, kita patut mencemaskan periode pemerintahan kedua Jokowi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

21 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.