Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

David Fincher dan Tafsir Pembunuh Berantai

image-profil

Oleh

image-gnews
Mindhunter Season 2. netflix.com
Mindhunter Season 2. netflix.com
Iklan

DAVID FINCHER DAN TAFSIR PEMBUNUH BERANTAI

Sebuah serial yang diangkat dari kisah nyata tentang bagaimana agen FBI mempelajari cara berpikir pembunuh berantai.

MINDHUNTER

Kreator                                 : Joe Penhall

Berdasarkan buku “Mindhunter: Inside the FBI’s Elite Serial Crime Unite” oleh John E. Douglas dan Mark Olshaker

Produser                              : JoePenhall, DavidFincher dan CharlizeTheron

Produser                              :  Jonathan Groff,  Holt McCallany,  Anna Torv, Hannah Gross

 

David Fincher dan pembunuh berantai.

Ini sebuah magnet bagi penonton televisi, meski harus berbayar sekalipun seperti Netflix.

Sejak serial “Mindhunter” musim tayang pertama muncul di Netflix, penggemar  fanatik karya David Fincher (antara lain Se7en, Social Network, Zodiac, The Girl with the Dragon Tattoo) serta mereka yang tertarik dengan film-film detektif langsung merubung dan terjadi ‘euphoria’.  Apa yang membedakan serial ini dengan berbagai serial lain yang juga memfokuskan diri pada kisah pembunuhan berantai seperti, katakanlah “Criminal Minds” atau yang lebih serius dalam seperti “True Detectives”?

Hal yang sangat jelas: serial ini dibuat berdasarkan kisah nyata. Katakanlah, serial ini adalah masa-masa awal pembentukan divisi Behavioral Science Unit (BSU) sebelum di masa kini divisi itu sudah bisa kemana-mana menggunakan jet mewah dan disediakan anggaran luar biasa besar saat mereka mengejar para pembunuh berantai di berbagai pelosok Amerika. Ini adalah masa-masa tahun akhir 1960-an, awal 1970-an ketika polisi masih muak dengan penggunaan teori Freud dan sistem ‘profiling’ . Katakanlah, ini sebuah serial serius di masa pra-Criminal Minds, ketika para detektif dan polisi lokal masih gerah mendengar dengan teori-teori Freud yang dicampur-adukkan dengan serangkaian pembunuhan keji.

Adalah agen FBI Holden Ford (Jonathan Groff) yang pada musim tayang pertama menjadi protagonis: muda, ambisius , berani menerabas batas aturan FBI dalam rangka mencoba hal-hal baru, seperti misalnya gaya mewawancarai para narapidana pembunuh berantai. Kemudian ada   Bill Tench (Holt McCallayni), si abang senior yang lebih memenuhi stereotip seorang agen FBI yang kurang lebih bertugas membatasi tingkah Holden Ford yang sering keliwatan; sedangkan Doktor Wendy Carr (Anna Torv) adalah seorang psikolog brilian yang sebetulnya di dunia akademik dan rela dicerabut dari habitatnya untuk membantu FBI membangun divisi baru ini dengan cara mewawancarai para pembunuh keji –yang di jaman itu belum dikenal dengan nama ‘serial killer’ –untuk mempelajari pola berpikir mereka dalam rangka meringkusnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka dengan mewawancarai satu persatu pembunuh berantai yang sudah tertangkap , antara lain Ed Kamper (Cameron Britton), Richard Speck (Jack Erdie), Elmer Wayne Henley Jr (Robert Aramayo). Setiap kali mewawancarai mereka, Holden Ford keluar dari jalur gaya wawancara agen FBI. Dia memperlihatkan simpati pada para pembunuh itu, bahkan seolah-olah memahami mengapa mereka melakukan kekejian itu sehingga para pembunuh itu bersedia terbuka dan menceritakan dengan detail apa yang ada dalam pikiran mereka. Meski Tench dan Doktor Wendy tak setuju dengan gaya Ford, ternyata gaya Ford berhasil membuat mereka menangkap pembunuh-pembunuh berantai lainnya.

Di dalam rangkaian itulah istilah -istilah baru muncul, dari kata “sequence killer” menjadi “killers” dan akhirnya menjadi “serial killers”.

Divisi ini semakin berkembang, anggaran bertambah, ruangan bawah tanah diperluas, agen Holden Ford menjadi bintang berkibar.

Serial inipun langsung berkibar bukan hanya di antara para penggemar serial Netflix, tetapi lebih lagi para penonton setia karya-karya David Fincher. Para kritikus menjerit-jerit bahagia dengan gegap gempita memberi angka tertinggi sejak mereka sudah kecewa dengan musim tayang finale serial Game of Thrones –yang di masa lalu menjadi serial kesayangan—dan agak harap cemas karena sejak awal Fincher sudah mengatakan dia tak akan berlama-lama membuat serial ini.

David Fincher bukan hanya produser tetapi juga sutradara beberapa episode baik musim tayang pertama maupun kedua. Produksi serial ini diselenggarakan dengan pendekatan yang sangat sensitif terhadap korban sehingga kegilaan pembunuhan nyaris tak pernah disorot. Semua perbuatan mereka (yang diikat, disiksa, dipotong, diperkosa dan tindakan mengerikan lainnya) selalu menjadi bagian pemeriksaan detektif atau wawancara agen FBI. Korban tidak dieksploitir dan tidak disorot.

Serial ini memang bertujuan menceritakan bagaimana dalam kisah nyata agen FBI John E.Douglas –yang dalam serial adalah Holden Ford—dan agen FBI Robert K Ressler mencoba membangun divisi Behavioral Science Unit berama Peneliti Forensik Ann Wolbert Burgess. Semua pembunuh berantai  dalam serial ini juga adalah pembunuh dalam hidup nyata yang rata-rata sudah tertangkap dan dihukum penjara beratus-ratus tahun.

Pada musim tayang kedua, protagonis bergeser kepada agen FBI Bill Tench (Holt McCallayni) dan kehidupan pribadinya. Pekerjaannya terganggu karena persoalan berat di rumahnya: putera kecilnya tampak mempunyai ‘tanda-tanda’ gangguan mental, setelah melihat sebuah peristiwa pembunuhan. Sementara agen Holden Ford , meski porsinya dikurangi, tetap si jenius yang diperlihatkan memiliki kelemahan lain yang memperlihatkan diapun manusia biasa. Doktor Wendy Carr dan kehidupan personalnya diberi porsi sendiri yang menarik sekaligus memperlihatkan betapa di tahun 1970an dan 1980an masyarakat masih lebih mengakomodasi ‘maskulinisme’.

Musim tayang pertama berjarak hampir dua tahun dengan musim tayang kedua karena para kreator dan sutradara sungguh serius menggarap serial ini. Mungkin itu sebabnya perlahan-lahan para aktor filmpun sudah mulai nyaman berperan di dalam TV serial, karena kini mereka diberi kebebasan untuk menciptakan serial bagus semacam “Mindhunter”dan “Unbelieveable”.

Leila S.Chudori

 

 

 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.