Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Salah Arah Kebijakan Tekstil

Oleh

image-gnews
Pekerja menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat 4 Januari 2019. Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2019 mencapai 15 miliar dollar AS atau naik 11 persen dibandingkan target pada tahun 2018. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Pekerja menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat 4 Januari 2019. Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada tahun 2019 mencapai 15 miliar dollar AS atau naik 11 persen dibandingkan target pada tahun 2018. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Iklan

PENYESALAN Presiden Joko Widodo datang setelah industri tekstil dalam negeri sempoyongan. Keputusan membuka pintu impor tekstil dan produk tekstil yang diambil tanpa pertimbangan matang, dua tahun lalu, terbukti merugikan industri lokal.

Industri tekstil dalam negeri kini tergencet produk impor. Biang masalahnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017 tentang impor tekstil dan produk tekstil. Peraturan ini menyebabkan pedagang pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum bisa mengimpor bahan baku hingga kain. Sebelumnya, izin impor hanya diberikan kepada produsen. Itu pun cuma buat impor bahan baku, seperti benang filamen dan serat, serta tidak boleh diperjualbelikan.

Melimpahnya produk impor dari hulu hingga hilir itu membuat pasar domestik kian tertekan. Ini tergambar dari neraca perdagangan tekstil dan produk tekstil. Meski neraca masih mencatatkan surplus, nilai impor terus naik, dari US$ 7,58 miliar pada 2017 menjadi US$ 8,68 miliar pada tahun berikutnya.

Angka itu bisa jadi lebih besar. Pada 2018, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28, yang diperbarui dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74, mengenai pelaksanaan pemeriksaan tata niaga impor di luar kawasan pabean. Aturan ini ditengarai menjadi modus untuk memasukkan tekstil dan produk tekstil lebih banyak dari luar negeri.

Niat awal membuat peraturan ini adalah untuk mengurangi waktu bongkar-muat di pelabuhan. Barang yang diimpor langsung diangkut ke gudang di luar kawasan pabean. Tapi lemahnya pemeriksaan dan pengawasan membuat pernyataan mandiri atas barang yang diimpor oleh importir menjadi celah untuk menyamarkan nilai impor sesungguhnya.

Karena barang impor membanjiri pasar dalam negeri, pabrik tekstil lokal yang kalah bersaing terpaksa menutup usahanya. Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan sudah ada 19 perusahaan menjerit, meski baru sembilan pabrik tekstil yang tercatat gulung tikar dan memutus hubungan kerja sekitar 2.000 pegawainya. Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia menyebutkan, sejak Lebaran lalu, permintaan benang filamen dan serat melemah karena produsen lebih suka memilih barang impor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah lesunya pertumbuhan industri, tekstil sebenarnya merupakan satu dari lima besar industri yang masih menggeliat. Pada semester pertama tahun ini, surplus perdagangan industri ini mencapai US$ 2,38 miliar. Sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian khusus supaya sektor ini bisa berkontribusi lebih besar terhadap neraca perdagangan.

Membangun industri dalam negeri bisa dimulai dengan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017. Impor sebaiknya hanya untuk bahan baku yang tak ada di dalam negeri dan hanya bisa dilakukan oleh produsen. Pengawasan yang sungguh-sungguh di pusat logistik berikat dan di luar kawasan pabean juga penting untuk mencegah tipu-tipu oleh importir.

Jika itu tak dilakukan, jangan harap investor mau menanamkan uangnya di industri tekstil Indonesia. Industri yang tak kompetitif tak akan menarik investasi. Jangankan berkompetisi di dunia dengan Vietnam dan Bangladesh, yang masing-masing mengisi lebih dari empat persen pangsa pasar, bersaing di pasar domestik pun bakal kepayahan. Perang dagang Cina-Amerika Serikat semestinya bisa menjadi peluang untuk mengisi ceruk pasar di Amerika yang mulai ditinggalkan Cina-penguasa pasar tekstil dunia.

Tak ada gunanya menyesal bila tak diikuti tindakan koreksi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.