Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ketimpangan Ekonomi dan Paradoks Robin Hood

image-profil

image-gnews
Ketimpangan Ekonomi dan Paradoks Robin Hood
Ketimpangan Ekonomi dan Paradoks Robin Hood
Iklan

Edbert Gani Suryahudaya
Peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS

Redistribusi ekonomi di tengah masyarakat seharusnya terjadi ketika ketimpangan begitu tinggi. Sayangnya, asumsi ini tidak mendapat banyak dukungan dari fakta. Negara dengan ketimpangan tinggi justru cenderung mengalami redistribusi yang rendah. Redistribusi justru lebih banyak terjadi di negara-negara dengan kondisi ekonomi yang cukup merata. Itulah yang disebut oleh kalangan ekonom politik sebagai "paradoks Robin Hood".

Bagaimana dengan Indonesia? Indeks Gini kita berada di 0,382 pada Maret 2019. Indeks Gini hanya mengacu pada ketimpangan pengeluaran ketimbang kekayaan dan penghasilan. Sebagai pembanding, pada 2016, laporan Credit Suisse’s Global menempatkan Indonesia sebagai negara keempat dengan ketimpangan paling tinggi dengan 49,3 persen kekayaan negara dikontrol oleh hanya 1 persen orang terkaya di Indonesia.

Setidaknya ada dua pandangan paling populer dalam menjelaskan paradoks Robin Hood. Pandangan pertama menggunakan pendekatan sumber daya kekuasaan. Negara kesejahteraan bisa terbentuk ketika ada daya tawar dari organisasi atau serikat pekerja untuk melakukan lobi politik dan tawar-menawar upah untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pendekatan ini juga melihat eksistensi partai-partai pekerja atau yang beraliran sosial-demokrat dalam kekuasaan. Kuat-tidaknya partai-partai tersebut dalam meraup kursi parlemen dan pemerintahan akan beresonansi pada pemenuhan agenda kesejahteraan. Di Indonesia, gerakan kaum pekerja berjalan sejak dulu dan cukup mampu mengadvokasi isu-isu pengupahan. Sayangnya, saluran politik formal kelompok ini cenderung nihil. Tidak adanya partai berbasis pekerja di Indonesia membuat advokasi politik strategis sulit terjadi.

Pandangan kedua mengacu pada relasi antara variasi kapitalisme dan institusi pemilihan umum. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Iversen dan Soskice (2009). Isu terpenting variasi kapitalisme adalah investasi terhadap keterampilan spesifik pada industri. Semua tenaga kerja membutuhkan pekerjaan yang terjamin, termasuk jaminan apabila mereka tidak memiliki pekerjaan. Sebaliknya, pengusaha membutuhkan tenaga kerja yang kooperatif dan keleluasaan dalam mengatur upah.

Dua kepentingan ini bisa dijembatani apabila ada investasi jangka panjang terhadap keterampilan tertentu. Kompromi dapat terjadi ketika pelaku usaha memiliki insentif untuk melatih tenaga kerja karena ada kebutuhan khusus. Karena telah berinvestasi untuk melatih, jaminan terhadap pekerja tersebut akan lebih baik. Tenaga kerja diuntungkan karena ada kepastian pekerjaan dalam jangka panjang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun dari institusi pemilihan umum, sistem perwakilan proporsional dinilai condong ke redistribusi yang lebih tinggi ketimbang sistem mayoritarian. Kuncinya ada pada kredibilitas janji politik. Sistem proporsional dirasa memiliki kekuatan lebih untuk menjaga konsistensi janji politik karena lebih luasnya keterwakilan dan skenario koalisi sebagai kontrol politik. Interaksi di antara variasi kapitalisme, ditambah dengan perwakilan proporsional, dirasa mampu untuk memompa redistribusi.

Indonesia telah lama menggunakan sistem proporsional. Apabila dibandingkan dengan era Orde Baru, pengeluaran pemerintah pada era reformasi untuk program kesejahteraan jauh meningkat. Ditambah lagi adanya jaminan kesehatan dan dana desa. Proses demokratisasi yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun memperlihatkan pergerakan yang paralel dengan peningkatan kesejahteraan.

Namun, meskipun terlihat memiliki korelasi, sistem perwakilan dan redistribusi belum tentu merupakan kausalitas. Indonesia masih terganggu oleh permasalahan korupsi yang dilakukan banyak pejabat negara. Hampir semua partai politik tidak memiliki platform ekonomi spesifik yang diadvokasi. Tidak adanya variasi antara satu partai dan partai lain mengakibatkan tidak munculnya perdebatan ekonomi substansial antar-partai politik. Bisa saja, ketimbang sistem perwakilan, variabel yang lebih penting adalah kepemimpinan eksekutif.

Selain itu, persoalan di pasar tenaga kerja kita adalah ketidakcocokan antara lapangan pekerjaan dan keterampilan. Maka, yang dibutuhkan adalah pelatihan untuk menutup kesenjangan tersebut. Pada saat yang sama, perusahaan perlu juga berinvestasi untuk teknologi penunjang produksi. Tidak jarang, hal ini lebih menguntungkan karena dirasa lebih efisien.

Walhasil, ada satu unsur penting yang dilupakan oleh Iversen dan Soskice, yaitu negara, dalam hal ini pemerintah. Kompromi yang hanya melibatkan pelaku usaha dan tenaga kerja tidak akan efektif apabila pintu bagi perusahaan untuk merekrut tenaga asing yang sesuai terbuka luas. Untuk itu, negara perlu hadir dengan menggunakan alat seperti insentif pajak bagi perusahaan yang mau menyediakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas pekerja. Hal ini juga sejalan dengan program pelatihan dan pendidikan vokasi pemerintah. Selain itu, visi presiden berperan penting dalam pemanfaatan sistem presidensial untuk agenda kesejahteraan.

Presiden Jokowi telah mengidentifikasi masalah kualitas sumber daya manusia ini. Namun produk kebijakan adalah kolaborasi antara pemerintah, kalangan usaha, dan kalangan akademik. Maka, untuk mencari solusi ketimpangan, tidak bisa hanya dilakukan oleh seorang Robin Hood.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.