Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cicak Versus Buaya Babak Keempat

image-profil

image-gnews
Karikatur #SaveKPK karya Beng Rahadian yang menggambarkan perlawanan Cicak Vs Buaya jilid II yang dibantu banteng. Twitter.com
Karikatur #SaveKPK karya Beng Rahadian yang menggambarkan perlawanan Cicak Vs Buaya jilid II yang dibantu banteng. Twitter.com
Iklan

Alvin Nicola
Peneliti Transparency International Indonesia

Proses seleksi kandidat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 patut diragukan. Dari 20 nama kandidat terakhir, sebagian besar dipertanyakan integritas dan kapabilitasnya: enggan melaporkan harta kekayaan, terbukti melanggar kode etik, dan diduga kuat menghambat penuntasan kasus korupsi.

Dua kandidat dari kepolisian, mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli Bahuri dan Irjen Antam Novambar, diduga memiliki catatan merah karena terbukti melanggar kode etik dan menghalangi penyidikan KPK di kepolisian. Kandidat lain, Brigjen Bambang Sri Herwanto, tidak melaporkan harta kekayaan sejak 2014 karena menyebut dirinya bukan penyelenggara negara. Sementara itu, dalam tahap wawancara dan uji publik, calon lain dari kepolisian, Brigjen Gracia Sri Handayani, tidak mampu menjelaskan penerapan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Lolosnya kandidat-kandidat tersebut sangat mengecewakan publik dan bertolak belakang dengan semangat penguatan KPK. Kuatnya indikasi ada beberapa anggota Panitia Seleksi yang memiliki konflik kepentingan dengan kandidat yang berasal dari kepolisian juga semakin menguatkan keyakinan publik bahwa karut-marut seleksi ini akan berdampak panjang bagi independensi dan kinerja badan antirasuah tersebut.

Deretan upaya menggerus kelembagaan KPK dari dalam ini dapat dilihat sebagai babak keempat dari drama "Cicak Versus Buaya". Fenomena ini berkaitan dengan berbagai upaya kriminalisasi terhadap personel KPK sebelumnya ketika sedang melakukan penyelidikan kasus di kepolisian. Bibit Samad Rianto, Chandra M. Hamzah, Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad adalah sederet pemimpin KPK terdahulu yang terseret serial drama panjang ini.

Dalam jilid keempat ini, pola yang penuh konflik kepentingan sebenarnya terlihat sejak proses penunjukan anggota Panitia Seleksi yang tidak transparan dan partisipatif. Indikasi lain terlihat selama proses seleksi, saat panitia mengabaikan masukan masyarakat mengenai profil calon yang dinilai minim integritas dengan terus meloloskan kandidat tersebut.

Langkah panitia yang akan langsung menyerahkan 10 nama kandidat ke Presiden juga menunjukkan ketidakinginan mereka untuk memberikan kesempatan kepada publik melakukan verifikasi dan memberi masukan. Padahal Undang-Undang KPK dan keputusan presiden tentang pembentukan panitia ini mensyaratkan agar panitia mendengarkan aspirasi masyarakat.

Baru-baru ini juga muncul laporan pidana terhadap juru bicara KPKFebri Diansyah, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, dan Ketua Umum YLBHI Asfinawati yang dianggap menyebarkan berita bohong mengenai Panitia Seleksi dan calon-calon dari kepolisian. Selain tidak memiliki dasar hukum yang jelas, laporan ini menguatkan indikasi adanya upaya dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengamankan panitia dan beberapa kandidat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persoalan independensi memang menjadi masalah utama mayoritas badan antikorupsi, bukan hanya KPK. Sebagian besar dari 40 lembaga antikorupsi di Asia-Pasifik, misalnya, masih menunjukkan gejala kesulitan dalam membangun independensi kelembagaan.

Minimnya komitmen politik pemerintah untuk memastikan independensi merupakan faktor utama. Padahal Pasal 6 Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) telah menetapkan bahwa lembaga antikorupsi harus dilengkapi dengan (1) "independensi yang diperlukan" untuk menjalankan fungsinya secara efektif dan "bebas dari pengaruh yang tidak semestinya" serta (2) sumber daya material, staf, dan pelatihan yang memadai.

Riset Transparency International yang mengukur efektivitas lembaga antikorupsi di enam negara (Bangladesh, Bhutan, Indonesia, Maladewa, Pakistan, dan Sri Lanka) pada periode 2015-2017 membuktikan tren ini. Kinerja sejumlah lembaga tersebut masih terhambat akibat independensi yang tidak memadai, kapasitas kelembagaan yang lemah, dan mandat yang terbatas. KPK dinilai memiliki modal besar dari segi perangkat hukum, kewenangan, dan kapasitas internal, tapi faktor independensi menjadi aspek yang secara khusus perlu diperhatikan dengan hanya mengantongi persentase 71,43 persen.

Sementara itu, hasil penilaian performa pada periode 2018-2019 semakin menegaskan perlunya KPK dan lembaga lain secara serius memperhatikan aspek independensi. Tiga dari sembilan indikator dimensi independensi menunjukkan kerentanan pemimpin KPK dikriminalisasi, minimnya sumber daya manusia yang independen, dan adanya indikasi terbatas penggunaan KPK sebagai alat politik. Ketiganya menjadi penyumbang terbesar yang mengganggu independensi KPK.

Sebagian dari hal ini tecermin dalam pengelolaan sumber daya manusia yang sangat bergantung pada personel penegak hukum lain, terutama kepolisian. Munculnya petisi dari pegawai KPK beberapa waktu lalu ihwal adanya berbagai dugaan penghambatan kasus dan buruknya penegakan etik yang juga melibatkan personel kepolisian semakin memperlihatkan bahwa pemimpin KPK terpilih perlu lebih tegas dalam menjalankan tata kelola internal, kontrol penegakan etik, dan berani berinvestasi pada sumber daya manusia yang independen.

Tentu semua hal tersebut akan sangat sulit dilakukan jika KPK dipimpin oleh orang-orang yang cacat secara moral, tidak bebas dari konflik kepentingan, dan memiliki rekam jejak buruk. Sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya publik, calon pemimpin KPK yang berintegritas dan tidak memiliki masalah rekam jejak merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Situasi mendesak ini harus ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo sebagai navigator utama pemberantasan korupsi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.