Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Teledor Menangani Papua

Oleh

image-gnews
Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Minggu, 1 September 2019. Pengamanan di asrama tersebut bertujuan untuk menghindari bentrokan antar kelompok warga. ANTARA
Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Minggu, 1 September 2019. Pengamanan di asrama tersebut bertujuan untuk menghindari bentrokan antar kelompok warga. ANTARA
Iklan

JIKA saja pemerintah bergerak cepat dan tepat dalam meredam gejolak, kerusuhan yang melanda Papua tentu tak akan meluas. Yang terjadi justru sebaliknya: protes melebar di berbagai penjuru dan muncul kesan tak tertanggulangi.

Bermula dari penghinaan rasial dan persekusi terhadap penghuni asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur, sehari sebelum peringatan kemerdekaan negara ini, unjuk rasa merebak di berbagai penjuru Papua dalam dua pekan terakhir. Patut disayangkan, Kepolisian Daerah Jawa Timur yang dipimpin Inspektur Jenderal Luki Hermawan gagal memprediksi potensi rusuh. Luki adalah perwira senior yang membina karier di bidang intelijen.

Demonstrasi yang berujung kerusuhan pun terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. Huru-hara juga melanda Kabupaten Deiyai, Papua, pada Rabu, 28 Agustus 2019, dan diduga mengakibatkan tiga orang tewas-satu di antaranya anggota Tentara Nasional Indonesia. Sehari kemudian, kerusuhan membakar Jayapura, ibu kota Papua.

Sesungguhnya tak sulit bagi intelijen untuk mengendus cikal kerusuhan di Papua, yang kerap dilanda konflik sosial. Dampak dari tindakan rasisme bisa dengan mudah diperkirakan seandainya intelijen dan aparat keamanan tak memandang sepele persoalan tersebut. Personel intelijen yang tersebar di seluruh Papua seharusnya bisa mendeteksi gerakan berbagai elemen di Papua, dari mahasiswa, aktivis, hingga orang tua, yang menggelar protes dan menuntut referendum untuk menentukan kemerdekaan provinsi itu. Intelijen polisi, tentara, dan Badan Intelijen Negara seperti tak sigap mencium gelagat. Padahal Kepala Polda Papua Barat Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak-untuk menyebut salah satu aparat keamanan-adalah perwira senior yang telah malang-melintang di dunia antiteror.

Kerusuhan sangat mungkin diminimalkan jika polisi cepat mengusut kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua. Namun Polda Jawa Timur baru menetapkan satu tersangka, yaitu bekas calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Tri Susanti, 12 hari setelah peristiwa. Sedangkan TNI baru mengumumkan pencopotan personelnya yang ikut bertindak rasis sekitar sepekan setelah kejadian.

Baca Juga:

Alih-alih sigap menyelesaikan persoalan, pemerintah dan aparat keamanan malah membuat blunder. Di Bandung, Jawa Barat, polisi malah menyiramkan bensin ke arang panas dengan memberikan sekardus minuman keras kepada mahasiswa asal Papua. Tindakan konyol penegak hukum ini menjadi viral dan kian memanaskan hati orang Papua yang tak terima diidentikkan dengan pemabuk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah pun bertindak tak hati-hati dan terkesan panik dalam menyikapi konflik. Berdalih mempercepat pemulihan keamanan di sana, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir akses Internet di Bumi Cenderawasih. Padahal belum ada situasi darurat yang menuntut pembatasan akses informasi. Pemerintah akhirnya ikut melanggengkan diskriminasi dengan mengisolasi warga Papua dan menghilangkan hak terhadap akses informasi. Alih-alih membatasi penyebaran kabar bohong, pemblokiran itu malah membuat hoaks sulit diverifikasi.

Pemerintah dan aparat keamanan selayaknya mengetahui pergeseran peta konflik di wilayah itu, terutama pada aktor gerakan. Dulu aksi protes bergantung pada kepala suku dan tetua adat. Kini anak-anak muda tampil di depan untuk menyuarakan pemenuhan hak-hak masyarakat Papua secara keseluruhan-bukan hanya hak-hak suku mereka.

Di awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menunjukkan kepedulian kepada warga Papua dengan kerap mengunjungi daerah itu. Di era kampanye dalam Pemilihan Umum 2014, ia pertama kali berkunjung ke sana betapapun Papua tak memiliki banyak pemilih. Tapi, dalam masa pemerintahan selanjutnya, ada kesan pemerintah menyederhanakan persoalan: masalah Papua diatasi hanya dengan membangun infrastruktur.

Sudah selayaknya pemerintah membuka kembali pelbagai studi yang telah dilakukan kampus dan masyarakat akademis tentang Papua. Masalah Papua bukan semata soal akses jalan antarkabupaten, melainkan juga kesenjangan, ketidakadilan, dan tidak adanya penghargaan kepada mereka sebagai manusia. Presiden harus memastikan warga Papua tak diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

Selain meminta maaf, Jokowi mesti secepatnya menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di sana. Para pelaku kejahatan hak asasi harus dihukum. Pemerintah serta kepolisian dan TNI juga mesti mengedepankan dialog dan tak boleh lagi bertindak represif terhadap warga sipil. Tanpa solusi yang menyentuh pangkal persoalan, konflik di Papua tak akan pernah berakhir.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.