Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Empat Kekeliruan Hukuman Kebiri

image-profil

image-gnews
Pemerkosa Yuyun Bisa Lolos Hukuman Kebiri
Pemerkosa Yuyun Bisa Lolos Hukuman Kebiri
Iklan

Reza Indragiri Amriel
Alumnus Psikologi Forensik The University of Melbourne

Kontroversi hukuman kebiri kini mencuat setelah Pengadilan Negeri Mojokerto memvonis Aris, yang telah memperkosa sembilan anak di bawah umur, dengan pidana penjara 12 tahun serta pidana tambahan kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik. Jaksa kesulitan mengeksekusi karena Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi eksekutor.

Kerumitan mencari pihak yang menjadi eksekutor kebiri sesungguhnya bukan satu-satunya persoalan. Itu hanya hilirnya. Hulunya adalah kekacauan berpikir para penyusun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Hasrat mereka untuk menjatuhkan hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak bisa dimaklumi. Tapi dampak hasrat yang terlalu menggebu-gebu itu adalah kekeliruan memposisikan kebiri dalam hukum Indonesia. Kekacauan itu terlihat pada empat hal.

Pertama, undang-undang itu menyebut kebiri kimia sebagai hukuman yang disusul rehabilitasi. Berarti, kebiri berlainan dengan rehabilitasi. Padahal kebiri, agar memunculkan efek jera, sejatinya adalah salah satu bentuk rehabilitasi itu sendiri. Rehabilitasi fisik, tepatnya.

Kedua, sebagaimana dinyatakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera kepada pelaku. Padahal efek jera itu baru muncul ketika kebiri dikemas sebagai bentuk tindakan rehabilitatif, bukan retributif. Pada kenyataannya, kebiri dalam undang-undang adalah kebiri retributif. Kebiri merupakan ekspresi balas dendam, sehingga disebut pula sebagai hukuman tambahan atau hukuman pemberatan terhadap pelaku yang telah menyakiti anak-anak secara seksual.

Kebiri paksaan sedemikian rupa justru sangat berisiko membuat pelaku menjelma sebagai predator mysoped. Perilakunya semakin brutal, bahayanya kian tinggi. Dulu ia melancarkan aksi bejatnya dengan tangan kosong. Setelah menjalani kebiri paksaan, bisa saja ia menggunakan alat lain. Awalnya, setelah beraksi, ia langsung melarikan diri. Namun, setelah kebiri paksa, sebelum kabur, ia membumihanguskan lokasi kejadian. Itulah gambaran perilaku predator mysoped setelah menerima pengebirian paksa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah berbangga hati menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang memberlakukan kebiri. Pemberlakuan itu dibingkai sebagai suatu gebrakan hukum istimewa, menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa. Di dalam negeri, putusan kebiri sepenuhnya berada pada kekuasaan hakim. Tidak diharuskan adanya dialog untuk mengetahui tanggapan terdakwa. Begitu putusan tentang kebiri dijatuhkan, mau tak mau, suka tak suka, setuju tak setuju, terdakwa kelak harus menerima azabnya.

Sebaliknya, di luar negeri, kebiri dilakukan berdasarkan permintaan pelaku. Permintaan semacam itu bertitik tolak dari kesadaran yang terbit lebih dulu di dalam benak pelaku. Jadi, wajar jika kebiri rehabilitatif dan terbukti manjur karena berlandaskan pada terbangunnya sikap positif si pelaku sendiri. Kemujaraban kebiri sukarela (kebiri rehabilitatif) itu tertakar pada temuan bahwa dari ratusan predator yang dikebiri kimiawi, yang mengulangi perbuatan jahatnya kurang dari 10 persen. Jelas, tidak ada satu pun obat di muka bumi yang tokcer 100 persen. Maka, bilangan kurang dari 10 persen tersebut memberikan dasar untuk optimistis bahwa tindakan kebiri yang benar akan menghasilkan perubahan tabiat dan perilaku predator.

Karena merupakan tindakan retributif, kebiri di sini dikritik habis-habisan sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan bentuk perlakuan barbar. Pada saat yang sama, di negara-negara lain kebiri justru benar-benar dinilai progresif karena memanusiakan manusia (pelaku).

Ketiga, kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera. Teknisnya, kebiri dilaksanakan setelah hukuman pokok dijalani pelaku. Padahal efek jera itu baru muncul manakala kebiri (sebagai rehabilitasi fisik) diselenggarakan bersamaan dengan rehabilitasi psikis.

Keempat, undang-undang dan narasi publik tentang kebiri di Indonesia mengasumsikan bahwa predator seksual pasti lelaki. Berlandaskan asumsi itu, berulang-ulang ditabuh bahwa kebiri ditujukan untuk menekan testosteron (hormon seksual yang seakan-akan hanya ada pada lelaki). Ini nyata-nyata bias gender. Penyusun undang-undang dan masyarakat punya cara pandang seksis, tidak obyektif. Alam berpikir mereka kental akan stigma sehingga lahirlah hukum yang diskriminatif. Padahal, menengok berbagai kajian ilmiah, data sensus 2012 di Amerika Serikat, misalnya, menyatakan perbandingan predator seksual lelaki dan perempuan adalah 56,4 dan 43,6 persen. Jadi, dalam konteks kejahatan seksual, anggapan bahwa perempuan adalah sosok lembut tanpa bibit kelakuan jahat seksual perlu dikoreksi besar-besaran. Asosiasi ngawur bahwa kebiri dikenakan bagi pelaku lelaki mutlak perlu dibongkar.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

5 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

21 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

51 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.