Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terjebak dalam Politik Dinasti

Oleh

image-gnews
PDIP menggelar kongres ke lima di Sanur, Bali, Kamis 8 Agustus 2019.
PDIP menggelar kongres ke lima di Sanur, Bali, Kamis 8 Agustus 2019.
Iklan

SETELAH dua puluh tahun reformasi, kondisi partai politik kita masih amat memprihatinkan. Lepas dari perangkap rezim otoriter Soeharto, partai-partai bukannya beranjak modern, malah menjadi elitis dan figur-sentris. Gejala ini mengkhawatirkan lanta­ran partai politik akan lebih berorientasi pada kepentingan elite ketimbang publik.

Ketergantungan pada figur atau personalisasi itu merata di hampir semua partai politik. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terpatri pada Megawati Soekarnoputri. Dalam kongres di Bali beberapa waktu lalu, partai pemenang pemilihan umum ini kembali mengangkat Megawati, 72 tahun, sebagai ketua umum untuk periode 2019-2024. Gejala serupa terjadi antara lain pada Partai Gerakan Indonesia Raya yang dipimpin Prabowo Subianto, Partai Demokrat yang dinakhodai Susilo Bambang Yudhoyono, juga Partai NasDem di bawah pimpinan Surya Paloh.

Baca Juga:

Fenomena tersebut akhirnya memunculkan pola tradisional ke dalam partai, yakni kepemimpinan yang feodal dan relasi patron-klien. Selain dianggap memiliki karisma dalam menggalang massa, figur sentral partai politik umumnya dijadikan patron karena kemampuannya mendanai partai dan relasinya dengan kekuasaan.

Partai semestinya berfungsi sebagai saluran aspirasi dan partisipasi politik sekaligus instrumen demokrasi untuk mengisi jabatan publik di pemerintahan dan parlemen. Tapi kepemimpinan yang berpola patron-klien mendorong partai menjadi elitis, oligarkis, dan mengabaikan kepentingan masyarakat.

Kalangan partai politik terkesan hanya membutuhkan masyarakat setiap lima tahun sekali. Yang dijual partai saat pemilu pun bukan program atau ideologi partai, melainkan "gula-gula": kalau bukan figur, ya uang, dan belakangan malah politik identitas, yang menciptakan segregasi di tengah masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu saja hal ini bukan fenomena khas Indonesia. Personalisasi partai politik terjadi di semua negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, yang partai politiknya belum tumbuh menjadi organisasi modern berbasiskan nilai-nilai demokratis. Partai seperti ini biasanya mudah pecah. Jika tidak pecah, personalisasi partai menghambat kaderisasi dan melahirkan politik dinasti; hal yang tak kalah berbahayanya bagi demokrasi.

Gejala itu pun mulai terlihat di PDIP. Anak Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, telah berada di jajaran ketua partai dan disebut-sebut dipersiapkan untuk menggantikan ibunya, mempertahankan kepemimpinan trah Sukarno di partai banteng. PDIP juga akan mengajukan Puan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024.

Di Partai Demokrat, selain Yudhoyono sebagai ketua umum, putra keduanya, Edhie Baskoro, memimpin fraksi partai itu di DPR dan putra sulungnya, Agus Harimurti, digadang-gadang menggantikan dia sebagai ketua umum. Agus juga selalu diutus partai untuk berbagai jabatan politik; terakhir sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan NasDem disebut-sebut telah mengajukan Prananda Paloh sebagai salah satu calon menteri.

Partai politik semestinya tidak dikelola seperti perusahaan keluarga. Dalam demokrasi yang normal, penyimpangan semacam itu semestinya dikoreksi oleh publik. Caranya dengan tidak memilih partai yang elitis dan cenderung menjadi dinasti tersebut, yang mengabaikan kontrak politik dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat. Sayangnya, itu belum terjadi di negeri ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.