Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gurihnya Impor Bawang Putih

image-profil

image-gnews
Seorang petugas melintasi tumpukan bawang di dalam sebuah kontainer di kawasan Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Tanjung Perak, Surabaya, Jawa timur, Rabu, (20/3). Sebanyak 332 kontainer berisi bawang tertahan di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) karena didatangkan sebelum Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian (Kementan). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Seorang petugas melintasi tumpukan bawang di dalam sebuah kontainer di kawasan Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Tanjung Perak, Surabaya, Jawa timur, Rabu, (20/3). Sebanyak 332 kontainer berisi bawang tertahan di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) karena didatangkan sebelum Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian (Kementan). TEMPO/Aris Novia Hidayat
Iklan

Ronny P. Sasmita
Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia

Masalah impor bawang putih mencuat setelah baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap enam tersangka kasus suap impor komoditas tersebut. Padahal, komoditas ini sering dianggap remeh.

Baca Juga:

Selama dua tahun terakhir, impor bawang putih terpantau meningkat walaupun sebelumnya sempat turun pada 2014 -2016. Tapi penurunan itu bukan berarti terjadi perbaikan dalam kapasitas produksi nasional karena nyatanya kemampuan produksi domestik hanya wara-wiri di angka 5 persen. Data Kementerian Pertanian pada 2016, misalnya, mencatat konsumsi bawang putih masyarakat pada 2016 mencapai 465,1 ribu ton. Sedangkan produksi hanya sekitar 21,15 ton. Pada 2017, konsumsinya mencapai 482,19 ribu ton dan produksinya hanya 20,46 ribu ton.

Data itu memperlihatkan bahwa kebutuhan bawang putih nasional terus meningkat, tapi produksinya justru menyusut, yang membuat defisit melebar. Pelebaran defisit itu dapat dilihat dari data impor bawang putih pada 2018. Total volume impor bawang putih mencapai 583 ribu ton, meningkat 4,16 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 559,7 ribu ton. Sementara itu, impor bawang putih pada 2018 menurun 16,5 persen dari US$ 596 juta menjadi US$ 497,3 juta (faktor apresiasi rupiah).

Bila dipukul rata, diperkirakan selama 2017-2021 produksi bawang putih bertengger di angka 19-20 ribu ton per tahun. Padahal, konsumsinya diperkirakan terus meningkat antara 480 dan 560 ribu ton. Maka, ada defisit 480-550 ribu ton hingga 2021. Angka itu tentu saja menjadi sebuah gambaran numerik yang gurih bagi para pelaku impor meskipun secara sosial-ekonomi cenderung jarang muncul dalam radar perhatian publik karena bawang putih kurang bernilai strategis dibanding minyak, beras, daging sapi, atau seorang rektor.

Bagaimana tidak. Rata-rata setiap orang Indonesia hanya butuh bawah putih tak lebih dari 1 kilogram dalam setahun. Jika jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 261,89 juta jiwa dan konsumsi bawang putih 482,19 ribu ton, konsumsi per kapita bawang putih hanya mencapai 0,18 kilogram per tahun.

Sialnya, karena keremehan tersebut, kita akhirnya hanya punya luas lahan yang menghasilkan panen bawang putih sekitar 2,42 ribu hektare dengan produksi 8,45 ton per hektare. Boleh jadi sebagian lahan tersebut hanya lahan basa-basi dari para importir untuk memenuhi kualifikasi layak impor, yakni wajib menanam bawang putih sekitar 5 persen dari volume yang diimpor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi, bisnis yang terlihat remeh itu sebenarnya sangat gurih. Mari kita lihat. Kebutuhan nasional bawang putih mencapai 30 ribu ton per bulan, tapi hanya 5 persen yang bisa dipenuhi petani lokal. Sisanya, 95 persen alias 340 ribu ton, harus diimpor setiap tahun.

Bila dikonfrontasikan dengan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis menunjukkan bahwa selama 2019 ini harga bawang putih di 90 kota lebih bergerak antara Rp 17 ribu dan Rp 46 ribu per kilogram. Jadi, dengan harga rata-rata Rp 30 ribu saja, nilai bisnis impornya mencapai Rp 10 triliun lebih. Apalagi kalau harganya dipermainkan alias diayun-diayun bak roller coaster sesuai dengan kekuatan stok yang dimiliki importir, seni berbisnis bawang putih menjadi semakin menarik.

Kondisi fundamental bawang putih memang sudah seperti itu atau boleh jadi memang sengaja dibiarkan seperti itu, sehingga mau tak mau memenuhi prasyarat untuk lahirnya kebijakan kuota impor. Pembatasan impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor dengan alasan untuk melindungi produksi dalam negeri, yang jumlahnya kecil sepicing mata itu.

Secara teoretis, pembatasan biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan. Misalnya, Amerika Serikat membatasi impor keju. Hanya perusahaan-perusahaan dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju dalam jumlah tertentu. Besarnya kuota itu didasari jumlah keju yang diimpor pada tahun-tahun sebelumnya.

Namun, dalam kasus bawang putih, pemaknaannya tampak sangat statis. Hal ini berakibat pada produksi bawang putih nasional yang sangat terlindungi itu selalu berkisar di angka yang sangat kecil. Pemerintah, via Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, ibarat memuseumkan angka produksi bawang putih nasional serta melindungi agar tetap berada di kisaran yang terus kecil, lalu di waktu yang bersamaan memelihara para importir di luar museum dengan sistem kuota.

Selama ini, kuota impor bawang putih diberikan kepada sejumlah perusahaan yang disaring oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi impor produk hortikultura dari Kementerian Pertanian. Izin impor diterbitkan secara bertahap, tergantung kebutuhan. Hingga pertengahan Juni 2019, Kementerian Perdagangan mengaku telah menerbitkan izin impor bawang putih sebesar 250 ribu ton. Siapa saja importirnya, tidak diketahui dengan rinci.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


21 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

27 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.