Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Trump, Kashmir, dan India

image-profil

image-gnews
Personel keamanan India berjaga di sepanjang jalan sepi selama pembatasan di Jammu. Ribuan pasukan keamanan India dikerahkan untuk mengantisipasi protes di Kashmir pada Rabu, dibantu oleh pemutusan layanan telepon dan internet setelah status khusus wilayah Himalaya dihapuskan pekan ini. [REUTERS / Mukesh Gupta]
Personel keamanan India berjaga di sepanjang jalan sepi selama pembatasan di Jammu. Ribuan pasukan keamanan India dikerahkan untuk mengantisipasi protes di Kashmir pada Rabu, dibantu oleh pemutusan layanan telepon dan internet setelah status khusus wilayah Himalaya dihapuskan pekan ini. [REUTERS / Mukesh Gupta]
Iklan

Smith Alhadar
Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education

Konflik itu sudah lama. Jammu dan Kashmir, wilayah yang berada di perbatasan Pakistan dan India, terbelah dua sejak 1947 akibat perang kedua negara. Bagian wilayah utara dikontrol Pakistan, sedangkan bagian selatan oleh India. Namun milisi di wilayah itu juga terbelah dua: sebagian ingin mendirikan negara Kashmir merdeka, sebagian ingin bergabung dengan Pakistan.

Konflik lama itu kini kembali meletus setelah pada akhir Februari terjadi insiden di wilayah Kashmir yang dikontrol India. Ketegangan antara India dan Pakistan pun kembali terjadi. Keadaan memanas ketika pemerintah India, yang didominasi Partai Bharatya Janata (BJP), mencabut Pasal 370 dari konstitusi India yang menjamin hak-hak khusus kepada negara bagian Jammu dan Kashmir, yang mayoritas penduduknya memeluk Islam. Hak khusus itu dulu termasuk kebijakan untuk berbagai hal, kecuali pertahanan, komunikasi, dan urusan luar negeri.

Dengan keluarnya dekret dari Perdana Menteri India Narendra Modi pada 5 Agustus lalu, warga India dapat membeli properti dan tinggal di Kashmir serta dapat menjadi pegawai di pemerintahan negara bagian itu-hal-hal yang dulu tak dimungkinkan. Mengapa India meninggalkan ketentuan konstitusi berusia lebih dari tujuh dekade itu serta mengambil risiko untuk berhadapan dengan Pakistan, Cina, dan dunia Islam?

Sebenarnya, aneksasi India ke Jammu dan Kashmir merupakan bagian dari visi BJP untuk hinduisasi seluruh India, visi yang sudah lama didambakan pendukung BJP. Tapi langkah Modi yang terkesan mendadak itu tampaknya dipicu oleh perubahan sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas wilayah sengketa tersebut. Saat menjamu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di Gedung Putih bulan lalu, Trump menyatakan akan mendamaikan India dan Pakistan terkait masalah Kashmir.

Sikap Trump itu menunjukkan Amerika telah meninggalkan kebijakannya selama ini, yang menganggap Kashmir sebagai masalah internal India. Mungkin ini merupakan balas budi Trump kepada Khan, yang berhasil "menjinakkan" Taliban untuk memberikan konsesi kepada Amerika ihwal perdamaian Afganistan. Berkat upaya Pakistan, yang juga dipuji dunia internasional, perundingan perdamaian langsung antara Taliban dan Amerika di Doha, Qatar, mengalami kemajuan signifikan.

Dalam perundingan itu, Taliban setuju untuk tidak menjadikan Afganistan sebagai surga bagi kelompok teroris sebagaimana dulu. Sebagai imbalannya, Amerika setuju menarik pasukannya dari Afganistan. Lebih jauh, Taliban bersedia berdialog dengan faksi-faksi pemerintah Afganistan di Brussels. Kendati dianggap hanya salah satu faksi, keterlibatan pemerintahan Presiden Afganistan Ashraf Ghani dalam dialog itu merupakan sikap melunak Taliban. Sebelumnya, Taliban selalu menolak bernegosiasi dengan pemerintahan Ghani sampai pasukan Amerika dan NATO benar-benar keluar dari Afganistan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tindakan India menganeksasi Kashmir merupakan upaya Modi menciptakan realitas baru di wilayah itu. Namun langkah itu menciptakan masalah internal dan eksternal yang serius. Di internal, menurut para ahli India, Modi berhadapan dengan masalah hukum karena pencabutan Pasal 370 hanya mungkin dilakukan oleh dewan konstituante Negara Bagian Kashmir, sementara dewan konstituante itu telah dibubarkan India pada 1956. Partai-partai oposisi pun mengajukan petisi soal ini. Yang tak kurang serius, India akan menghadapi perlawanan milisi Kashmir yang lebih keras.

Di eksternal, Pakistan mengecam keras aksi India itu serta berjanji mengambil langkah-langkah militer dan politik. Islamabad juga meminta dunia internasional campur tangan. Wajar saja jika Islamabad panik. Langkah Modi dikhawatirkan akan mengubah demografi Jammu dan Kashmir. Dengan demikian, akan sangat sulit bagi Pakistan menyelesaikan isu Jammu dan Kashmir jika warga Hindu kemudian menjadi mayoritas di wilayah itu. Pemerintahan Khan juga kewalahan mengendalikan kemarahan publik Pakistan.

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Cina juga mengecam India. Dalam pernyataan setelah pertemuan darurat di Jeddah, Arab Saudi, Selasa lalu, Kelompok Kontak OKI urusan Jammu dan Kashmir me-ngukuhkan kembali dukungannya kepada rakyat Jammu dan Kashmir untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri.

Cina mengkritik keputusan sepihak India yang menjadikan Ladakh, wilayah berpenduduk mayoritas Buddha di Kashmir, sebagai teritori administratif yang dikendalikan langsung oleh New Delhi. Beijing selalu menentang India memasukkan teritori Cina di sektor barat laut dari perbatasan India-Cina ke dalam yurisdiksi administratifnya. Lebih jauh, Beijing mengklaim 90 ribu kilometer persegi wilayah Negara Bagian Arunachal Pradesh di India timur laut, sementara India menuduh Cina secara ilegal menduduki 38 ribu kilometer persegi teritori barat lautnya.

Sikap OKI dan Cina membuat situasi kian panas. Semoga saja imbauan menahan diri dari Amerika, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa didengar pihak-pihak yang bertikai. Perang India-Pakistan bukan sesuatu yang diharapkan dunia, juga rakyat kedua bangsa itu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.