Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ketika Banjir Pengungsi Datang

Oleh

image-gnews
Perwakilan dari petugas dari kantor Badan Komisi Tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) menemui pencari suaka sebelum dipindahkan dari trotoar kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Kamis, 11 Juli 2019.  Pemerintah DKI Jakarta memindahkan pencari suaka yang berasal dari Afganistan, Somalia, Sudan dan Pakistan ke lahan bekas Markas Komando Distrik Militer (Makodim) Kalideres, Jakarta Barat. ANTARA/M Risyal Hidayat
Perwakilan dari petugas dari kantor Badan Komisi Tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) menemui pencari suaka sebelum dipindahkan dari trotoar kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Kamis, 11 Juli 2019. Pemerintah DKI Jakarta memindahkan pencari suaka yang berasal dari Afganistan, Somalia, Sudan dan Pakistan ke lahan bekas Markas Komando Distrik Militer (Makodim) Kalideres, Jakarta Barat. ANTARA/M Risyal Hidayat
Iklan

Pemerintah Indonesia dan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) perlu segera mencari solusi terbaik bagi para pengungsi. Membeludaknya pencari suaka itu tidak hanya merepotkan pemerintah, tapi juga bisa menimbulkan masalah sosial di sekitar tempat penampungan.

Sesuai dengan data UNHCR, saat ini sekitar 14 ribu pengungsi terdampar di berbagai wilayah Indonesia, meningkat hampir lima kali lipat dibanding tiga tahun lalu. Mereka kabur dari negaranya antara lain karena perang, konflik, dan persekusi. Sebagian besar pengungsi berasal dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Keberadaan mereka telah membuat repot pemerintah pusat dan daerah.

Pemerintah DKI Jakarta, misalnya, harus menyediakan tempat penampungan sementara di Kalideres, Jakarta Barat. Sebelum dipindahkan ke penampungan ini, sekitar 400 pencari suaka bahkan sempat hidup menggelandang di trotoar dekat kantor UNHCR, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Penduduk umumnya menolak kehadiran para pengungsi karena menimbulkan masalah keamanan dan kesehatan.

Tak cuma menyediakan tempat penampungan, pemerintah DKI juga mesti memberikan bantuan logistik bagi para pengungsi. Beban yang ditanggung pemerintah DKI terus bertambah seiring dengan makin banyaknya pengungsi yang datang ke Ibu Kota. UNHCR menyebutkan, hingga pekan lalu, jumlahnya sudah lebih dari 1.200 orang. Anggaran pemerintah daerah yang semestinya digunakan untuk kepentingan masyarakat Jakarta-termasuk mengentaskan warga miskin-harus disisihkan buat membantu para pengungsi.

Sebagai negara yang tidak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi, Indonesia tidak berkewajiban menampung pengungsi secara permanen. Atas alasan kemanusiaan, negara kita selama ini berusaha menolong mereka. Kita juga telah memiliki pedoman penanganan pengungsi dari luar negeri, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016. Tak hanya menjadi urusan pemerintah pusat, penanganan pengungsi juga melibatkan peran pemerintah daerah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Negara kita sering kebanjiran pengungsi karena adanya perubahan kebijakan negara seperti Australia dan Selandia Baru. Mereka mulai memperketat arus pengungsi sehingga para pencari suaka terdampar di wilayah Indonesia. Di sisi lain, sulit membayangkan negara kita membuka diri terhadap pengungsi dengan meratifikasi Konvensi 1951. Kalau hal itu dilakukan, pemerintah akan kewalahan menghadapi serbuan pengungsi.

Pemerintah sebaiknya berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan mengenai pengungsi. Menerima para pencari suaka akan menimbulkan konsekuensi yang berat karena harus memberikan pekerjaan dan tempat tinggal bagi mereka. Padahal sebagian rakyat kita sendiri masih miskin. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, penduduk miskin di negara kita mencapai 25,14 juta jiwa. Sesuai dengan data Lembaga Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 20,5 persen penduduk Indonesia juga tidak memiliki rumah.

Urusan pengungsi yang terdampar di negara kita semestinya juga merupakan tanggung jawab UNHCR dan negara-negara lain.Itu pentingnya pemerintah berkoordinasi dengan UNHCR untuk memastikan para pengungsi tidak telantar. Pemerintah bersama lembaga ini perlu segera mencarikan solusi: mengembalikan mereka ke negara asal jika memungkinkan atau menyalurkan mereka ke negara-negara penerima suaka.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.