Bagi mereka yang belum menyaksikan Avengers: Endgame, pasti akan galau menyaksikan film ini. Jadi kalau Anda sudah terlambat begitu jauh, sebaiknya bayarlah ‘utang’ dulu dengan menunaikan kewajiban menyaksikan seri terakhir Avengers itu. Dengan demikian Anda tak akan merasa terkejut atau ‘dikhianati ketika film ini diawali dengan ‘obituari’ para superhero Avengers yang tewas.
Dengan lagu populer Whitney Houston, anak-anak SMA, kawan sekolah Peter Parker (Tom Holland) yang mengenang para superhero yang tewas pada akhir film Avengers: Endgame. Tetapi tentu saja yang paling meruntuhkan hati Peter alias Spider man adalah kepergian Tony Stark yang bukan saja berfungsi sebagai mentor, tetapi hampir seperti kakak pelindung.
Luka dalam hati Peter Parker agak mengering karena kehadiran MJ (Zendaya), cewek di kelasnya yang sudah lama saling lirik, saling ‘balas pantun’ tapi hubungan mereka tak kunjung terbuhulkan karena gangguan. Misalnya: si bawel Nick Fury (Samuel L. Jackson) yang terus-terusan mengejar dan menagih kontribusi Spider Man untuk membantu menghadang monster baru. Si Monster ini tidak jelas, kadang berwujud air, kadang angin, dan bahkan dia bisa berbentuk api yang bergulung-gulung menghancurkan seluruh isi kota, dan konon si monster yang disebut Elemental itu menyelinap dari dimensi lain.
Parker tetap menolak tugas tersebut, apalagi dia masih sibuk ingin menyatakan cintanya pada waktu yang tepat pada perjalanan study tour ke negara-negara Eropa bersama guru-guru dan kawan sekelasnya. Maka dengan keengganan membantu itu, muncul ‘superhero’ baru dengan kostum agak ‘fusion’, campuran Thor dan futuristik yang menyebut dirinya “Mysterio” (Jake Gyllenhaal) –seperti nama tipe mobil – yang membantu menangani monster ajaib ini.
Tom Holland, yang menerima estafet dari Andrew Garfield, menurut saya pemeran Peter Parker yang asyik dan pas. Tobey McGuire dan Andrew Garfield tentu saja memiliki keunikan masing-masing. McGuire meyakinkan sebagai “si remaja biasa yang sungguh sebetulnya luar biasa”; Andrew Garfield sangat pas dengan kegalauan remaja yang pedih melulu, sementara Tom Holland bisa memasuki semua level emosi remaja. Kepada Tony Stark dia seorang murid sekaligus fanboy yang bandel dan heboh. Kepada MJ, dia remaja lelaki yang gugup mencoba menutupi hatinya yang jelas bergelora setiap kali bertemu dengannya. Kepada tante May (Marisa Tomei), dia keponakan yang curiga mengapa tantenya jadi bercahaya setiap kali bertemu dengan si tambun Happy (Jon Favreau).
Spider Man versi Tom Holland memang sejak awal seperti ingin menjungkirbalikkan kegelapan versi Andrew Garfield. Jika pada kisah-kisah Spieder Man Garfield kita berduka dengan kematian Gwen, maka Tom Holland kembali pada kisah awal ketika Peter Parker dan MJ masih tahap saling melirik. Bahwa ada persoalan plot di beberapa tempat, mungkin bisa diabaikan sementara, meski harus menjadi catatan. Misalnya mengapa tokoh Nick Fury begitu mudah dikelabui; apa peralatan teknologi Fury sudah pusing atau dia sudah mulai sepuh hingga kurang waspada dengan tipuan-tipuan musuh? Ini agak mengherankan.
Subjudul “far away from home” yang diartikan sebagai Peter Parker sebagai Spider Man akan selalu harus ‘bertugas’ meski dia sedang beranjangsana ke Eropa ataupun sedang nangkring di kampungnya sendiri. “Kau harus memutuskan, apakah memang benar pilihan Tony Stark itu tepat,” kata Nick Fury dengan tegas melihat si remaja ini cenderung ingin memanjakan hormonnya yang membludak.
Sosok Spider Man kali ini bukan hanya menghibur, tetapi juga berhasil memotret anak remaja, kelompok usia yang sering kita tuduh sebagai generasi tak berisi (dan ternyata tuduhan itu salah) dan yang sebetulnya bagian dari kita juga.
SPIDER-MAN: FAR FROM HOME
Sutradara: Jon Watts
Skenario: Chris McKenna dan Erik Sommers
Berdasarkan “Spider-Man” karya Stan Lee dan Steve Ditko
Pemain: Tom Holland, Samuel L.Jackson, Zendaya, Jake Gyllenhaal, Cobie Smulders, Jon Favreau