Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kontroversi Aturan Poligami Aceh

Oleh

image-gnews
Penduduk menikmati matahari terbenam akhir tahun di kawasan pantai Desa Suak Ujong Kalak, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Senin, 31 Desember 2018. Menikmati sunset di kawasan pantai masih menjadi alternatif sebagian warga untuk melewati pergantian tahun di provinsi Aceh yang telah menerapkan syariat Islam tersebut. ANTARA
Penduduk menikmati matahari terbenam akhir tahun di kawasan pantai Desa Suak Ujong Kalak, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Senin, 31 Desember 2018. Menikmati sunset di kawasan pantai masih menjadi alternatif sebagian warga untuk melewati pergantian tahun di provinsi Aceh yang telah menerapkan syariat Islam tersebut. ANTARA
Iklan

PENERAPAN syariat Islam di Provinsi Aceh selalu mengundang kontroversi. Dulu orang ribut soal hukum cambuk, kini heboh urusan poligami. Sudah saatnya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mengevaluasi pemberian otonomi khusus yang terlalu luas terhadap Aceh. Keistimewaan itu telah memicu pelaksanaan syariat Islam yang kebablasan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memang memberikan keleluasaan kepada provinsi ini untuk menerapkan syariat Islam. Pelaksanaannya meliputi antara lain urusan ibadah, hukum keluarga, hukum pidana, dan hukum perdata. Nah, publik geger ketika Provinsi Aceh hendak membikin Qanun Hukum Keluarga yang memuat soal poligami.

Rancangan qanun atau peraturan daerah itu memberikan kelonggaran yang luar biasa bagi suami untuk menikah lagi. Seorang suami boleh memiliki empat istri asalkan mampu secara lahir dan batin. Syarat lain, ia harus mampu bersikap adil terhadap istri dan anak-anaknya. Kendati mensyaratkan pula adanya persetujuan pengadilan, aturan poligami ini dinilai merendahkan martabat perempuan.

Hukum nasional sebetulnya juga mengatur poligami lewat Undang-Undang Perkawinan. Perbedaannya terletak pada prinsip dasar. Undang-undang ini menekankan asas monogami dalam perkawinan dan menempatkan poligami dalam aturan perkecualian. Undang-Undang Perkawinan juga tidak mengatur secara eksplisit bahwa seorang suami boleh beristri hingga empat orang.

Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebaiknya memperhatikan kecaman publik. Mereka bisa menghapus aturan tersebut dari rancangan qanun karena Undang-Undang Perkawinan telah memberikan kelonggaran soal poligami. Dari sudut pandang ajaran Islam pun aturan poligami versi rancangan qanun itu masih bisa diperdebatkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak ulama memiliki pandangan berbeda mengenai poligami. Ahli fikih Mesir, Syekh Muhammad Abduh, misalnya, berfatwa: sesuai dengan Surat An-Nisa, poligami berlaku dalam keadaan darurat yang hanya dibolehkan bagi orang-orang yang terpaksa dan meyakini bahwa ia akan berlaku adil. Dengan kata lain, sangatlah sulit memenuhi syarat untuk berpoligami.

Bukan kali ini saja qanun Aceh menjadi sorotan. Sebelumnya, publik mengkritik hukum pidana (jinayah) yang mengatur hukuman cambuk. Dari pandangan umum dan semangat konstitusi, hukuman ini tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia. Masalahnya, pemerintah pusat tidak bisa serta-merta mencabut qanun yang kontroversial. Undang-Undang Pemerintahan Aceh jelas menegaskan bahwa qanun mengenai pelaksanaan syariat Islam hanya bisa direvisi lewat uji materi di Mahkamah Agung.

Mahkamah pun sebetulnya juga tidak mudah mengoreksi sebuah qanun karena tolok ukurnya tentu undang-undang yang mengatur keistimewaan Aceh. Apalagi pemberian otonomi khusus juga diatur oleh konstitusi. Pasal 18 B ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Cara lain untuk mengerem pelaksanaan syariat Islam yang berlebihan di Aceh adalah merevisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Negara perlu memberikan rambu-rambu yang lebih terang-benderang mengenai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Sisi buruk penerapan syariat Islam pun perlu dipertimbangkan. Sejauh ini pelaksanaan syariat Islam hanya menjadi semacam “hiasan” dan komoditas politik. Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Aceh tidak menjadi lebih baik dan korupsi justru merajalela.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

22 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.