Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kerja Lambat Satuan Tugas Kasus Novel

image-profil

image-gnews
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar aksi diam di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. Mereka menggelar aksi diam selama 700 detik. TEMPO/Imam Sukamto
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar aksi diam di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. Mereka menggelar aksi diam selama 700 detik. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

Wana Alamsyah
Staf Divisi Hukum Monitoring Peradilan ICW

Tanggal 7 Juli lalu merupakan hari terakhir masa kerja tim satuan tugas pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan. Terhitung sejak dibentuk pada 8 Januari 2019, tim tersebut tercatat tidak menghasilkan perkembangan informasi yang signifikan dan belum menyampaikannya kepada publik mengenai titik terang kasus Novel. Wajar bila hal ini membuat masyarakat pesimistis terhadap kerja-kerja yang dilakukan tim yang diketuai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya saat itu, Idham Azis.

Tim dibentuk atas rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk menginvestigasi kasus penyerangan air keras terhadap Novel di bawah tanggung jawab Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian. Kemudian Tito membentuk sebuah tim berdasarkan surat keputusan bernomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019. Tim satgas terdiri atas 65 orang, yang 53 di antaranya berasal dari kepolisian dan sisanya perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan pakar. Adapun biaya untuk menjalankan kerja-kerja tim berasal dari anggaran kepolisian.

Sejak pertama kali tim dibentuk, sejumlah kalangan pesimistis terhadap tim ini karena beberapa alasan. Pertama, komposisi anggota tim yang didominasi polisi diduga membuat penyelesaian kasus tersebut jauh panggang dari api. Selain itu, penyidik senior KPK tersebut menduga adanya keterlibatan polisi dalam serangan yang menyebabkan kerusakan pada mata kirinya (Tempo, 2 Agustus 2017).

Maka, adanya polisi dalam tim berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam proses pengungkapan kasus ini. Seharusnya, Presiden Joko Widodo mengambil keputusan yang strategis dengan membentuk tim gabungan pencari fakta independenseperti yang kerap disarankan masyarakat sipilyang bertanggung jawab langsung kepada dirinya. Sebab, akan sulit membongkar aktor intelektualis kasus ini apabila terdapat dugaan keterlibatan polisi.

Sayangnya, Jokowi seolah-olah ingin melepaskan tanggung jawab. Padahal, salah satu janji politiknya adalah memperkuat KPK dan melindungi pegiat antikorupsi. Sikapnya yang tidak tegas dan strategis terhadap kasus Novel ini menunjukkan bahwa janjinya dalam Pemilihan Umum 2014 lalu hanya sebatas jargon.

Kedua, tidak adanya transparansi dan akuntabilitas atas kinerja tim. Setelah tim dibentuk, tidak terdengar adanya informasi yang mereka sampaikan ke publik mengenai perkembangan penyelidikan mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal tersebut sangatlah kontras, misalnya, bila dibandingkan dengan kerja kepolisian ketika menangani kasus Mirna, korban pembunuhan dengan racun sianida pada awal 2016. Saat itu, polisi mengumumkan kerja-kerja mereka, dari autopsi, penggeledahan, pembukaan rekaman kamera pengawas (CCTV), pemanggilan saksi, hingga penetapan tersangka.

Bukanlah hal yang muluk-muluk bila kita mengharapkan kepolisiansebagai aparat penegak hukummenangani setiap kasus secara proporsional dan setara agar tercipta keadilan bagi para korban. Apalagi intimidasi yang dihadapi pegiat antikorupsi tidak hanya menimpa Novel. Indonesia Corruption Watch menyatakan, selama 1996-2019 terdapat 91 kasus penyerangan terhadap pegiat antikorupsi yang memakan 115 korban, termasuk di antaranya dua pemimpin KPK.

Dalam hal ini, negara telah gagal melindungi dan memberikan rasa aman bagi para pihak yang secara aktif mengungkap kasus korupsi meski Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ketiga, tim pun terkesan sarat akan formalitas dan lambat dalam mengungkap kasus Novel. Hal ini terlihat dari pertanyaan tim saat meminta keterangan Novel pada 20 Juni lalu yang bersifat repetitif, pengulangan dari proses permintaan keterangan yang dilakukan sebelumnya. Selain itu, pengungkapan kasus relatif cukup lama. Padahal Polda Metro Jaya telah menyelidiki kasus ini sejak 2017, sehingga seharusnya informasi yang digali dari Novel oleh tim bisa bersifat memperdalam, bukan mengulang dari nol. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan upaya kepolisian dalam mengungkap kasus pembunuhan di Pulomas pada 2016. Pada saat itu, Polda Metro Jaya berhasil meringkuk pelaku pembunuhan dalam jangka 19 jam pasca-penyekapan para korban dengan bukti utama berupa rekaman CCTV.

Mandeknya pengungkapan kasus Novel Baswedan menjadi batu uji bagi Presiden Jokowi untuk melihat konsistensinya dalam pemberantasan korupsi. Sebab, munculnya dugaan keterlibatan polisi dalam kasus ini tidak dapat diselesaikan apabila tim yang dibentuk didominasi anggota kepolisian. Karena itu, perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta independen agar setiap kerjanya dapat dipertanggungjawabkan secara langsung kepada Presiden, dan kemudian tim dapat mengarahkan Presiden agar dapat mengambil keputusan yang tegas dan strategis atas kasus Novel.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.