Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kembalikan Pesisir kepada Nelayan

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Massa yang tergabung dalam BEM UI dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) melakukan aksi di depan Balai Kota, Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.Dalam aksi ini massa menuntut agar Gubernur DKI Jakarta mencabut IMB di pulau C dan D reklamasi Teluk Jakarta. TEMPO/Muhammad Hidayat
Massa yang tergabung dalam BEM UI dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) melakukan aksi di depan Balai Kota, Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.Dalam aksi ini massa menuntut agar Gubernur DKI Jakarta mencabut IMB di pulau C dan D reklamasi Teluk Jakarta. TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan

PEMERINTAH mesti mengkaji ulang peraturan tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di beberapa daerah, yang mengakibatkan tergusurnya masyarakat pesisir. Peraturan-peraturan daerah tersebut telah memisahkan nelayan, petani garam, dan kelompok masyarakat lain dari sumber kehidupan mereka.

Di banyak daerah, perda zonasi memberi porsi terlalu besar kepada industri, infrastruktur, dan pertambangan. Sebaliknya, nelayan diabaikan. Lampung, misalnya. Daerah ini mengalokasikan 12.585 hektare kawasan pesisir dan kepulauan untuk wisata alam serta 2.549 hektare untuk pertambangan. Nelayan hanya mendapat 11 hektare. Begitu juga Kalimantan Selatan. Mereka mengalokasikan 100.086 hektare untuk pertambangan, 187.946 hektare untuk latihan militer, dan 188.495 hektare untuk pelabuhan. Sedangkan untuk nelayan cuma 37 hektare.

Pangkal permasalahan ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang mewajibkan pemerintah daerah menyusun rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebanyak 21 provinsi telah mengesahkan peraturan daerah tersebut. Celakanya, sebagian besar perda tersebut menempatkan komersialisasi-seperti pembangunan tempat bisnis dan permukiman elite-di atas hak permukiman masyarakat pesisir.

Kebanyakan perda dibuat tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat pesisir. Padahal, seperempat dari total penduduk miskin Indonesia menggantungkan hidup pada laut. Jumlah mereka lebih dari 7,8 juta jiwa.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan mencatat 48 proyek reklamasi membuat 700 ribu keluarga nelayan terusir dari ruang hidupnya sepanjang 2018. Turut mengakibatkan penggusuran, proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional oleh pemerintah pusat di Mandalika dan Labuan Bajo. Dalam lima tahun terakhir, proyek di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur itu membuat sekitar 2.000 nelayan terusir dari rumah mereka. Kebanyakan mereka tergolong masyarakat pra-sejahtera.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak lain dari eksploitasi kawasan pesisir secara berlebihan adalah kerusakan lingkungan. Baik akibat langsung dari penambangan di sekitar pantai, kerusakan ekosistem laut akibat reklamasi, maupun pengerukan pasir untuk proyek-proyek reklamasi.

Karena itu, pemerintah pusat, lewat Kementerian Dalam Negeri, harus mengevaluasi 21 perda zonasi yang telah jadi. Evaluasi tersebut bisa disandarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang membatalkan 14 pasal dalam UU Nomor 27 Tahun 2007, pendahulu UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Seluruh pasal yang dicabut MK terkait dengan hak penguasaan perairan pesisir tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 tentang hak mempertahankan hidup dan kehidupan serta Pasal 33 tentang perekonomian dan larangan monopoli. Bukan tak mungkin pemerintah daerah mengabaikan putusan tersebut saat menyusun peraturan daerah.

Selanjutnya, 13 pemerintah daerah lain harus menghindari kesalahan tetangga mereka. Caranya adalah dengan melibatkan masyarakat pesisir saat membahas aturan zonasi. Masyarakat harus ditempatkan sebagai subyek, bukan sekadar obyek pembangunan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.