Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

800 Hari Kasus Novel

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Penyidik senior KPK Novel Baswedan, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 20 Juni 2019. Telah memasuki 800 hari, pelaku penyiraman Novel Baswedan belum terungkap. TEMPO/Imam Sukamto
Penyidik senior KPK Novel Baswedan, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 20 Juni 2019. Telah memasuki 800 hari, pelaku penyiraman Novel Baswedan belum terungkap. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

Kemarin, tepat 800 hari setelah penyerangan terhadap Novel, pengungkapan kasus ini masih juga jalan di tempat. Selama pelaku dan dalangnya belum tertangkap, kasus ini akan terus menjadi utang besar pemerintah Joko Widodo. Presiden tak hanya berutang kepada Novel dan keluarganya, tapi juga kepada gerakan pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia.

Memang Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) masih terus bekerja. Kemarin, mereka kembali memeriksa Novel. Ini pemeriksaan kedua terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu. Masalahnya, hingga pemeriksaan terakhir, belum ada tanda-tanda bahwa TGPF telah menemukan titik terang soal pelaku penyerangan. Materi pemeriksaan mengulang-ulang seputar apa yang diingat Novel ketika disiram air keras oleh dua orang tak dikenal.

Baca Juga:

Tim gabungan pencari fakta yang beranggotakan 65 orang itu seharusnya bergerak lebih maju dan lebih gesit. Ada banyak petunjuk yang belum mereka telusuri. Padahal mereka tak hanya dikejar tenggat, di pundak mereka juga ada harapan publik yang sangat besar agar kasus penyerangan atas Novel terungkap dengan gamblang.

Ketika pemerintah Jokowi membentuk TGPF pada 8 Januari lalu, di kalangan pegiat antikorupsi dan penegakan hak asasi memang muncul harapan sekaligus pesimisme. Sebagian berharap tim gabungan itu bisa menembus kebuntuan penyidikan yang terkatung-katung selama hampir dua tahun. Tapi, di luar mereka, tak sedikit pula yang mencurigai pembentukan TGPF hanya gimik politik menjelang pemilihan presiden.

Tentu saja, kasus Novel terlalu penting dan tak boleh dijadikan komoditas politik demi meraih dukungan elektoral. Karena itu, seusai pemilu, pemerintah Jokowi harus menepis semua kecurigaan dan membuktikan bahwa TGPF benar-benar dibentuk untuk membongkar kasus penyerangan atas Novel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sinyalemen dari tim pengacara Novel ihwal dugaan keterlibatan oknum polisi dalam penyerangan jangan dibiarkan menguap tersapu waktu. Kepolisian tak perlu kebakaran jenggot dan bersikap defensif. Demi membersihkan institusi, polisi justru harus ikut dengan sungguh-sungguh mengungkap siapa oknum tersebut. Bila penyerangan atas Novel sampai tak terbongkar, komitmen dan keseriusan aparat pasti bakal disorot publik.

Pemerintah tidak boleh lupa bahwa membiarkan kasus Novel tak terpecahkan bakal memberi kesan buruk ihwal perlindungan hukum terhadap para aktor gerakan antikorupsi. Kegagalan membongkar kasus Novel hanya akan memupuk impunitas atau kekebalan hukum bagi musuh gerakan antikorupsi.

Tak berlebihan kiranya bila orang ramai menjadikan kasus Novel sebagai salah satu barometer keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam memerangi korupsi. Bila TGPF sampai gagal mengungkap kasus Novel, nama baik Jokowi sendiri yang dipertaruhkan.

Karena itu, Presiden Jokowi tak boleh berhenti dengan hanya membentuk TGPF dan membiarkan mereka bekerja ala kadarnya. Dengan segala wewenangnya, Presiden harus memastikan mereka bekerja sungguh-sungguh dalam jangka waktu dan target yang lebih jelas. Hanya dengan cara itu, Jokowi bisa melunasi utangnya kepada Novel dan gerakan antikorupsi di negeri ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.