Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sengkarut Penarikan Royalti Musik

image-profil

image-gnews
Ilustrasi musik (pixabay.com)
Ilustrasi musik (pixabay.com)
Iklan

Kemala Atmojo
Pengamat Hukum Entertainment

Setiap tahun selalu saya mendengar perselisihan mengenai penarikan royalti musik di kafe, restoran, pusat belanja, lobi bioskop, dan tempat-tempat sejenis lainnya. Masalah ini biasanya diawali dengan datangnya surat dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang menagih royalti dari musik yang diperdengarkan di tempat-tempat tersebut. Bagaimana sebenarnya duduk perkara royalti musik di tempat-tempat seperti itu?

Dalam Undang-Undang Hak Cipta, LMK adalah institusi berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Siapa saja sebenarnya bisa mendirikan LMK asal memiliki minimal 200 anggota pencipta, 50 pemilik hak terkait, dan mendapat izin operasional dari menteri.

Maka, kata kuncinya adalah "yang mendapat kuasa". Jadi, LMK hanya boleh menagih royalti dari "pemberi kuasa". Jika tidak ada surat kuasa dari pencipta atau pemegang hak cipta, LMK tidak bisa menagih royalti ke pihak lain. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 20 ayat 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 36 Tahun 2018, yang menyebutkan LMK hanya boleh menarik royalti dari anggotanya. Adapun royalti dari pencipta yang belum atau tidak menjadi anggotanya hanya boleh ditarik oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Adanya dua lembaga ini juga bisa membingungkan karena keduanya bisa menarik royalti dan LMKN dapat mendelegasikan kewenangannya kepada LMK yang sejenis. Seharusnya cukup ada satu institusi (dalam undang-undang hanya ada LMK) dengan kewenangan dan pengawasan yang jelas dari kementerian. Apalagi royalti adalah hak milik pencipta. Mengapa negara (LMKN) dapat menarik langsung eksploitasi ekonomi atas hak milik itu?

Sangat wajar jika pihak restoran, bioskop, kafe, dan pusat belanja menanyakan kepada LMK soal surat kuasa dari pencipta atau pemilik hak terkait. Jika ada surat kuasa, royalti harus dibayar. Jika tidak, layak diabaikan. Juga patut ditanya, apakah LMK tersebut bekerja sama dengan lembaga sejenis sebagai counterpart? Jika tidak, abaikan saja.

Namun ada masalah yang lebih serius. Pertama, bagaimana jika yang diputar adalah lagu-lagu asing? Apakah LMK atau LMKN berhak menagih royaltinya? Apakah mereka mendapat surat kuasa dari, misalnya, Rihanna atau Justin Bieber? Jika restoran, kafe, dan bioskop itu membayar royalti kepada LMK atau LMKN, apa benar uang itu sampai kepada pemusik asing atau publishing company yang mewakili mereka? Bagaimana jika publishing company asing-misalnya Pro Music Rights, ASCAP, BMI, Global Music Rights, SESAC, SoundExchange-yang memang memiliki surat kuasa dari pemusik asing itu menagih royalti lagi?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalah kedua, pada 2016, LMKN mengeluarkan surat keputusan tentang tarif royalti untuk bioskop dengan cara pembayaran lumpsum per layar per tahun sebesar Rp 3,6 juta. Dari mana bisa ketemu angka sebesar itu? Negara mana pembandingnya? Lalu, ini pembayaran untuk performing rights atau mewakili pemegang hak terkait?

Coba bayangkan kondisi ini. Setiap tahun, ada ratusan film lokal dan asing yang diputar di bioskop dengan ribuan ilustrasi musik dan potongan lagu dari seluruh dunia. Andai bioskop membayar kepada LMK atau LMKN secara lumpsum per layar, kepada siapa LMK dan LMKN akan memberikan uang itu? Jika LMK dan LMKN tidak mampu menyerahkan bagian tiap-tiap orang yang berhak, berarti LMK atau LMKN mengambil hak orang lain.

Musik dalam film memang the trickiest area dalam hukum hiburan. Saya tidak akan memasuki rinciannya, tapi secara umum performing license untuk pertunjukan film di bioskop dihapus sejak akhir 1940-an di Amerika Serikat. Tak perlu performance license untuk menayangkan film di bioskop. Jadi, apa dasar pemikiran LMKN untuk memberlakukannya? Ada interpretasi bahwa musik dalam film termasuk "pertunjukan", tapi ada juga pendapat sebaliknya bahwa musik dalam film bukan pertunjukan tersendiri yang dilakukan pelaku pertunjukan. Ia adalah ilustrasi untuk film. Yang ditonton pembeli tiket itu bukan orang main musik, melainkan film yang sesekali ada ilustrasi bunyi-bunyian dan mungkin potongan-potongan lagu.

Hubungan antara komposer, penulis lirik, ilustrator, dan penyanyi (kalau ada) diselesaikan dalam perjanjian tertulis antara mereka dan produser film. Jadi, mesti dilihat juga apa isi perjanjian itu. Umumnya perjanjian itu sudah menyangkut masalah synchronization license, performance license, videogram license (ketiganya dari pencipta atau publishing company), serta master use license (dari perusahaan rekaman), dan lain-lain. Untuk musik yang sudah direkam dan yang dibuat khusus untuk film tertentu, akan berbeda bunyi kontraknya.

Saya sarankan sebaiknya LMK, LMKN, pelaku bisnis, dan para ahli di bidang ini segera bertemu untuk menyelesaikan aneka perbedaan persepsi atau hal-hal yang belum jelas mengenai royalti musik. Ini penting agar tidak timbul masalah baru di kemudian hari.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

21 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.