Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kepunahan Massal Keenam

image-profil

image-gnews
Suasana bawah laut di Gili, Lombok, Nusa Tenggara Barat,
Suasana bawah laut di Gili, Lombok, Nusa Tenggara Barat,
Iklan

Fachruddin M. Mangunjaya
Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional

Tak ada lagi ikan patin air payau. Sebelum Lebaran, saya pergi ke pasar ikan di kampung saya di selatan Kalimantan untuk menyantap menu ikan yang rasanya sedap dan banyak lemak itu. Harapan saya pupus karena si pedagang mengatakan ikan bernama ilmiah Pangasius pangasius itu sudah langka dan menghilang dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat juga sadar, ikan itu menghilang karena pencemaran, termasuk dari limbah kelapa sawit dan tambang emas yang pernah mencemari sungai. Namun masih ada ikan patin yang telah mengalami domestikasi dalam keramba, tapi rasanya sangat berbeda dengan patin dari alam bebas.

Ilustrasi itu mungkin dapat melukiskan apa yang baru saja diumumkan oleh Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES). Panel ahli PBB yang terdiri atas 145 ilmuwan dari 50 negara ini menelaah 15 ribu laporan ilmiah dan melaporkan kondisi alam asli global bumi dalam setengah abad terakhir. Mereka menyimpulkan bahwa kepunahan yang terjadi pada makhluk di bumi melaju lebih cepat dibanding kepunahan pada masa sebelumnya. Kepunahan tersebut terjadi di antaranya akibat perubahan lahan yang cepat, eksploitasi berlebihan, dan pencemaran lingkungan.

Laporan itu memberikan peringatan penting betapa manusia sangat bergantung pada alam asli dalam hal makanan, air bersih, atau yang diperlukan makhluk lain, seperti tumbuhan, yang menyerap emisi karbon dioksida, penyebab perubahan iklim.

Dalam 50 tahun terakhir, manusia telah melakukan perubahan secara masif, yang mengakibatkan alam asli berubah drastis. Fenomena ini tidak hanya dapat dibuktikan secara ilmiah, tapi masyarakat awam pun dapat menceritakannya. Seorang ibu, yang hijrah dari Jawa ke Ketapang, Kalimantan Barat, sekitar 10 tahun yang lalu, menceritakan betapa mudahnya dulu mencari ikan dan udang di sungai-sungai. Bahkan ada cukup banyak ikan di belakang rumahnya yang berada di pinggiran rawa gambut. Kini kawasan itu telah kering. Ikan dan udang pun menghilang. Inilah fenomena kepunahan itu. Apa yang terjadi sekarang 80 hingga 100 kali lebih cepat dibanding masa sebelumnya.

IPBES mengkalkulasi sekitar satu juta spesies tumbuhan dan binatang sekarang terancam punah dalam 10 tahun terakhir. Keterancaman ini dinyatakan sebagai kasus yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah umat manusia.

Planet bumi kita pernah mengalami kepunahan massal, tapi masa itu adalah masa sebelum hadirnya manusia. Pertama kali kepunahan terjadi pada zaman Ordovician, 444 juta tahun silam, ketika 86 persen kehidupan punah, Kepunahan kedua terjadi pada zaman Devonian, 375 tahun yang silam, yang menyebabkan 75 persen spesies musnah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepunahan ketiga dijumpai pada akhir zaman Permian, 251 juta tahun yang lalu, saat 96 persen spesies punah. Kepunahan keempat terjadi pada akhir zaman Triasik, 200 juta tahun yang lalu, saat 80 persen spesies punah. Pada zaman Kretaseus terjadi kepunahan massal kelima, pada 66 juta tahun lalu, saat 76 persen spesies musnah. Kepunahan keenam sedang terjadi pada zaman sekarang, yakni era Anthropocene atau era hadirnya manusia.

Sekarang, rata-rata kelimpahan spesies asli di habitat darat turun 20 persen sejak abad ke-19. Kepunahan massal sedang dalam proses yang ditandai dengan terancam punahnya 40 persen spesies amfibi serta degradasi atas 33 persen hewan terumbu karang yang membentuk rumpun. Pendeknya, sepertiga spesies terancam punah.

Kepunahan hewan vertebrata dapat menjadi indikator bencana bagi keseimbangan ekosistem alam. Misalnya, burung, monyet, dan kelelawar merupakan kunci untuk penyebaran biji-biji tumbuhan di hutan tropis. Pohon yang mereka tanam menjadi regulator iklim, menyerap CO2, dan menghasilkan oksigen untuk manusia bernapas. Jadi, berkat merekalah hutan tumbuh serta air bersih dan siklus hidrologi dapat berlangsung.

Kepunahan juga mengancam biota invertebrata dan serangga. Kepunahan serangga dapat berakibat fatal karena mereka merupakan agen penyerbuk, menyilangkan benang sari dan putik. Dari merekalah ada pembuahan dan kita dapat memakan buah-buahan. Petani kelapa sawit harus mempertahankan serangga penyerbuk, tapi terkadang secara tidak sadar membunuh serangga ini akibat penggunaan pestisida untuk membasmi hama.

Terbunuhnya kumbang penyerbuk bunga sawit Elaeidobius kamerunicus dapat menurunkan produksi sawit hingga 35 persen. Ecological Economics Journal (2005) mencatat nilai ekonomi serangga penyerbuk di dunia adalah 153 miliar euro atau sekitar Rp 2,4 triliun untuk tanaman-tanaman pokok penyokong produksi pangan pertanian dunia. Kerugian besar dapat terjadi apabila serangga penyerbuk tersebut hilang serta produksi buah-buahan dan sayur-sayuran, tanaman seperti kopi dan kakao yang diserbuki oleh serangga, menurun produksinya akibat hilangnya serangga penyerbuk.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.