Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Diskriminasi Seorang Polisi LGBT

Oleh

image-gnews
Bendera pelangi raksasa dibentangkan dalam
Bendera pelangi raksasa dibentangkan dalam "Parade Kesetaraan" untuk mendukung komunitas LGBT di Lublin, Polandia, Sabtu, 13 Oktober 2018. Penolakan tersebut berakhir dengan bentrokan dengan polisi. Jakub Orzechowski/Agencja Gazeta-REUTERS
Iklan

HAKIM Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mesti memeriksa secara cermat gugatan seorang polisi terhadap institusi Kepolisian RI. Jika betul ia dipecat karena orientasi seksualnya, keputusan itu jelas keliru besar lantaran bersifat diskriminatif. Hakim harus memerintahkan Polri memulihkan status tergugat sebagai anggota kepolisian.

Brigadir TT, anggota polisi yang mengaku sebagai gay itu, memang layak menggugat ke PTUN. Keputusan sidang kode etik Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang menjadi landasan pemecatan dirinya sungguh lemah. Ia dinyatakan melanggar salah satu butir kode etik kepolisian: menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri. Penggugat juga dianggap tidak menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum.

Tak ada penjelasan yang gamblang dari kepolisian tentang kesalahan Brigadir TT. Dua tahun lalu, penggugat awalnya diperiksa secara internal dengan tuduhan melakukan pemerasan. Tapi tudingan itu dibantah oleh korban pemerasan. Belakangan, ia kembali diperiksa karena dianggap melakukan hubungan seks menyimpang. Brigadir TT kemudian resmi dipecat pada Desember 2018.

Kepolisian tampak kurang cermat dalam menerapkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara 2011. Seorang polisi yang kebetulan homoseksual tidak bisa dianggap telah merusak citra dan kehormatan Polri. Ia juga tidak bisa dinilai melanggar norma kesusilaan. Keputusan pemecatan itu gegabah, bahkan diskriminatif.

Polri semestinya berpegang pada prinsip antidiskriminasi yang diatur dalam konstitusi. Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 jelas menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan”. Prinsip ini ditegaskan lagi dalam pasal-pasal mengenai hak asasi dalam konstitusi. Pasal 28I ayat 2, misalnya, menyatakan “setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Norma internasional pun amat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Turki yang berpenduduk mayoritas muslim saja mengakui hak kaum gay, lesbian, dan transgender. Negara maju seperti Inggris malah punya aturan hukum yang melarang diskriminasi terhadap kaum gay. Amerika Serikat sudah punya undang-undang yang memperbolehkan kaum gay dan lesbian menjadi tentara. Sementara itu, di Belanda, kaum LGBT mendapat perlindungan hukum saat menjalankan profesi--termasuk menjadi polisi.

Dari sisi kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 1990 sudah mencabut homoseksualitas dari klasifikasi penyakit gangguan jiwa. Asosiasi Psikiatris Amerika sudah lama mengeluarkan gay dan lesbian dari kategori serupa. Begitu pula Kementerian Kesehatan Indonesia. Kelompok dengan orientasi seksual berbeda itu telah dihapus dari buku Pedoman dan Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993).

Hasil penelitian para biolog juga memberi pesan penting: orientasi seksual dipicu antara lain oleh kombinasi faktor genetik, hormon, dan lingkungan di rahim sang ibu. Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengalaman pada masa kecil berperan terhadap orientasi seksual seseorang. Mereka bahkan menyebutkan bahwa gay atau lesbian bukanlah suatu pilihan. Jadi keberadaan kalangan ini tak bisa begitu saja mendapat justifikasi “penyimpangan”.

Hakim PTUN harus memegang teguh prinsip antidiskriminatif dalam memutus kasus Brigadir TT. Polri pun semestinya tak perlu malu mempunyai anggota yang memiliki orientasi seksual berbeda.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.