Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya
Banyak pihak mempersoalkan panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo. Hal yang perlu diluruskan ialah tujuan utama dibentuknya panitia ini adalah membantu kerja pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam memilih calon terbaik untuk menjadi pimpinan KPK.
Kewenangan akhir untuk menentukan pimpinan KPK tidak terletak pada panitia seleksi. Jadi, panitia hanya melakukan fungsi rekrutmen dan seleksi. Ihwal kekhawatiran banyak pihak tentang latar belakang panitia, sepanjang tidak berkaitan dengan integritas dan akan menghalangi fungsi rekrutmen dan seleksi, seharusnya tidak perlu dipersoalkan. Justru pelemahan terjadi ketika masyarakat menggunakan asumsi kurang baik (prejudice) untuk menilai kinerja panitia.
Sebenarnya tidak ada ruang bagi asumsi untuk menilai panitia, selain asumsi adalah pemahaman yang sifatnya belum tentu akurat. Dalam tahapan rekrutmen dan seleksi, panitia tentu menggunakan alat ukur kuantitatif atau kualitatif dalam setiap keputusan, di samping bekerja secara kolektif kolegial, sehingga tidak ada ruang bagi subyektivitas.
Masyarakat perlu mendukung panitia seleksi. Pengertian "mendukung" adalah berpartisipasi pada porsi masyarakat, seperti memberikan informasi mengenai latar belakang calon pimpinan KPK ataupun peran serta lainnya. Dukungan dari masyarakat akan membantu panitia bekerja secara optimal dalam memilih calon pimpinan KPK.
Tentu, panitia dengan dukungan masyarakat ini harus dapat melahirkan pimpinan KPK yang mampu menyelesaikan dan mengungkap kasus-kasus besar. Pimpinan KPK yang dilahirkan nantinya harus dapat membangun ikatan internal yang kuat di tubuh KPK. Jadi, masyarakat saat ini lebih baik berfokus mengawal proses rekrutmen, seleksi, hingga hasilnya daripada mempersoalkan panitia seleksi KPK secara personal.
Sebagaimana diuraikan oleh Sigh Mahadev (2016), dukungan dan peran serta masyarakat pada tahap pembentukan formatur instansi penegakan hukum sangat diperlukan guna mencari profil yang sesuai. Dukungan masyarakat dalam hal ini adalah dengan menginformasikan kesesuaian dan ketidaksesuaian calon yang mendaftar dengan bukti yang akurat.
Tantangan yang dihadapi oleh panitia seleksi saat ini justru karena posisinya bukan sebagai pemutus. Artinya, panitia harus mempersiapkan semua calon yang lolos pada tahap akhir untuk menghadapi uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Panitia tidak boleh menyediakan ruang pilihan pada DPR mengingat ujian itu akan dilakukan oleh DPR, yang sarat akan kepentingan politik.
Burton (2000) menyebutkan bahwa potensi gagalnya sistem perekrutan adalah masuknya kepentingan politik praktis. Panitia harus memastikan calon pimpinan yang mengikuti ujian itu telah sesuai dengan kriteria yang dicari, sehingga siapa pun yang nantinya terpilih, sudah pasti memenuhi kriteria KPK.
Dalam hal ini, uji kelayakan hanya menentukan yang terbaik di antara yang baik dan tidak membuka ruang pertukaran kepentingan di ranah politik praktis. Hal inilah yang saat ini menjadi tantangan panitia untuk mencari kandidat yang benar-benar berkualitas, baik secara teknis maupun integritas.
Dukungan masyarakat kini diperlukan. Atensi masyarakat dalam hal membantu memajukan calon-calon terbaik untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK adalah untuk menghindari garbage in, garbage out, yakni rekrutmen dan seleksi tidak dapat menghasilkan calon terbaik karena kurangnya pendaftar yang berkualitas.
Kini saatnya masyarakat memberikan ruang bagi panitia seleksi untuk bekerja serta menyelenggarakan proses rekrutmen dan seleksi. Hal yang terpenting bagi panitia seleksi pimpinan KPK adalah memiliki fokus pada kriteria figur yang dicari sesuai dengan kebutuhan komisioner untuk menakhodai KPK pada 2019-2023.
Setiap masa tentu memiliki tantangan dan kriteria yang berbeda, sehingga kriteria itulah yang harus didefinisikan oleh panitia dalam melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pimpinan KPK. Panitia dapat melibatkan masyarakat dan semua pemangku kepentingan dalam bentuk menyampaikan aspirasi, sehingga panitia dapat menghasilkan calon pimpinan KPK yang bersih, berani, berintegritas, cerdas, serta tidak berkaitan dengan politik praktis sebagaimana kriteria yang diperlukan saat ini.