Kerusuhan yang pecah pada 22 Mei kemarin di Jakarta sedikit-banyak terjadi karena disulut oleh perselisihan di antara dua kubu calon presiden ihwal hasil Pemilihan Umum 2019. Prabowo Subianto menolak hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum yang memenangkan Joko Widodo dan menuduh telah terjadi kecurangan dalam pemilihan presiden itu.
Sikap Prabowo jelas menunjukkan bahwa dia tidak siap kalah. Kubu Prabowo malah terus melontarkan tudingan yang hendak mendeligitimasi pemilu. Mereka menuduh sejumlah anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara meninggal karena diracun. Padahal hasil audit medis oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa penyebab kematian para petugas adalah berbagai penyakit. Mereka menyalahkan banyak data salah input dalam sistem informasi penghitungan suara KPU, padahal sistem itu hanya alat kontrol dan informasi untuk masyarakat. Penghitungan sebenarnya tetap didasarkan pada rekapitulasi berjenjang. Mereka juga menilai Mahkamah Konstitusi tak dapat dipercaya sehingga akan sia-sia bila menggugat hasil pemilu ke lembaga itu.
Belum lagi berbagai pernyataan para tokoh di kubu Prabowo tentang people power yang memperkeruh keadaan. Bahkan, ketika kerusuhan pecah, tokoh Partai Amanat Nasional, Amien Rais, menuding "polisi-polisi yang berbau PKI telah menembak umat Islam". Tudingan yang tak berdasar semacam ini justru semakin memprovokasi massa yang sedang ribut.
Dalam kasus ini, Prabowo harus turut bertanggung jawab atas berbagai kerusuhan yang terjadi di Jakarta kemarin itu. Dia tak bisa lepas tangan dengan mengklaim bahwa para perusuh dalam unjuk rasa di Badan Pengawas Pemilihan Umum itu bukan pendukungnya. Bagaimanapun, demonstrasi itu digelar oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga dan dihadiri sejumlah tokoh dari kubu ini. Prabowo harus segera menarik massa pendukungnya dari Jakarta dan mengembalikan suasana damai di Ibu Kota.
Cara-cara people power semacam itu jelas tak patut dilakukan oleh para politikus yang menjunjung tinggi demokrasi. Dalam demokrasi, tak ada ruang bagi perebutan kekuasaan dengan jalan kekerasan. Perebutan kekuasaan harus dilakukan secara konstitusional melalui pemilihan umum.
Namun langkah Prabowo yang akhirnya mengajukan gugatan sengketa hasil pemilihan presiden ke Mahkamah Konstitusi patut diapresiasi. Itulah cara yang benar dan pantas dalam berdemokrasi. BPN tinggal menyiapkan tim pengacara yang andal dan bukti-bukti yang memadai. Biarkan Mahkamah nanti yang memutuskannya.
Kini saatnya Prabowo dan Jokowi meredakan ketegangan di antara kedua kubu. Mereka berdua harus muncul bersama di hadapan publik dan menunjukkan sikap kesatria masing-masing. Perseteruan ini harus segera disudahi. Masyarakat sudah lelah didera percekcokan di antara pendukung masing-masing kubu. Apalagi sampai bikin rusuh seperti kemarin.