Rencana Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto membentuk Tim Hukum Nasional amatlah berlebihan sekaligus gegabah. Tim yang akan bertugas mengkaji ucapan dan tindakan tokoh-tokoh berkaitan dengan hasil pemilu itu sama sekali tidak diperlukan. Negara kita telah memiliki sistem hukum dan peradilan yang sanggup menangani segala perkara, termasuk kejahatan politik.
Langkah Wiranto itu hanya semakin memperlihatkan sikap pemerintah yang paranoid dalam menghadapi situasi politik pasca-pemilu. Tim Hukum Nasional akan mubazir karena tidak memiliki legitimasi untuk memberikan saran mengenai penegakan hukum. Jika hal itu dilakukan, pemerintah telah mengintervensi urusan penegakan hukum.
Semestinya pemerintah tidak terpancing oleh provokasi pihak yang tidak puas terhadap hasil pemilihan presiden. Berbagai manuver tak elok dari kubu yang diperkirakan kalah-mengklaim kemenangan, melakukan propanda adanya kecurangan, dan mendelegitimasi pemilu-tak perlu membikin pemerintah panik. Sungguh keliru jika pemerintah meladeni manuver yang bertentangan dengan prinsip negara demokrasi dan hukum tersebut dengan cara serupa.
Hukum negara kita sudah mengatur semua jenis pelanggaran, termasuk mengenai ucapan dan tindakan yang membahayakan negara. Biarkan penegak hukum-kepolisian dan kejaksaan-yang mengkaji masalah ini. Mereka pun tidak boleh serampangan bertindak. Sekadar menyerukan "people power" atau menuduh adanya kecurangan dalam pemilu tidak bisa dijerat secara hukum. Lain halnya bila seruan itu berdampak langsung dan nyata, misalnya adanya serangan fisik terhadap kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Langkah yang perlu dilakukan pemerintah justru mendorong agar KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaksanakan tugasnya secara adil serta transparan. Lembaga-lembaga itu harus menuntaskan segala kasus kecurangan yang dituduhkan oleh kubu yang tak puas terhadap hasil pemilu. Proses penghitungan suara pemilu secara nasional pun perlu dilakukan secara transparan agar tidak mengundang kecurigaan.
Pemerintah juga tidak perlu panik jika kubu yang kalah dalam pemilu menolak meneken hasil penghitungan suara. Biarlah mekanisme hukum dan demokrasi berjalan. Pihak yang tak puas bisa membawa perkara itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Biarkan pula MK yang memutuskan apakah telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilu kali ini.
Kita perlu menyadari bahwa pemilu merupakan mekanisme politik yang amat penting dalam negara demokrasi. Pemerintah harus menjaga proses ini hingga selesai dengan tetap berpijak pada tatanan demokrasi. Mengintervensi proses penegakan hukum lewat pembentukan Tim Hukum Nasional jelas tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Cara ini juga tidak akan meredakan konflik politik, malah bisa menyebabkan situasi semakin panas.