Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mahal Jalan ke Senayan

Oleh

image-gnews
Anggota KPPS melakukan penghitungan surat suara di TPS 09 Kelurahan Mangkukusuman, Tegal, Jawa Tengah, Rabu malam, 17 April 2019. Pada Pemilu kali ini, setiap warga memilih presiden, anggota legislatif (Pileg) dari tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPRD Kabupaten/Kota di daerah. ANTARA/Oky Lukmansyah
Anggota KPPS melakukan penghitungan surat suara di TPS 09 Kelurahan Mangkukusuman, Tegal, Jawa Tengah, Rabu malam, 17 April 2019. Pada Pemilu kali ini, setiap warga memilih presiden, anggota legislatif (Pileg) dari tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPRD Kabupaten/Kota di daerah. ANTARA/Oky Lukmansyah
Iklan

Kalangan partai politik perlu mengkaji serius hasil pemilihan umum legislatif 2019 yang cukup mengejutkan. Politik uang masih merajalela, terutama di daerah-daerah. Tapi popularitas kini bukan jaminan untuk terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Tiga menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa bahkan diprediksi gagal masuk Senayan. Mereka adalah Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. Adapun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dari Partai Persatuan Pembangunan hampir dipastikan tak terpilih sebagai anggota Dewan.

Sejumlah tokoh populer pun terancam gagal, seperti Ferdinand Hutahaean dari Partai Demokrat dan artis Tessa Kaunang dari Partai NasDem. Politikus Eva Sundari dan Budiman Sudjatmiko dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diperkirakan pula tak lolos ke Senayan. Fenomena ini merupakan pelajaran penting bagi partai politik. Memajang tokoh tenar bukan lagi resep manjur untuk memenangi pemilu legislatif.

Dalam pemilu legislatif kali ini, muncul faktor lain yang cukup berpengaruh: afiliasi partai pada salah satu calon presiden. Realitasnya, sungguh sulit calon anggota legislatif bertarung di daerah yang dikenal sebagai “wilayah” calon presiden dari kubu lawan. Adapun partai yang satu basis dengan calon presiden yang disokong akan lebih diuntungkan. Komplikasi ini tidak terjadi andai kata setiap partai boleh mengusung satu calon presiden.

Persaingan pemilu legislatif juga makin sengit sekaligus kotor karena politik uang masih merajalela. Indikasi ini terlihat dalam kasus anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus suap. Terungkap, politikus Golkar itu telah menyiapkan miliaran rupiah untuk “serangan fajar” di sebuah daerah pemilihan di Jawa Tengah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejumlah temuan lain memperlihatkan indikasi serupa. Menjelang pencoblosan, polisi menyita uang tunai Rp 1 miliar lebih dan atribut partai politik dalam sebuah razia di Kota Lamongan, Jawa Timur. Badan Pengawas Pemilu Kota Pekanbaru dan polisi juga menyita uang Rp 506 juta lebih di lobi sebuah hotel di Pekanbaru, Riau. Uang ini diduga akan dibagi-bagikan ke masyarakat buat memenangi pemilu legislatif.

Kalangan partai politik semestinya kompak memerangi politik uang. Praktik ini menyebabkan biaya politik makin tinggi. Hasil penelitian Policy Research Network serta Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia pada 2014 memberikan gambaran besarnya ongkos politik. Calon anggota legislatif umumnya menghabiskan uang antara Rp 1,18 miliar dan Rp 4,6 miliar. Duit itu digunakan untuk berbagai hal, dari pencetakan spanduk sampai pengerahan massa.

Partai politik perlu mengubah pola kampanye agar tidak membebani para anggota legislatif. Kampanye para calon legislator dari satu partai, misalnya, bisa dilakukan secara bersama-sama. Partai bahkan harus ikut membiayai kampanye para calon anggota legislatif. Mau tidak mau, partai politik harus memiliki dana yang cukup lewat pemasukan yang sah, seperti iuran anggota partai dan sumbangan.

Rekrutmen calon anggota legislatif pun dibenahi. Cara pragmatis mendongkrak perolehan suara partai dengan memasang figur terkenal sudah saatnya ditinggalkan. Idealnya, partai politik mengusung kader yang bermutu dan benar-benar berakar dalam masyarakat, bukan memajang artis atau calon yang punya banyak duit.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.