BERTAMBAHNYA anggota kabinet yang terseret perkara korupsi sudah semestinya mendapat respons cepat dari Presiden Joko Widodo. Jangan lagi berdalih menunggu penetapan tersangka sebelum memberhentikan mereka. Sikap tegas penting untuk memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa perang terhadap korupsi masih menjadi prioritas dan tidak ada tempat di pemerintahan bagi siapa pun yang menilap uang negara.
Setidaknya ada empat anggota kabinet yang namanya masuk dalam pusaran perkara korupsi yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Ruang kerja tiga dari mereka sudah digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi, meski status mereka masih sebatas saksi.
Imam Nahrawi disebut dalam kasus dana hibah kementeriannya untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia. Kasusnya sudah memasuki persidangan, dan Imam tampil sebagai saksi. Menteri Lukman disebut dalam kasus suap pengisian jabatan di kementeriannya yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy. Dalam proses penyidikan, KPK menggeledah ruang kerja Lukman dan menyita duit Rp 180 juta dan US$ 30 ribu, yang diduga berhubungan dengan kasus ini. Lukman sudah dipanggil KPK, tapi belum memenuhinya.
Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, terseret dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Politikus Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, menyebutkan ada pertemuan di rumah Airlangga untuk membahas sejumlah proyek PLTU. Adapun Menteri Enggartiasto Lukita diseret tersangka kasus suap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Bowo Sidik Pangarso. Setelah diperiksa, Bowopolitikus Golkarmengaku mendapat Rp 2 miliar dari Enggartiasto.
Tanpa harus menunggu langkah KPK, Presiden Jokowi mesti segera meminta empat menteri itu mundur atau memberhentikan mereka. Meski belum menjadi tersangka atau terbukti bersalah, masuknya nama mereka dalam pusaran kasus korupsi sudah menjadi cela yang mencoreng kabinet. Kasus yang melilit mereka juga sedikit-banyak akan mempengaruhi kinerja kementeriannya.
Semua menteri yang masuk pusaran kasus korupsi itu berlatar partai politik. Karena itu, Jokowi, yang hampir pasti terpilih lagi, perlu lebih berhati-hati saat menyusun kabinet mendatang. Harus diakui, akan sulit bagi Presiden untuk mengabaikan aspirasi partai politik pendukung dalam memilih menteri. Namun setidaknya ia bisa mengatur agar kementerian strategis tidak dipegang politikus.
Jokowi juga perlu menerapkan fit and proper test yang lebih ketat dalam memilih menteri. Telaah rekam jejak, integritas, dan komitmen para calon perlu melibatkan lembaga-lembaga negara yang memiliki akses atas perkara korupsi dan penyimpangan lain, seperti KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Ombudsman Republik Indonesia. Dengan cara itu, diharapkan dalam periode pemerintahan berikutnya, kabinet diisi oleh pejabat yang bersih.