Sulardi
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang
Belakangan ini muncul wacana tentang kemungkinan pemilihan presiden ulang bila tak ada calon presiden yang memenuhi syarat kemenangan sesuai dengan undang-undang. Beberapa ahli hukum telah memberikan berbagai pendapat mengenai hal ini. Tulisan ini mencoba mendudukkan aturan mengenai hal tersebut.
Sebenarnya, sejak awal kemerdekaan, bangsa ini mengalami lonjakan kehidupan berdemokrasi yang luar biasa, khususnya dalam hal pemilihan presiden. Pada awalnya, presiden dan wakil presiden dipilih secara mufakat oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Sukarno dan Hatta terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama.
Di era Orde Baru, pemilihan presiden sesungguhnya tidak pernah terjadi. Yang ada ialah pengangkatan presiden karena, sepanjang Orde Baru, calon presiden selalu tunggal. Penentuannya tidak menggunakan Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak", melainkan menggunakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II Tahun 1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 8 ketetapan itu menyatakan, "Bila calon presiden hanya satu, langsung diangkat oleh MPR sebagai presiden."
Ketentuan UUD 1945 pertama kali digunakan pada 1999 yang dimenangi oleh Abdurrahman Wahid. Selanjutnya, pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung mulai 2004.
Pada pemilihan presiden 2009 untuk pertama kalinya diberlakukan ketentuan presidential threshold 20 persen. Itu berarti hanya partai politik atau gabungan partai politik yang minimal memperoleh 20 persen kursi di DPR yang dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Sejak itu, jumlah calon presiden yang mendaftar berkurang. Bahkan dua pemilihan presiden terakhir hanya diikuti dua calon presiden. Akibatnya, terjadi polarisasi masyarakat yang sedemikian rupa menjelang pemungutan suara, terutama di masa kampanye. Hal ini sangat dirasakan pada pemilihan presiden tahun ini.
Pemilihan presiden pada 17 April 2019 belum juga memberi kepastian siapa yang bakal dilantik menjadi presiden dan wakil presiden periode 2019-2024. Hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei masih diperdebatkan. Penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum juga belum tuntas. Namun masing-masing calon presiden mengklaim telah memenangi pemilihan tahun ini.
Di tengah perdebatan itulah, muncul wacana mengenai kemungkinan pemilihan presiden diulang karena belum memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945. Pasal itu menyatakan, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden." Saat ini terdapat 34 provinsi di Indonesia, maka syarat 20 persen suara itu paling tidak berada di 18 provinsi. Pasal ini memberi penguatan legitimasi kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menang tidak hanya dari sisi jumlah suara tetapi juga jumlah wilayah.
Kemungkinan pemilihan presiden ulang sesungguhnya sangat kecil. Pasal ini tidak menghendaki calon presiden menang secara mutlak di 18 provinsi, tapi persyaratan kumulatif 50 persen plus satu dengan sedikitnya memperoleh suara 20 persen di 18 provinsi. Itu bisa ditafsirkan, misalnya, sang calon presiden menang mutlak di 15 provinsi dan di 3 provinsi memperoleh 20 persen suara. Bila ditotal, suaranya sudah melewati 50 persen plus 1.
Pasal itu muncul sebagai antisipasi apabila terdapat lebih dari dua calon presiden. Ingat, pada 2004 terdapat lima calon presiden dan dilakukan pemilihan putaran kedua karena di putaran pertama belum ada calon yang memperoleh suara lima puluh persen plus satu.
Pemilihan presiden 2009 diselenggarakan satu putaran karena Susilo Bambang Yudhoyono memperoleh 60,8 persen suara dan di seluruh provinsi memperoleh di atas 20 persen suara. Demikian pula halnya pada pemilihan presiden 2014 yang dimenangi oleh Joko Widodo dengan 53,15 persen suara, yang meliputi seluruh jumlah provinsi lebih dari 20 persen suara.
Pemilihan presiden tahun ini hanya diikuti oleh dua calon presiden. Pemilihan presiden ulang bisa saja dilakukan bila tak ada calon yang meraih suara kumulatif 50 persen plus satu dengan minimal 20 persen suara di 18 provinsi. Pemilihan presiden diulang atau tidak harus menunggu hasil penghitungan suara dari KPU dan kemudian melihat apakah perolehan suara itu sudah memenuhi Pasal 6A Ayat 3 UUD 1945.