Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhasil menyelenggarakan pemungutan suara 2019 dengan relatif lancar dan aman. Tidak ada konflik fisik, kerusuhan, serta belum ditemukan kecurangan secara masif sejauh ini. Hanya, muncul masalah manajemen perhelatan yang perlu dievaluasi demi perbaikan pemilu di masa mendatang.
Perbaikan manajemen itu amat diperlukan karena pemilu semakin kompleks dan rumit. Jenis surat suara semakin banyak karena pemilu legislatif dan presiden dilakukan serentak. Jumlah pemilih pun meningkat. Calon pemilih dalam pemilu kali ini mencapai 92,8 juta jiwa yang mencoblos di 810 ribu tempat pemungutan suara (TPS).
Panitia pencoblosan menanggung tugas cukup berat dalam proses pemilu. Mereka harus memastikan ketersediaan logistik pemilu hingga menghitung perolehan suara. Sebanyak 119 anggota panitia pencoblosan di seluruh Indonesia sampai meninggal setelah hari pemungutan suara. Meski beban tugas pemilu belum tentu menjadi penyebab utama kematian mereka, hal tersebut tetap perlu dijadikan bahan evaluasi oleh KPU.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah dan KPU untuk memperbaiki pemilu. Pertama, membenahi urusan penyiapan logistik, pencoblosan, hingga penghitungan suara. Semua proses itu akan lebih mudah dan efisien jika dibantu dengan teknologi digital. Tugas panitia pencoblosan akan lebih ringan jika pemerintah bersama KPU menyiapkan manajemen pemilu yang lebih canggih.
Kedua, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera mengkaji pelaksanaan pemilu secara elektronik. Dengan pemilu elektronik, proses pencoblosan dan penghitungan suara bisa dilakukan lebih cepat dibanding sistem manual. Beberapa negara, seperti Australia, Brasil, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat, sudah menerapkan pemilu elektronik. Bahkan Filipina telah menggelar pemilu elektronik sejak 2010.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebetulnya telah mengembangkan teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting). Pencoblosan secara elektronik itu sudah diuji coba dalam pemilihan kepala desa di Kabupaten Jembrana, Bali, pada 2009. Hasilnya, e-voting menghemat anggaran pemilu sekitar 60 persen. Sembilan tahun lalu, Mahkamah Konstitusi juga sudah memutuskan bahwa e-voting adalah konstitusional dan dapat diterapkan dalam skala lebih luas.
Ketiga, KPU perlu memperbaiki manajemen kampanye agar semua kontestan pemilihan, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden, mendapat panggung. Perhatian publik selama masa kampanye Pemilu 2019 lebih banyak tertuju pada calon presiden dan wakil presiden. Padahal peranan legislator dan senator Dewan Perwakilan Daerah juga tak kalah penting dalam penyelenggaraan negara.
Pemilu serentak akan lebih mudah dilaksanakan jika KPU menyiapkan manajemen perhelatan ini secara lebih baik. Pemilih umumnya tidak terlalu kesulitan mencoblos berbagai jenis surat suara. Urusan manajemen pemilulah yang menjadi masalah dan perlu dibenahi.