Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Untung-Rugi Akuisisi Permata

Oleh

image-gnews
Permata Bank. TEMPO/Aditia Noviansyah
Permata Bank. TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

RENCANA akuisisi PT Bank Permata Tbk oleh PT Bank Mandiri Tbk perlu dijalankan dengan hati-hati. Konsolidasi ini memang bisa menguntungkan kedua bank, tapi pada saat yang sama bisa merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah dan nasabah.

Akuisisi tersebut sudah masuk tahap uji tuntas dan segera memulai negosiasi harga. Secara pembukuan, Bank Permata tergolong bank sehat. Asetnya tumbuh dari Rp 148 triliun pada 2017 menjadi Rp 152 triliun pada tahun lalu. Rasio kredit bermasalah atau NPL bruto turun dari 4,6 persen pada 2017 menjadi 4,36 persen pada tahun lalu. Rasio kecukupan modal pun cukup kuat, yakni 19,7 persen.

Pembelian bank swasta ini bisa menguntungkan Bank Mandiri. Bank pemerintah hasil peleburan Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia pada 1999 itu kehilangan posisinya sebagai bank terbesar di Indonesia sejak dua tahun lalu. Mandiri disalip sesama bank pelat merah, yakni Bank Rakyat Indonesia. Per Desember 2018, total aset Bank Mandiri mencapai Rp 1.202 triliun-masih di bawah BRI yang memiliki Rp 1.296 triliun. Sementara itu, pada periode yang sama Bank Permata memiliki aset sebesar Rp 152 triliun. Akuisisi ini bakal mendongkrak posisi Mandiri kembali ke pucuk.

Secara bisnis, akuisisi ini dapat meningkatkan kanal distribusi kredit Bank Mandiri. Selama ini, bank pelat merah tersebut berfokus pada kredit korporasi dan ingin menggenjot segmen konsumen. Namun sejauh ini Bank Mandiri baru kuat di kredit pemilikan rumah. Sedangkan Bank Permata cukup kuat di kredit konsumen secara umum.

Persaingan antarbank raksasa seperti ini akan memperkuat perbankan Indonesia, terutama menjelang berlakunya zona perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang untuk perbankan dimulai tahun depan. Akuisisi juga menjadi strategi untuk meningkatkan modal. Mulai Januari lalu, Kesepakatan Basel III berlaku penuh. Aturan internasional tersebut menuntut setiap bank menambah modal penyangga untuk mengantisipasi kerugian akibat pertumbuhan kredit yang berlebihan dan kerugian akibat krisis keuangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akuisisi pun sejalan dengan kerangka dasar sistem perbankan kita, yakni Arsitektur Perbankan Indonesia, yang mendorong konsolidasi perbankan. Dengan logika “lebih baik sedikit tapi kuat ketimbang banyak tapi bermodal kecil”, Indonesia masih memiliki terlalu banyak bank. Saat Arsitektur Perbankan diluncurkan Bank Indonesia pada 2004, jumlah bank mencapai 130. Kini, setelah 15 tahun, jumlahnya hanya turun menjadi 115 bank. Bandingkan dengan Malaysia yang cuma punya 26 bank. Menurut Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, Perbanas, jumlah ideal adalah 50-70 bank.

Namun kilau permata tidak selamanya indah. Rencana hengkangnya Standard Chartered Bank Plc dari Bank Permata harus dijadikan lampu kuning oleh Bank Mandiri. Grup perbankan yang bermarkas di London tersebut menjadi pemegang saham terbesar bersama PT Astra International Tbk, masing-masing 45 persen. Memang grup itu terbentur aturan kepemilikan tunggal karena juga memiliki saham di Standard Chartered Bank Indonesia. Namun ada sejumlah catatan merah di keuangan Permata yang mendorongnya melepas saham. Misalnya, kerugian Rp 6,48 triliun pada 2016. Pada tahun yang sama, rasio kredit bermasalah mereka mencapai 8,8 persen, jauh di atas batas aman 5 persen, dan membuat bank ini masuk pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Perbaikan di sana-sini tidak menggeser persepsi pemodal bahwa bank ini dalam kesulitan.

Bank Mandiri perlu mencermati lubang-lubang tersebut. Terlebih mengingat posisi Bank Permata sebagai salah satu bank swasta terbesar Indonesia. Berdiri sejak 2002 dari merger PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Artamedia, PT Bank Patriot, dan PT Bank Prima Ekspress, bank ini memiliki hampir dua juta nasabah. Termasuk bank umum kegiatan usaha III, Bank Permata tergolong bank berdampak sistemik berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Kesalahan penanganan bank sebesar itu bisa berbuntut panjang.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.