Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Demokrasi Egosentris

image-profil

image-gnews
Relawan Emak-emak Pro Demokrasi berdemo di depan gedung KPU, Jakarta, Ahad, 21 April 2019. Hasil quick count sejumlah lembaga survey menyebut Jokowi - Ma'ruf menang dengan angka berkisar 54-55 persen. TEMPO/M Taufan Rengganis
Relawan Emak-emak Pro Demokrasi berdemo di depan gedung KPU, Jakarta, Ahad, 21 April 2019. Hasil quick count sejumlah lembaga survey menyebut Jokowi - Ma'ruf menang dengan angka berkisar 54-55 persen. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

Fahrul Muzaqqi
Penulis buku Diskursus Demokrasi Deliberatif di Indonesia

Di samping sebagai ajang suksesi kepemimpinan nasional, perhelatan Pemilihan Umum 2019 dapat pula dipandang sebagai gambaran mutu demokrasi kita. Demokrasi liberal yang bertumpu pada proses elektoral telah menjadi warna dominan demokrasi kita. Ketika berkolaborasi dengan semangat kapitalisme ekonomi, yang ditunjang dengan perangkat teknologi informasi, ternyata yang terjadi mengarah pada tatanan masyarakat politik (demos) berdimensi satu, yakni masyarakat egosentris.

Baca Juga:

Kebebasan sebagai fondasi ideologis bertumpu pada individu untuk menentukan pilihan-pilihan hidup. Di dalamnya terkandung semangat utilitarianisme. Tujuan utamanya adalah sebanyak mungkin kemanfaatan untuk sebanyak mungkin rakyat, sekaligus sesedikit mungkin risiko. Namun, dalam praktiknya, tujuan itu tertumbuk pada sejumlah kontroversi.

Konsep kebebasan itu dimanifestasikan dalam proses pencalonan ataupun pemilihan wakil rakyat, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. Namun tidak ada jaminan bahwa motif seorang politikus yang mencalonkan diri itu untuk kepentingan rakyat. Bisa saja ia bercampur dengan motif merebut posisi strategis atau menggemukkan pundi-pundi kekayaan.

Di sisi lain, seorang pemilih bisa saja menjatuhkan pilihannya dengan berbagai pertimbangan, seperti pertimbangan material, sentimen primordial, kedekatan ideologi, hingga tawaran visi-programatik. Tak ada keharusan bagi seseorang untuk mendasarkan pilihannya hanya pada satu pertimbangan tertentu; visi-misi-program, misalnya. Kebebasan utilitarian itu mudah tergelincir menjadi pemaksimalan keuntungan sekaligus peminimalan kerugian.

Di tataran elite, kontestasi politik diandaikan analog dengan praktik dagang. Pemilih, yang dipandang sebagai konsumen, mengkonsumsi isu-isu yang direproduksi dalam proses kampanye. Namun tidak selalu barang yang dibeli dengan kemasan bagus memiliki kualitas yang baik bagi kesehatan politik pemilih.

Di sinilah praktik dan manipulasi data, fitnah, ataupun ujaran kebencian mendapatkan angin segar. Ibarat "tumbu ketemu tutup", logika produsen bersesuaian dengan logika konsumen. Pemilih yang berkesadaran politik relatif rendah dengan mudah terbawa arus sentimentalisme politik. Tanpa sadar, mereka mengabaikan prinsip toleransi, deliberasi, dan tanggung jawab moral untuk menjaga keutuhan bangunan berbangsa dan bernegara. Mereka lebih mementingkan egosentrisme primordial ataupun kompensasi material.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena post-truth lantas menjadi arus utama. Bukan mencari titik temu kebenaran, melainkan hanya menebalkan pembenaran. Asumsi bahwa kebebasan dan kesetaraan dijamin seluas-luasnya di ruang publik virtual ternyata tidak sepenuhnya valid. Ia dikendalikan oleh rumus-rumus algoritma ketika orientasi dan preferensi orang dapat direkayasa dan diarahkan sedemikian rupa. Demokrasi, dalam hal ini, dibanjiri oleh polusi informasi yang dangkal, penuh prasangka, dan tidak jarang kontraproduktif bagi peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri.

Prinsip kebermanfaatan untuk sebanyak mungkin rakyat, sebagaimana tujuan utilitarianisme, ternyata mengerucut pada kelompok-kelompok oligarki atas nama akumulasi keuntungan. Demokrasi lalu menyempit maknanya sekadar sebagai akumulasi suara menjadi kursi, praktik konsesi dan kompensasi politik (dari transaksi proyek-proyek pemerintahan hingga praktik politik uang), pemenuhan hasrat kuasa dan kekayaan, hingga akal-akalan aturan hukum.

Namun konsolidasi demokrasi di Tanah Air tidak boleh dipandang muram dan pesimistis. Struktur kesadaran egosentris politik perlu direfleksikan dan diorientasikan kembali. Demokrasi secara mendasar menekankan semangat rakyat (demos) sebagai tujuan. Adapun politik dimaknai sebagai pengedepanan altruisme (publik) dibanding egosentrisme.

Paradigma demokrasi yang pemilu-sentris seharusnya direntangkan lebih jauh, yakni revitalisasi demokrasi partisipatoris untuk mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara dari satu pemilu menuju pemilu berikutnya. Secara kelembagaan, hal ini dapat diwujudkan dengan kerelaan untuk mengurangi sebagian egosentrisme dengan membuka ruang partisipasi yang lebih luas demi mencerdaskan kehidupan politik.

Partisipasi luas dalam proses perumusan kebijakan akan lebih menentukan masa depan demokrasi kita. Problem inilah sebenarnya yang masih menjadi kelemahan, terutama dalam pelembagaan demokrasi kita hari ini. Ia sekaligus menjadi semacam "kontrak politik berjalan" antara wakil dan terwakili. Revitalisasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan kiranya dapat menjadi jawaban untuk menggeser watak demokrasi kita, dari mono-dimensi menjadi multi-dimensi, karena melibatkan lebih banyak kepala dalam mencapai mufakat kebijakan.

Sementara itu, penyemaian nilai-nilai demokrasi juga tak kalah penting. Perihal ini agaknya perlu dipandang lebih hati-hati. Dalam praktiknya, klaim atas nilai demokratis tertentu, kebebasan, misalnya, oleh suatu kelompok dapat memunculkan ketegangan bagi kelompok lain. Maka, tantangan mendasar terletak pada kerelaan untuk mengurangi egosentrisme, yakni kesediaan untuk mendengarkan, memahami, dan berdiskusi dengan pihak yang berbeda pikiran demi menjaga integrasi sosial kehidupan berbangsa.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


19 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

25 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.