Pemerintah perlu mempercepat pembagian lahan demi mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi. Sasaran utama kebijakan reforma agraria ini justru terabaikan. Sejauh ini pemerintah baru menggencarkan legalisasi tanah lewat pembagian sertifikat.
Legalisasi tanah memang menjadi salah satu program reforma agraria. Hanya, sertifikasi menjadi kurang esensial lantaran tidak terjadi redistribusi aset. Sertifikasi tanah sudah lama pula menjadi program pemerintah yang dijalankan Badan Pertanahan Nasional. Urusan yang jauh lebih penting adalah membagikan tanah negara yang telantar kepada rakyat. Tujuannya supaya tanah itu bisa menjadi produktif dan penerima lahan menjadi lebih sejahtera.
Pemerintah terkesan tidak siap melaksanakan reforma agraria. Padahal pembagian tanah merupakan program andalan Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden 2014. Janji kampanye ini sulit diwujudkan karena Presiden Jokowi pun telat menyiapkan landasan hukum. Setelah empat tahun memerintah, ia baru menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria pada September lalu.
Perpres itu mengatur secara rinci konsep pembagian lahan. Tapi pelaksanaannya tentu tidak bisa dalam hitungan bulan. Jangan heran jika kebijakan reforma agraria selama ini masih amburadul. Menurut lembaga nirlaba Konsorsium Pembaruan Agraria, selama empat tahun pemerintahan Jokowi baru 785 ribu hektare lahan yang sudah diredistribusi. Angka ini jauh dari target redistribusi lahan yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 seluas 4,5 juta hektare.
Redistribusi pun hanya berasal dari lahan hak guna usaha (HGU) yang tidak diperpanjang dan ditelantarkan perusahaan. Ihwal pembagian lahan dari pelepasan kawasan hutan yang direncanakan 4,1 juta hektare, realisasinya masih nol.
Pemerintah perlu memastikan konsep yang telah dituangkan dalam perpres itu bisa terlaksana dan tepat sasaran. Pembagian tanah amat penting demi menolong petani yang memiliki sedikit lahan atau tidak punya sama sekali. Sesuai dengan Perpres Reforma Agraria, tak cuma buruh tani dan petani penggarap yang menjadi sasaran kebijakan ini, tapi juga nelayan miskin dan para petambak kecil. Mereka pun akan diberi akses untuk mendapatkan modal dan pelatihan supaya bisa memanfaatkan lahan secara maksimal.
Kebijakan yang mulia itu memerlukan koordinasi banyak kementerian untuk menyediakan lahan yang bisa dibagikan. Proses pelepasan tanah bekas hutan perlu dipercepat. Pemerintah pun harus mencari solusi untuk mengatasi keterbatasan tanah bekas HGU.
Persediaan tanah bekas HGU amat terbatas karena pengusaha selama ini bisa memperpanjang masa berlaku hak ini berkali-kali. Pemerintah perlu menyiapkan aturan yang jelas mengenai luas maksimum HGU dan jangka waktu pemakaian lahan, agar ada kepastian hukum, dan kalangan pengusaha juga tidak dirugikan.
Hanya dengan persiapan yang lebih matang, urusan pembagian lahan yang menjadi program reforma agraria bisa dilaksanakan.