Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kebeneran

image-profil

Oleh

image-gnews
Patung Jenderal Soedirman yang berada di kawasan wisata sejarah Monumen Nasional Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bukit Gandrung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Rabu (21/07). Tempo/ISHOMUDDIN
Patung Jenderal Soedirman yang berada di kawasan wisata sejarah Monumen Nasional Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bukit Gandrung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Rabu (21/07). Tempo/ISHOMUDDIN
Iklan

Tiap kali berdiri di depan sebuah monumen yang gagah, saya merasa ada yang hilang di sana. Bangunan itu terasa hanya sebuah ikhtisar.

Hari itu, di sebuah kota Jawa Tengah, saya berjalan di sekitar patung Jenderal Sudirman yang tegak di atas kuda, dikelilingi pohon-pohon genitri. Sesuatu dalam auranya mencoba jadi bagian yang kekal yang nyaris tergusur lalu lintas di kota yang berubah itu. Seseorang mengatakan, dari pohon-pohon itu ada buah kecil yang bisa disusun jadi tasbih, untuk berdoa. Yang transenden, tampaknya, menyusup di antara deretan biji….

Tapi yang transenden, yang melampaui batas ruang dan waktu, mungkin sebuah imajinasi; khususnya di bangunan itu. Monumen ini juga bagian dari imajinasi kita.

Imajinasi-mungkin sekaligus "sejarah".

Tiap kali orang berbicara tentang "sejarah", saya bayangkan sebuah perjalanan panjang. Para pencatatnya-seperti Hegel dan Marx-sering melihat di sana terbentang jalan-jalan besar Kebenaran: dari penindasan ke kemerdekaan, dari jahiliah ke pencerahan (atau sebaliknya).

Tapi benarkah? Seperti monumen, sejarah yang dikisahkan adalah sebuah ikhtisar. Semakin lama saya hidup, semakin sadar saya bahwa ada yang lain di samping itu: kita hidup bukan di jalan raya Kebenaran; kita hidup di lorong dan tikungan Kebetulan.

Sejarah tak punya Peta Google. Peta itu bertolak dari asumsi bahwa semua hal bisa diketahui-dan memang meyakinkan: nun jauh tinggi di langit, satelit memantau dan merekam. Dengan itu manusia telah memenuhi hasratnya untuk serba melihat, dan "melihat" sama artinya dengan "tahu".

Tapi sesungguhnya kita tak melayang di sebuah drone. Kita berjalan, terkadang dengan kasut tipis, tak jarang dengan kacamata buruk. Tapak kita akan bertemu dengan yang tak dipaparkan Peta Google: lubang di aspal, benjolan di perempatan, parit yang luber airnya, tumpukan tahi kerbau, dan hal-hal yang mendadak melintang. Kita juga bisa tersesat bukan karena peta yang salah, melainkan karena cara kita membaca keliru.

Manusia dirundung rasa cemas. Ada "kerisauan epistemik" terus-menerus, terusik hal-ihwal, dan orang menenteramkan diri dengan menyederhanakan narasi, melempangkan jalur, memotong bagian yang dianggap berlebih-meskipun mungkin sebenarnya tidak. Dalam kerisauan itu disusun sebuah bangunan theori, atau filsafat, tentang apa yang bermula, apa yang berproses, apa yang jadi ujung: sebuah jalan Kebenaran. Dengan itulah Hegel dan Marx bisa mengasumsikan ada "akhir sejarah", ketika ikhtiar manusia berakhir, sebab yang dihasratkan terpenuhi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jalan Kebenaran macam itu bisa memukau-sampai kita sadar: dalam "kecemasan epistemik", manusia mencoba menghindari yang tak terduga, dengan cara melembagakan mithos ke-serba-tahu-an. Bukan saja tentang waktu yang menggerakkan sejarah, tapi juga tentang ruang.

Pernah, dibangun "panoptikon": sebuah teknologi pengawasan (tentu saja untuk "tahu"), gagasan pemikir Inggris Jeremy Bentham di akhir abad ke-18, guna memantau gerak-gerik seantero penghuni penjara tanpa mereka sadar bahwa mereka diawasi. Ide ini tak terlaksana, tapi jadi thema penting dalam novel Orwell terkenal, 1984: kisah sebuah kekuasaan totaliter yang tiap detik menguntit kata dan langkah rakyatnya ke mana saja.

Ya, manusia ingin menggantikan Tuhan, bukan sebagai yang Maha-Akrab, tapi yang Maha-Melihat. Orang Jawa menghilangkan rasa cemas mereka dengan kalimat "Gusti Allah ora sare", "Tuhan tidak tidur". Ini juga keyakinan bahwa Kebetulan, atau yang tak terduga, atau yang baru, tak pernah ada. Semua sudah ditebak.

Bagi saya itu ketakaburan-meskipun tak diakui. Mungkin juga kekerasan: untuk mengukuhkan bahwa "kami, mengikuti Tuhan, sudah tahu, kami serba tahu" dengan peta jalan Kebenaran orang memangkas segala yang tak dianggap sesuai dengan narasi yang diakui.

Di akhir 1990-an James Scott menulis Seeing Like a State, sebuah telaah yang cemerlang tentang politik dan sejarah. Scott memaparkan bagaimana Negara-bangunan politik yang pernah disebut sebagai "monster yang terdingin" itu-merencanakan masa depan. Di Jerman, di abad ke-19, diterapkan "kehutanan ilmiah". Pokok-pokok pinus dan cemara ditanam serentak, seragam, sejenis. Di meja ruang-ruang jawatan, tilikan "ilmiah" merasa "tahu" hutan itu seisinya-seraya mengabaikan serangga, mamalia, dan burung-burung. Dua abad yang lalu itu orang belum sadar bahwa keanekaragaman hayati perlu agar hutan mendapatkan "gizi" yang kaya. Dan "kehutanan ilmiah" pun berakhir dengan Waldsterben, kematian hutan-hutan.

Jalan Kebenaran yang lempang telah membangun sebuah ekologi yang diringkus-tendensi yang tak hanya berlaku dalam pengelolaan pepohonan. Dan tak hanya di Jerman abad ke-18. Negara modern dibangun dengan menyederhanakan pelbagai hal agar mudah dikuasai: klasifikasi penduduk, penyeragaman ekonomi dengan uang-hingga terbentuk semacam abridged map, "peta yang diringkas".

Seperti di depan monumen sejarah, ada yang hilang di sana: hidup yang sesungguhnya tak bisa diikhtisarkan. Kebeneran (sebagai antithesis bagi Kebenaran) tak diakui, surprise dibungkam, dan yang baru dianggap menyimpang.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.