KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Februari lalu menangkap kapal ikan ilegal yang pernah dibekuk pada Agustus 2017. KM KHF 1980 berbendera Malaysia itu kembali beroperasi tanpa izin setelah dilelang oleh Kejaksaan Negeri Belawan, Medan, Sumatera Utara. Kejadian tersebut mengisyaratkan adanya kekeliruan yang mesti segera diperbaiki dalam penanganan kapal sitaan.
Pencurian ikan di laut Indonesia telah berlangsung lama. Setiap tahun disinyalir ribuan kapal ikan asing dengan berbagai ukuran beroperasi secara ilegal di perairan kita. Menurut hitungan KKP, kerugian negara akibat pencurian ikan mencapai lebih dari Rp 60 triliun per tahun. Kapal ilegal juga berbahaya bagi ekosistem laut karena sering kali menggunakan alat tangkap terlarang, seperti trawl atau pukat harimau. Bahkan ada yang memakai bom. Akibatnya, bukan cuma ikan dewasa yang terjaring atau mati, tapi juga ikan kecil, terumbu karang, dan biota laut lain.
Karena itu, langkah tegas yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sejak 2014 sudah tepat. Dia membekukan izin kapal asing yang diragukan dan meminta mereka melakukan registrasi ulang. Kapal yang membangkang dan tertangkap, ia tenggelamkan atas izin pengadilan. Sebanyak 448 kapal telah dikaramkan hingga Agustus tahun lalu.
Menyusul langkah keras itu, kapal-kapal ilegal minggir, kembali ke negaranya atau melakukan registrasi ulang. Penjarahan ikan jauh berkurang. Sebaliknya, produksi perikanan tangkap naik dalam lima tahun terakhir dari 6 juta ton menjadi 7 juta ton per tahun. Sejalan dengan itu, produk domestik bruto sektor perikanan melonjak dari Rp 245 triliun pada 2014 menjadi Rp 349 triliun pada 2017.
Tapi, beberapa bulan terakhir, aktivitas pencurian ikan kembali meningkat. Sejak Januari lalu sekitar 30 kapal tertangkap menjarah ikan. KKP menduga banyak di antara kapal pencoleng itu merupakan bahtera eks sitaan yang jatuh ke tangan pemilik lama dengan harga murah lewat lelang. KM KHF 1980, misalnya, dilepas oleh Kejaksaan Negeri Belawan pada akhir 2017 hanya seharga Rp 1,3 miliar, padahal ditaksir bernilai Rp 3 miliar.
Seharusnya pemerintah mempertahankan kebijakan Menteri Susi menenggelamkan kapal ilegal, yang terbukti berhasil meredam pencurian. Hal ini diperbolehkan oleh Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 76A, asalkan dengan persetujuan ketua pengadilan negeri.
Tentu saja melelang kapal sitaan tidak dilarang. UU Perikanan Pasal 76C membolehkan hal itu dilakukan. Negara mendapat pemasukan dan perikanan tangkap kita akan diuntungkan oleh armada kapal tangkap yang berbobot rata-rata di atas 50 gross ton. Tapi lelang mesti dilakukan dengan benar: transparan, tidak boleh diikuti pemilik lama, dan pemenang lelang wajib mengurus izin penangkapan yang sah bagi kapal tersebut.
Di luar itu, operasi dan pengawasan di laut perlu ditingkatkan terus-menerus. Laut kita amat luas dengan pintu masuk-keluar yang banyak pula. KKP mesti mempererat kerja sama dengan instansi lain, terutama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut serta Polisi Air.