Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wacana Hampa Negara Islam

image-profil

image-gnews
Calon Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto berpose dengan anggota group musik Gambus, Sabyan di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 8 Maret 2019. Saat berada di atas panggung bersama Prabowo, Nissa Sabyan juga mengajak Prabowo untuk menyanyi bersama, tetapi Prabowo menolak dengan alasan suaranya jelek. Dok Istimewa
Calon Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto berpose dengan anggota group musik Gambus, Sabyan di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 8 Maret 2019. Saat berada di atas panggung bersama Prabowo, Nissa Sabyan juga mengajak Prabowo untuk menyanyi bersama, tetapi Prabowo menolak dengan alasan suaranya jelek. Dok Istimewa
Iklan

Reza Syawawi
Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Ada sebagian pihak yang mempertanyakan masa depan Indonesia jika Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden. Kekhawatiran itu terutama terkait dengan adanya kemungkinan gerakan Islam politik yang akan berujung menjadi perjuangan parlementer atas negara Islam. Ini tentu sangat dapat dipahami, mengingat Prabowo dianggap sangat dekat dengan kelompok konservatif atau populis kanan dalam meraih simpati dari mayoritas pemilih beragama Islam, meski di sisi lain Joko Widodo, pesaingnya, sebenarnya juga menggandeng Ma’ruf Amin, yang disebut sebagai tokoh konservatif, sebagai calon wakilnya.

Baca Juga:

Kekhawatiran itu muncul di kalangan minoritas dan nonmuslim. Sejumlah pihak mengklaim bahwa kelompok-kelompok seperti Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF), atau bahkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang cenderung ekstrem, kini ada di barisan Prabowo. Apalagi tokoh seperti Rizieq Shihab, misalnya, adalah bagian dari gerbong politik Prabowo.

Lantas, jika Prabowo terpilih menjadi presiden, apakah ketakutan dari kelompok minoritas ini akan terjadi?

Pertama-tama, kekhawatiran tersebut memang sangat beralasan, terutama setelah gelombang demonstrasi besar pada 2016 yang menuntut pengusutan kasus penistaan agama Islam oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Namun, jika melihat latar belakang Prabowo dan kepribadiannya, hal tersebut sulit terjadi karena akan sangat bertentangan dengan kepribadian sang jenderal, yang notabene adalah sosok sekuler. Apalagi konteks populisme kanan Prabowo adalah sebuah strategi politik, bukan identitas. Jati diri Prabowo, sebagaimana latar belakang keluarga dan pendidikannya, pun memang tidak memiliki kesamaan dengan kelompok populis kanan yang memanfaatkan ketokohan Prabowo.

Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, pernah menegaskan menjelang pemilihan presiden 2014 bahwa keluarga mereka mempunyai latar belakang dan keyakinan yang berbeda. Hashim menyebutkan bahwa ibu mereka, Dora Sigar, adalah seorang Kristen, sama seperti dirinya. Sedangkan Prabowo adalah muslim, sama seperti ayah mereka, Sumitro Djojohadikusumo. Adapun kakak Prabowo ada yang beragama Katolik, bahkan ada sepupu Prabowo yang menikah dengan seorang Yahudi.

Prabowo juga mengenyam pendidikan ala Barat. Bahkan Harold Crouch dalam Political Reform in Indonesia After Soeharto menyebut keluarga Prabowo sebagai elite kota pascakolonial dengan pendidikan ala Belanda. Latar belakang ini tentu saja membuat citra Islami sedikit-banyak tidak terlihat dalam diri Prabowo. Hal itu juga akan sangat mempengaruhi pandangan-pandangan politik Prabowo saat ini terhadap Islam dan pluralisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi, kedudukan Prabowo dengan kelompok Islam konservatif bisa dikatakan hanya sebatas kepentingan politik. Sosok Prabowo, yang digambarkan lebih Islami, tampaknya hanya identitas yang dikonstruksi untuk kepentingan politik.

Namun segala kemungkinan memang bisa terjadi, apalagi dalam politik. Yang jelas, jika memperhatikan beberapa aspek tadi, adanya kemungkinan Prabowo mendirikan negara Islam akan sulit terwujud. Jika aspirasi seperti itu muncul, saya kira, akan ada ketegangan politik di antara para pendukung sang jenderal. Pasalnya, ada dua kubu dalam koalisi Prabowo, yakni kelompok Islam konservatif yang mendukung Prabowo karena menginginkan negara Islam, dan pendukung inti Prabowo, yang sudah bersama Prabowo dari awal karier politiknya, yang sangat liberal dan sekuler.

Prabowo tentu sadar bahwa dia harus mengendalikan kelompok konservatif yang kini menjadi kendaraan politiknya. Namun, di sisi lain, dia yang sekuler tentu tidak akan membiarkan kelompok konservatif mengambil kendali untuk ambisi politik mereka. Keuntungan lain bagi Prabowo adalah adanya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di kubunya. Keduanya selama ini tak pernah terbukti ingin mewujudkan negara Islam.

Meski Amien Rais, pendiri PAN, bersikap sangat keras terhadap penguasa, dia tak pernah terdengar punya tendensi ke arah negara. Apalagi PAN dengan jelas dikonstruksikan sebagai partai sekuler saat didirikan oleh Amien. Kini di tangan Zulkifli Hasan pun posisi PAN masih sama, yakni sebagai partai tengah.

Sementara itu, PKS, meski sering diasosiasikan dengan partai yang sangat militan dalam mengusung Islam, tak pernah menyampaikan secara formal hendak mendirikan negara Islam. Terbukti, saat Jawa Barat dipimpin oleh Ahmad Heryawan, kader PKS, tak ada ketakutan terkait dengan ancaman Islam politik di provinsi itu. Begitu pula dengan Sumatera Barat, yang dipimpin oleh gubernur asal PKS, Irwan Prayitno.

Jadi, suara-suara yang ingin mendirikan negara Islam dan berdiri di belakang Prabowo saat ini ataupun nanti jika Prabowo terpilih, akan dengan sendirinya kembali pada kepentingan politik praktis. Bahkan, saya kira, Prabowo sangat sadar jika ide negara Islam diberi ruang yang besar, mayoritas muslim di Indonesia akan serta-merta menolaknya. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan lainnya adalah organisasi-organisasi besar yang akan menentang ide tersebut. Dan yang lebih fundamental lagi, konsep tersebut akan berbenturan dengan konstitusi, yang notabene sangat dihormati dan dipatuhi oleh Prabowo.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


19 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

25 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.