Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Deklarasi Damai Bermasalah di Talangsari

image-profil

image-gnews
Sejumlah korban peristiwa Talangsari 1989 membentangkan spanduk saat melakukan audiensi di gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin, 4 Maret 2019. Kedatangan mereka ke Komnas HAM untuk mengadukan deklarasi damai yang dilakukan oleh Menkopolhukam Wiranto dan beberapa pejabat lokal di Lampung. Mereka menyatakan deklarasi itu tanpa melibatkan korban. TEMPO/M Taufan Rengganis
Sejumlah korban peristiwa Talangsari 1989 membentangkan spanduk saat melakukan audiensi di gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin, 4 Maret 2019. Kedatangan mereka ke Komnas HAM untuk mengadukan deklarasi damai yang dilakukan oleh Menkopolhukam Wiranto dan beberapa pejabat lokal di Lampung. Mereka menyatakan deklarasi itu tanpa melibatkan korban. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

Nisrina Nadhifah Rahman
Staf Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

Sebuah “deklarasi damai” terhadap peristiwa Talangsari 1989 dilakukan pada 20 Februari 2019 oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan bersama Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lampung Timur. Deklarasi ini merusak prinsip-prinsip pemenuhan hak-hak korban pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) berat dan sarat akan kepentingan politik.

Deklarasi ini ditandatangani oleh jajaran Pemerintah Daerah Lampung Timur, termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung Timur, Wakil Bupati Lampung Timur, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Kepala Kepolisian Resor Lampung Timur, Komandan Distrik Militer 0429 Lampung Timur, Kepala Pengadilan Negeri Sukadana Lampung Timur, Camat Labuhan Ratu, Kepala Desa Rajabasa Lama, tokoh masyarakat Talangsari, Ketua Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran HAM, serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Dalam pertemuan tersebut, Tim Terpadu secara sepihak membuat pernyataan “deklarasi damai” terhadap Tragedi Talangsari, yang terjadi 30 tahun lalu. Padahal para korban peristiwa Talangsari tidak dilibatkan dan tidak dimintai masukannya ihwal upaya-upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk menuntaskan persoalan ini.

Pertemuan itu juga hanya terkesan sebagai “akal-akalan” politik, yang seolah-olah dilakukan guna menyelesaikan peristiwa Talangsari melalui jalur non-yudisial tanpa akuntabilitas dan proses pengungkapan kebenaran, serta akses terhadap keadilan dan pemulihan bagi korban dan keluarga korban.

Peristiwa Talangsari adalah serangan aparat keamanan kepada Jemaah Warsidi, yang dituduh ingin mendirikan negara Islam di Indonesia, di Dusun Talangsari, Provinsi Lampung, pada 7 Februari 1989. Pada Juli 2008, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melalui laporan penyelidikan pro justitia-nya, menyimpulkan bahwa paling sedikit 130 orang telah dibunuh di luar hukum oleh aparat militer; paling sedikit 53 orang ditahan secara semena-mena dan mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya; dan paling sedikit 77 orang diusir paksa dari kampungnya.

Penyelidikan Komnas HAM juga menyimpulkan bahwa peristiwa Talangsari memenuhi definisi “pelanggaran HAM berat” di bawah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Maka proses penyelesaian tragedi ini serta cara-cara pemenuhan hak-hak korban dan keluarga harus mengikuti aturan perundang-undangan yang menaunginya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Deklarasi damai itu setidak-tidaknya memiliki tiga masalah. Pertama, legitimasi Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran HAM bentukan Kementerian untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat, khususnya peristiwa Talangsari, tidak memiliki alas hukum dan cenderung bertentangan dengan Undang-Undang Pengadilan HAM.

UU itu tidak memuat sedikit pun wewenang Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Kewenangan itu dimandatkan kepada Komnas HAM sebagai penyelidik, Kejaksaan Agung sebagai penyidik dan penuntut, serta Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemberi rekomendasi kepada presiden untuk membentuk Pengadilan HAM melalui Keputusan Presiden.

Kedua, deklarasi itu tidak memiliki dasar hukum untuk memberikan kualitas keadilan dan pemenuhan hak-hak korban dan keluarga. Ketiga, ketiadaan iktikad baik dari Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk kasus Talangsari, dan malah terlibat dalam jalan pintas bertajuk “deklarasi damai” yang tidak sesuai dengan koridor hukum.

Sikap Kejaksaan ini tampak dari pengurusan sembilan berkas pelanggaran HAM berat yang bolak-balik antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM selama belasan tahun. Pada 27 November 2018, Kejaksaan kembali mengembalikan sembilan berkas tersebut kepada Komnas HAM, tapi lagi-lagi pengembalian berkas-berkas tersebut tanpa disertai petunjuk baru yang bisa digunakan oleh Komnas HAM untuk memperkuat hasil penyelidikan pro justitia, termasuk peristiwa Talangsari.

Jika pemerintah betul-betul serius ingin memulihkan dan memenuhi hak-hak dasar korban, seharusnya para korban yang diutamakan dan dilibatkan secara partisipatif dalam proses merumuskan langkah-langkah pemenuhan hak-hak korban, seperti hak atas rehabilitasi, pendidikan, memorialisasi, dan kesehatan. Bukan malah peran aktif dan kontribusi mereka ditiadakan dan bahkan secara sepihak pemerintah membuat kemasan seremonial di atas penderitaan korban.

Pemenuhan hak-hak korban adalah elemen krusial dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.