Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tuan Tanah Lahan Raksasa

image-profil

image-gnews
Massa dalam Koalisi Antikorupsi Pertanahan (KAKP) menggelar unjuk rasa di gedung KPK, Jakarta, (11/2). Mereka melaporkan 12 korporasi dan kepala daerah ke KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin lahan di sejumlah daerah di Indonesia. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Massa dalam Koalisi Antikorupsi Pertanahan (KAKP) menggelar unjuk rasa di gedung KPK, Jakarta, (11/2). Mereka melaporkan 12 korporasi dan kepala daerah ke KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin lahan di sejumlah daerah di Indonesia. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

Dianto Bachriadi
Profesor Tamu di Pusat Kajian Asia Tenggara, Kyoto University, Jepang

Persoalan ketuan-tanahan (landlordism) dan penguasaan tanah skala raksasa muncul secara lebih terbuka sejak disebut dalam debat calon presiden putaran kedua. Namun di Indonesia sekarang ini yang sering disebut sebagai tuan tanah atau "pemilik" tanah dalam jumlah raksasa adalah badan usaha pemegang konsesi pengusahaan lahan, seperti untuk perkebunan dan pertambangan.

Konsesi-konsesi tersebut bukanlah hak kepemilikan atas tanah, melainkan hak terbatas untuk mengusahakan tanah dan sumber daya alam tertentu di tanah negara. Bentuknya beragam, seperti hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB), serta izin pengusahaan kawasan kehutanan (IUK) dan pertambangan (IUP), yang dalam beberapa kasus masih ada yang berbentuk kontrak karya. Mesti dicatat pula, IUK dan IUP (atau kontrak karya) bukanlah sejenis "hak atas tanah", melainkan hanya hak untuk mengelola sumber daya di satu area tertentu.

Tanah-tanah itu hanya dikuasai dalam satu waktu tertentu, jadi tidak dimiliki. Menurut konstitusi, tanah-tanah itu milik seluruh bangsa Indonesia dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Wewenang untuk mengaturnya ada pada negara.

Tapi benarkah kewenangan negara itu telah dijalankan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat? Berbagai kajian ilmiah dan proses persidangan menunjukkan banyak tanah negara merupakan hasil "rampasan" dari tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai dan dimiliki oleh rakyat setempat secara sosial dan budaya tapi belum didaftarkan dan memperoleh sertifikat. Inilah penyebab utama konflik agraria yang tidak berkesudahan.

Masalah lain, tanah-tanah dengan status hak guna, misalnya, bisa dipindah tangan alias diperjualbelikan, termasuk untuk dijadikan jaminan kredit di bank. Ini cukup aneh sebetulnya. Tanah itu sesungguhnya tanah pinjaman dari negara tanpa biaya, bukan sewa.

Lantas bagaimana mereka dapat memperjual-belikan atau menggadaikan sertifikat barang pinjamannya? Jika tidak mengikuti logika komodifikasi dalam cara produksi kapitalis, akan sulit memahaminya. Ini sebetulnya bentuk paling nyata dari akumulasi dengan cara pengambilalihan (Harvey, 2003).

Masalah lain adalah masa berlaku suatu hak guna. Hak guna usaha, misalnya, berlaku selama sekitar 25 tahun dan dapat diperpanjang. Hanya dengan sedikit usaha administrasi, pemegang HGU dapat menguasai tanah hingga 100 tahun dan mungkin lebih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dua masalah itu sudah menunjukkan bahwa tanah-tanah negara itu sudah nyaris menjadi "tanah hak milik". Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah agar keadilan agraria terwujud, landlordism berkurang, serta penguasaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat terjamin?

Pertama, tidak bisa tidak, tanah-tanah yang berstatus tanah negara tapi sudah dikuasai cukup lama oleh masyarakat dan secara sosial-budaya diakui oleh lingkungannya segera dikukuhkan kepemilikannya.

Kedua, kebijakan pembatasan penguasaan tanah dalam bentuk apa pun dijalankan secara konsisten dengan penegakan hukum yang juga tegas. Aturan mengenai hal ini sudah ada tapi kurang lengkap, khususnya untuk tanah-tanah perkotaan dan nonpertanian. Penguasaan tanah negara melalui berbagai macam hak guna dan hak usaha juga harus dibatasi secara tegas. Dengan begitu, nanti kita tidak lagi akan menemukan satu atau beberapa perusahaan besar yang menguasai tanah untuk perkebunan sawit hingga jutaan hektare, misalnya, tapi jutaan petani hanya melongo atau terpaksa membuka hutan lalu dikriminalisasi.

Ketiga, tanah-tanah negara yang dikuasai secara tidak aktif atau ditelantarkan karena berbagai alasan harus segera dicabut haknya. Unit-unit pencegahan korupsi harus mengendus sampai ke sini karena banyak praktik penentuan status lahan hak guna tanah yang dimanipulasi.

Keempat, seseorang atau badan hukum dibatasi untuk dapat menguasai tanah dalam jumlah yang melebihi ketentuan hukum, seperti untuk kegiatan pertanian dengan cara bagi hasil atau sewa lahan. Kesempatan harus juga diberikan kepada petani atau pihak lain yang sering kali harus kalah karena pasar kepenyakapan (land tenancy market) atau persewaan tanah sudah dikuasai oleh segelintir orang. Aturan mengenai hal ini sudah jelas tapi tidak lagi dijalankan.

Kelima, penghitungan mengenai ketimpangan penguasaan tanah. Pemerintah harus menghitung kebutuhan tanah untuk mengatasi ketimpangan itu dan membuat berbagai kebijakan untuk mencegah terjadinya rekonsentrasi. Setelah itu, baru diadakan redistribusi tanah negara kepada masyarakat setempat yang betul-betul memerlukan tanah atau yang menggantungkan hidupnya dari tanah.

Itulah langkah-langkah untuk membasmi landlordism. Kelimanya pada dasarnya sebagian dari kebijakan reforma agraria yang dibutuhkan Indonesia saat ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.