Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Angka dan Rasa Kesejahteraan

image-profil

image-gnews
Angka dan Rasa Kesejahteraan
Angka dan Rasa Kesejahteraan
Iklan

Ronny P. Sasmita
Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia

Perdebatan tentang apakah kondisi ekonomi lebih baik atau tidak memang lazim terjadi, apalagi pada masa pemilihan umum seperti saat ini. Kubu penguasa tentu akan mengklaim semuanya baik-baik saja. Sedangkan kandidat penantang akan berteriak sebaliknya, bahwa ekonomi tidak dalam keadaan baik dan perlu perubahan-perubahan signifikan. Untuk menanggapinya, pemerintah selalu mengedepankan data statistik untuk menggambarkan kondisi riil ekonomi. Dengan kata lain, mempertontonkan capaian-capaian pemerintah selama beberapa tahun terakhir dalam bentuk angka-angka dianggap sebagai cara yang ampuh untuk menjawab apakah kondisi saat ini sedang baik-baik saja atau tidak.

Sebut saja, misalnya, para menteri dan pejabat di pemerintahan saat ini. Mereka kerap membanggakan angka pertumbuhan ekonomi melalui skala produk domestik bruto (PDB)yang stabil di level 5 persen. Tak lupa ditambahkan pula angka-angka lain, seperti tingkat kemiskinan yang turun ke level 9,82 persen. Untuk menyebut angka kesenjangan semakin membaik, pemerintah juga acap menggunakan indeks rasio gini yang sudah berada di level 0,389 sebagai jawaban.

Perlu diakui bahwa memang angka-angka tersebut boleh jadi bukan sepenuhnya tipu daya pemerintah kepada masyarakat. Namun pemerintah juga tidak boleh menutup mata bahwa banyak juga yang secara pribadi merasa bahwa kondisi ekonomi tidak sepenuhnya berjalan layaknya angka-angka positif milik pemerintah.

Angka-angka dalam indikator ekonomi memang kerap menjadi tolok ukur kesuksesan ekonomi dan kebijakan di suatu negara. Namun, sebagaimana pernah ditulis oleh kolumnis terkemuka Fareed Zakaria, telah terjadi hegemoni intelektual di dalam angka-angka tersebut, sehingga indikator ekonomi berupa angka-angka itu kemudian diterima dan digunakan di seluruh dunia. "The End of Economics?", demikian judul yang digunakan oleh Fareed Zakaria dalam tulisannya di laman Foreign Policy untuk menyebut hegemoni intelektual di balik penggunaan angka-angka indikator ekonomi tersebut. Zakaria menyoroti bagaimana angka-angka ekonomi telah lama menjadi hegemoni intelektual yang mempengaruhi seluruh agenda kebijakan di hampir seluruh negara di dunia. Meski begitu, menurut dia, belakangan secara perlahan kecenderungan tersebut mulai bergeser, terutama setelah krisis yang terjadi pada 2008.

Baca Juga:

Memang ada kecenderungan bahwa para ahli ekonomi terlalu berfokus pada angka-angka dan mengabaikan kenyataan. Umumnya, para ekonom berasumsi bahwa manusia adalah aktor rasional yang menelan angka-angka positif sebagai sumber kebahagiaan bersama. Namun terbukti bahwa asumsi tersebut tak jarang berujung pada kesalahpahaman dan berakhir dengan prediksi yang buruk. Tentu perlu diakui bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dianggap benar-benar salah. Namun krisis demi krisis yang terjadi menggambarkan bahwa angka-angka seperti itu bisa saja salah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal yang demikian pernah diungkapkan, misalnya, oleh Lorenzo Fioramonti. Ia mengambil lokus pada angka produk domestik bruto. Menurut Fioramonti, kenaikan PDB kerap tidak sejalan dengan kenaikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Jadi, kenaikan PDB boleh jadi tidak berpengaruh sepenuhnya pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Idealnya, ketika pertumbuhan ekonomi naik, kebahagiaan dan kepuasan masyarakat juga ikut naik. Namun hal tersebut nyatanya tidak selalu terjadi.

Fenomena tersebut digambarkan oleh Richard Easterlin dalam konsep Paradoks Easterlin. Easterlin menggambarkan bahwa, seiring waktu, kebahagiaan masyarakat tidak melulu bergerak dalam tren naik manakala pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi tidak melulu menjadi ukuran dari kebahagiaan masyarakat. Aspek kebahagiaan dan kepuasan yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah kesejahteraan subyektif. Unsur yang dapat digunakan untuk mengukurnya meliputi kebahagiaan, kepuasan hidup, dan kualitas kehidupan.

Salah satu gambaran paling nyata yang digunakan oleh Easterlin adalah ketika ia menyoroti pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh Cina. Selama dua dekade, angka PDB di negara tersebut mengalami kenaikan yang cukup drastis, tapi kepuasan hidup masyarakatnya ternyata tidak ikut terangkat. Baik Fioramonti maupun Easterlin memang hanya berfokus menyoroti pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan PDB. Namun, jika melihat banyak fenomena, sebenarnya angka-angka lain yang terkait dengan indikator ekonomi makro bisa saja tidak memiliki pengaruh kepada kesejahteraan subyektif masyarakat.

Pada titik ini terlihat ada jarak antara angka-angka yang dikemukakan oleh pemerintah dan kondisi riil dari kesejahteraan subyektif masyarakat. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi dan capaian-capaian lainnya tidak sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. Dalam konteks tersebut, unsur ketidakrasionalan yang diungkapkan oleh Fareed Zakaria tampak muncul pada sebagian masyarakat. Memang, unsur tersebut tidak bisa dihitung atau diukur secara kuantitatif dan dalam kadar tertentu dapat dianggap sebagai sesuatu yang subyektif. Namun bukan berarti unsur tidak rasional tersebut bisa dipandang remeh dan tampaknya ranah itulah yang sering dijadikan lahan agregasi aspirasi oleh lawan politik penguasa.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

15 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


17 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

23 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

27 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

42 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

43 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.