Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Imlek

image-profil

Oleh

image-gnews
Suasana Wihara Kim Tek Ie alias Dharma Bakti menjelang imlek, Jalan Kemenangan III, Glodok, Jakarta Barat pada Jumat, 1 Februari 2019. TEMPO/Lani Diana
Suasana Wihara Kim Tek Ie alias Dharma Bakti menjelang imlek, Jalan Kemenangan III, Glodok, Jakarta Barat pada Jumat, 1 Februari 2019. TEMPO/Lani Diana
Iklan

Putu Setia
@mpujayaprema

Selepas akhir pekan ini, kita ketemu Imlek. Sepertinya ini tahun baru Imlek yang sepi dari perbincangan. Jangan-jangan lampion juga tak semeriah Imlek-Imlek tahun lalu. Mungkin kita tak punya waktu menggosipkan Imlek karena masih sibuk copras-capres, hajatan yang membuat negeri ini hiruk-pikuk oleh kampanye yang tidak jelas juntrungannya.

Menjelang Imlek tak ada pertanyaan yang muncul, apakah umat yang tak merayakan boleh mengucapkan selamat tahun baru Imlek. Beda kalau Natal, misalnya. Padahal jawaban formalnya sudah diketahui, siapa yang melarang? Perbincangan Imlek sudah selesai. Apakah Imlek itu perayaan budaya atau agama, tak lagi diperdebatkan. Kita berterima kasih kepada Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang membuat Imlek menjadi sah sebagai hari raya di bumi Nusantara ini.

Imlek adalah perayaan tahun baru. Ini penanggalan yang menggunakan peredaran bulan yang disesuaikan dengan peredaran matahari. Sama dengan kalender Saka yang dipakai di Nusantara ini, peredaran bulan dan matahari disesuaikan secara berkala. Itu sebabnya tahun baru Imlek selalu jatuh pada Januari sampai Februari jika dilihat dari kalender Masehi. Demikian halnya tahun baru Saka yang disebut Nyepi, jatuhnya pada Maret sampai April. Berbeda dengan tahun baru Hijriah yang hanya mempergunakan peredaran bulan. Dengan demikian, setiap tahun, Idul Fitri pasti selalu maju jika dibandingkan dengan penanggalan Masehi yang didasarkan peredaran matahari.

Presiden Sukarno pada 1946, saat negeri ini berjuang mempertahankan kemerdekaan, mengeluarkan keputusan tentang hari raya keagamaan, dan Imlek disebut "hari keagamaan warga Tionghoa". Namun Presiden Soeharto meralatnya pada 1967 setelah tragedi G-30-S PKI. Imlek bukan hari raya keagamaan. Bahkan, lewat Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, Soeharto melarang segala budaya yang berbau Tionghoa, di antaranya perayaan Imlek itu sendiri. Ini berlangsung bertahun-tahun bahkan kemudian Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) mengeluarkan Surat Edaran 11 Januari 1993 yang menyatakan Imlek bukanlah hari raya agama Buddha, sehingga vihara diminta tidak merayakan tahun baru Imlek.

Baca Juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jasa Gus Dur menjadi luar biasa ketika mencabut semua peraturan itu, termasuk Inpres Nomor 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya, termasuk merayakan upacara agama seperti Imlek secara terbuka. Bahkan yang disebut agama tak lagi cuma Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Urusan bahwa agama itu diberi wadah pembinaan di departemen agama (ditandai adanya direktorat jenderal) tidaklah pertanda bahwa hanya itu agama yang diakui. Maka sebagian masyarakat Tionghoa memperkenalkan agama Konghucu. Perayaan Imlek pun semarak kembali dan pada 2003, ketika Megawati sudah menggantikan Gus Dur, Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional keagamaan.

Pasang-surut Imlek ini perlu kita kenang untuk renungan bersama bahwa urusan agama, sepanjang hal itu berkembang di masyarakat dan membawa kedamaian, janganlah direcoki oleh pemerintah. Negara wajib mengayomi warganya, namun jangan masuk ke masalah akidah dengan dalih pembinaan. Biarkan mereka berkembang dalam kemajemukan.

Belakangan ini seperti ada tanda bahwa agama kembali diseret-seret ke politik dan mulai ada gesekan. Mari kita jaga marwah agama dan betapa indahnya keberagaman. Untuk sahabat Tionghoa, selamat Imlek, Gong Xi Fa Cai.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.