Keputusan Komisi Pemilihan Umum untuk menggunakan format debat setengah tertutup bagi calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden 2019 bisa menjadi angin segar. Meski ada unsur orisinalitas yang bisa hilang, model ini berpotensi menjadi format yang lebih bermanfaat bagi calon pemilih.
Debat pertama akan dilaksanakan pada 17 Januari 2019 dengan tema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme. Teknisnya, KPU akan lebih dulu mengirim kisikisi 20 pertanyaan kepada kedua pasangan kandidat. Pada saat pelaksanaan debat, akan dipilih tiga pertanyaan untuk setiap calon.
Metode ini berbeda dari debat pemilihan presiden sebelumnya yang sepenuhnya dilakukan secara tertutup. Tentu ada kerugian dari metode ini, yaitu berkurangnya aspek orisinalitas jawaban kandidat. Debat pun bisa berjalan seperti diskusi normatif dengan jawabanjawaban yang bersifat tempelan, tidak lagi mengejutkan, dan cenderung seperti hafalan.
Tapi semestinya banyak manfaat yang bisa dipetik dari metode ini. Perlu dicatat, debat calon presiden dan wakilnya bukanlah acara kuis ataupun reality show yang penuh tebaktebakan. Juga bukan ajang menguji pengetahuan seorang kandidat seperti dalam tes masuk pegawai negeri. Debat calon pemimpin negara merupakan salah satu sarana untuk membuka mata masyarakat ihwal program kerja yang ditawarkan jika mereka terpilih.
Dengan metode debat tertutup, pemahaman akan program yang komprehensif itu kerap sulit didapat. Masyarakat sangat mungkin hanya memperoleh pemahaman yang sepotongsepotong, karena para kandidat tidak siap menghadapi pertanyaan yang mendalam. Substansi program kemudian kerap terabaikan, dan publik hanya terpesona karena seorang calon presiden atau wakilnya tampan, berwibawa, jago berpidato, menguasai panggung, dan seterusnya.
Dengan mendapatkan kisikisi pertanyaan, pasangan calon diharapkan bisa menyiapkan jawaban yang lebih mendalam. Memang ada orisinalitas calon yang hilang. Tapi hal itu sesungguhnya masih bisa diukur dalam segmen tertutup, ketika masingmasing pasangan calon mengajukan pertanyaan kepada satu sama lain. Lagi pula harus diingat bahwa calon presiden dan calon wakil presiden pada akhirnya akan bekerja dalam kelembagaan. Mereka tak akan bergerak sendirian. Ada jajaran staf dan para pemikir yang akhirnya memberi masukan saat mereka membuat kebijakan.
Dengan sistem ini, para calon dipacu untuk menyajikan program yang menarik, bukan debat kusir dengan tujuan untuk saling menjatuhkan. Dengan dapat mengantisipasi jawaban lawan, setiap calon juga akan terdorong menyajikan sesuatu yang inovatif. Ini semua menguntungkan karena pada akhirnya, bila mereka terpilih, rakyat bisa menagih janji tersebut.
Tentu saja sisi positif dan negatif metode debat ini juga akan dipengaruhi oleh kualitas panelis. Mereka harus punya kemampuan menyajikan pertanyaan yang tajam sehingga bisa menggali kadar kemampuan yang sebenarnya dari masingmasing calon.