Langkah cepat Komisi Pemilihan Umum memverifikasi kabar kibul soal keberadaan tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Pelabuhan Tanjung Priok patut dipuji. Konferensi pers para pemimpin KPU yang digelar langsung di kantor Bea-Cukai Tanjung Priok pada Kamis dinihari berperan penting dalam meredakan penyebaran hoaks itu. Aksi sigap KPU semacam itu akan terus dibutuhkan, mengingat kian intensifnya serangan disinformasi menjelang hari pencoblosan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden pada 17 April mendatang.
Kehebohan soal adanya tujuh kontainer surat suara yang konon sudah dicoblos untuk keuntungan pasangan calon presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dipicu oleh cuitan politikus Partai Demokrat Andi Arief di media sosial para Rabu malam lalu. Dia mengklaim kabar itu sudah beredar sejak siang hari di berbagai grup percakapan WhatsApp. Dengan jumlah follower hampir 100 ribu akun, pernyataan Andi di Twitter itu memang bisa menyebar cepat jika tak ada bantahan yang kredibel dari lembaga yang punya otoritas seperti KPU.
Kini kasus hoaks ini sudah ditangani Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. Kabareskrim Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto berjanji akan mengusut sumber disinformasi ini sampai ke hulu. Dia juga memastikan polisi akan memeriksa semua pihak yang terlibat menyebarkan kabar kibul ini, termasuk Andi Arief. Publik tentu berharap proses hukum atas kasus ini berjalan tanpa intervensi politik. Polisi tidak boleh dijadikan alat oleh salah satu kubu yang sedang berkompetisi dalam pemilihan umum.
Ke depan, hal yang tak kalah penting adalah mempersiapkan khalayak ramai untuk mampu membedakan antara fakta dan hoaks. Makin meluasnya penggunaan media sosial membuat penyebaran kabar bohong sulit dielakkan. Namun, jika semua hoaks harus ditangani polisi dan pembuatnya terancam pidana penjara, bisa-bisa kebebasan berekspresi kita terancam. Solusi satu-satunya adalah meningkatkan literasi kritis publik agar kebal menghadapi ancaman disinformasi.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Kesiapsediaan pemerintah memberikan akses informasi dan memverifikasi kabar kibul merupakan salah satu penangkal yang efektif. KPU sudah menunjukkan bagaimana gerak cepat mereka mampu meredam hoaks dengan jitu. Selain itu, para pembentuk opini di publik, termasuk politikus dan selebritas dengan ribuan pengikut di media sosial, seyogianya memberikan teladan dengan tidak membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Media massa juga bisa punya peran lebih besar dengan menguatkan fungsi periksa fakta (fact-checking) di redaksi masing-masing. Kemampuan wartawan melakukan verifikasi dan menyampaikannya kepada orang banyak dalam waktu singkat bisa membersihkan ruang publik kita dari sampah-sampah informasi. Kasus hoaks tujuh kontainer surat suara kemarin tak akan jadi yang terakhir. Mari kita pastikan masa kampanye pemilu kali ini tak terganggu oleh kabar bohong semacam itu.