Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bersiasat dari Tagihan Frekuensi

Oleh

image-gnews
Kolaborasi First Media, BOLT dan HOOQ
Kolaborasi First Media, BOLT dan HOOQ
Iklan

KEPUTUSAN pemerintah mencabut izin pita frekuensi radio yang selama ini digunakan PT Internux dan PT First Media Tbk sudah tepat walau sebenarnya sedikit terlambat. Tanpa ketegasan pemerintah, perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Lippo tersebut akan terus berkelit dari tunggakan utang ke negara.

Pemerintah sudah seharusnya menolak proposal perjanjian damai yang diajukan Internux dan First Media. Apalagi selama ini kedua perusahaan itu mengulur-ulur waktu pelunasan biaya hak penggunaan frekuensi radio 2,3 GHz. Baru belakangan mereka berjanji melunasi semua tunggakan paling lambat 2020. Namun tidak ada jaminan cicilan akan dibayarkan tepat waktu.

Kementerian Komunikasi dan Informatika sebenarnya punya dasar kuat untuk mencabut lisensi frekuensi Internux sejak 17 November lalu. Menurut Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 9 Tahun 2018, pencabutan izin pita frekuensi radio dapat dilakukan bila perusahaan tidak melunasi biaya pemakaiannya selama 24 bulan berturut-turut. Kenyataannya, produsen layanan Internet Bolt ini tidak melunasi tagihan Rp 463 miliar sejak November 2016. Kementerian Komunikasi juga telah memberikan tiga kali surat peringatan kepada Internux, dan semuanya diabaikan.

Perusahaan-perusahaan tersebut memang berulang kali menunjukkan iktikad buruk. Bukannya melunasi kewajibannya, First Media, yang memiliki tunggakan Rp 364 miliar selama 2016-2017, malah menggugat Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika. Gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, awal November lalu.

Sebelumnya, dua kreditor Internux dengan piutang kecil mengajukan gugatan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Agustus lalu. Ratusan kreditor lain-termasuk Kementerian Komunikasi, Raiffeisen Bank asal Austria, dan PT Indosat Tbk-kemudian mencatatkan tagihannya agar memperoleh kepastian pelunasan utang. Total tagihan semua kreditor Rp 4,9 triliun.

Di tengah proses PKPU, Internux menyodorkan proposal perjanjian damai. Di dalamnya tercantum klausul tambahan yang menyebutkan Internux bisa menangguhkan pembayaran seluruh kewajiban hingga 30 tahun. Kementerian Komunikasi kalah dalam pemungutan suara karena sejumlah kreditor dengan tagihan lebih besar menyetujuinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisa jadi gugatan pengajuan penundaan pembayaran utang itu hanya siasat. Indikasinya, Tempo menemukan, kreditor yang menyetujui proposal perdamaian diduga masih terafiliasi dengan Grup Lippo, termasuk dua kreditor kecil yang pertama kali mengajukan gugatan. Proses persidangan PKPU diduga hanya akal-akalan grup tersebut untuk berkelit dari tagihan utang.

Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengesahkan perjanjian damai yang diduga bermasalah tersebut. Namun pemerintah sebenarnya tidak perlu tersandera. Sebab, izin frekuensi berkaitan dengan kepentingan publik-berbeda dengan kesepakatan perdamaian yang hanya mengikat para kreditor Internux. Status pemerintah, yang bukan lembaga pemberi utang, juga berbeda dengan 200-an kreditor lain yang tergabung dalam proses PKPU. Artinya, pelunasan tagihan pemakaian frekuensi publik bersifat preferen atau harus diprioritaskan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 9 Tahun 2018, pencabutan izin frekuensi tidak menghapus kewajiban pembayaran utang dan denda keterlambatan biaya penggunaan frekuensi. Itu sebabnya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kementerian Keuangan harus memastikan Internux dan First Media melunasi kewajibannya dan hak 5.056 pelanggan Bolt menerima pengembalian kuota data dan pulsa dipenuhi.

Tak cuma menggugurkan skema bisnis yang ditawarkan Internux dan First Media dalam perjanjian PKPU, pencabutan tersebut juga memudahkan langkah kreditor yang tidak terafiliasi dengan Grup Lippo mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Pencabutan izin frekuensi memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi para pelaku usaha. Dengan lelang ulang, operator lain memiliki kesempatan bersaing menempati frekuensi tersebut.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.