AKSI koboi aparat militer kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah sesama anggota Tentara Nasional Indonesia. Pihak berwajib harus mengusut tuntas penembakan yang menewaskan Letnan Kolonel Dono Kuspriyanto ini dan mengumumkan hasilnya secara transparan. Pihak TNI juga harus memastikan peristiwa serupa tidak akan terjadi lagi.
Penembakan perwira Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat itu terjadi pada Selasa malam lalu di depan Sekolah Santa Maria Fatima, Jalan Jatinegara, Bidara Cina, Jakarta Timur. Pelakunya adalah Sersan Dua JR, anggotaPusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara. Menurut keterangan pihak militer, penembakan itu dipicu hal sepele. Sepeda motor yang dikendarai pelaku bersenggolan dengan mobil dinas militer yang dikendarai korban. Pelaku kemudian mengejar mobil korban dan menembak korban berkali-kali. Sebuah peluru bersarang di punggung korban, satu lagi di pelipis. Pihak berwajib menangkap Serda JR beberapa jam kemudian. Reaksi cepat ini patut dipuji.
Menurut penyidik militer, peristiwa penembakan itu merupakan aksi kriminal murni. Pelaku akan dijerat dengan pasal pembunuhan secara sengaja, mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Hukumannya maksimal 15 tahun dan dipecat dari kesatuan. Tapi benarkah peristiwa berdarah itu terjadi karena hal amat sepele, cuma karena senggolan?
Pihak TNI menyatakan Serda JR saat itu dalam keadaan mabuk. Kondisi ini telah diketahui bisa membuat orang gelap mata dan kurang pertimbangan. Tapi penyidik militer perlu menggali lebih dalam lagi soal motifnya. Sebab, yang ditembaknya adalah anggota TNI, jelas korban memakai mobil dinas militer.
Publik berhak mengetahui duduk persoalan kasus ini sejelas-jelasnya, karena peristiwanya berlangsung di tempat umum, di depan banyak orang. Kasus ini sudah menjadi pembicaraan masyarakat. Penjelasan pihak TNI diperlukan agar opini yang berkembang di masyarakat atas peristiwa tak biasa ini tidak menjadi liar. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum, bentrokan yang melibatkan kesatuan-kesatuan TNI atau polisi bisa berbuntut panjang.
Pihak TNI juga harus makin mawas diri atas kejadian ini. Bukan kali ini saja aksi kekerasan yang melibatkan anggota TNI terjadi dan membuat cemas masyarakat. Sebelumnya, aksi sejenis terjadi di Polsek Ciracas.
Tidak ada salahnya pula pihak berwenang di lembaga ini meninjau kembali prosedur pemberian izin untuk membawa senjata api. Soalnya, Serda JR memiliki izin penggunaan senjata api. Ia tercatat lolos tes psikologi untuk kelaikan menggunakan senjata mematikan ini pada Mei lalu. Izinnya berlaku sampai November 2019.
Publik harus bersabar menunggu penjelasan pihak berwajib. Sejauh ini, TNI dengan dibantu kepolisian telah bekerja cepat menyelidiki kasusnya. Pucuk pimpinan kesatuan-kesatuan TNI terkait juga terlihat kompak. Kita bisa diyakinkan bahwa peristiwa ini tak akan berbuntut panjang, namun toh kasusnya harus tetap diperjelas.