Amblesnya Jalan Raya Gubeng di Kota Surabaya memperlihatkan adanya kesembronoan dalam pembangunan gedung. Kasus yang sedang diselidiki polisi ini diduga disebabkan oleh proyek pembangunan ruang bawah tanah Rumah Sakit Siloam milik Grup Lippo. Petaka tidak akan terjadi bila urusan seperti perizinan, pengerjaan, dan pengawasan proyek dilakukan secara cermat.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini perlu mengevaluasi proses perizinan dan pengawasan proyek pembangunan gedung bertingkat Rumah Sakit Siloam yang dilengkapi basement untuk tempat parkir itu. Proyek ini berada di samping badan jalan yang longsor. Ruas Jalan Raya Gubeng itu ambles hingga kedalaman 15 meter dengan panjang lebih dari 50 meter dan lebar sekitar 25 meter. Dua alat berat dan satu kendaraan roda empat milik pelaksana proyek tertimbun di lokasi tersebut.
Akibat petaka itu, jalan yang merupakan salah satu ruas tersibuk di Surabaya tersebut ditutup. Unit bisnis di sepanjang jalan, seperti restoran, hotel, dan kantor bank, turut terkena imbas buruknya. Sejumlah aktivitas ekonomi dan sosial di kawasan itu praktis terganggu.
Dinas Pekerjaan Umum Kota Surabaya semestinya mengawasi ketat kontraktor proyek itu. PT Nusa Konstruksi Enjiniring, sebagai kontraktor, diduga tidak membangun dinding beton penahan galian basement secara memadai. Kegagalan konstruksi ini menyebabkan ambrolnya tanah di bawah Jalan Raya Gubeng. Pemberian izin analisis mengenai dampak lingkungan oleh Dinas Lingkungan Hidup juga perlu dipelototi. Semestinya aspek lingkungan dan struktur tanah di sana diperhitungkan secara cermat.
Pemerintah Kota Surabaya sebetulnya juga memiliki tim ahli bangunan yang beranggotakan para insinyur yang kompeten dan independen. Mereka bertugas memberikan pertimbangan teknis terhadap proses pembangunan gedung. Dengan banyaknya lembaga yang terlibat, Pemerintah Kota semestinya bisa mencegah perencanaan yang sembrono atau kelalaian dalam pembangunan gedung.
Tim Kementerian Pekerjaan Umum yang meneliti kejadian itu diharapkan segera mengumumkan secara resmi penyebab amblesnya Jalan Raya Gubeng. Kepolisian yang juga menyelidiki kasus ini bisa memanfaatkan temuan tim tersebut untuk menentukan siapa saja yang bersalah. Polisi tak boleh ragu pula membongkar kongkalikong antara pejabat daerah dan pemilik atau pelaksana proyek yang mungkin terjadi di balik kelalaian itu.
Sejauh ini, Nusa Konstruksi bersedia membangun lagi Jalan Raya Gubeng dengan mengalokasikan dana Rp 10 miliar. Iktikad baik itu patut dihargai, tapi hal ini tidak boleh menghentikan proses penegakan hukum. Nusa Konstruksi-dulu bernama PT Duta Graha Indah-memiliki reputasi buruk karena sebelumnya terlibat dalam sederet skandal korupsi proyek pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi telah menjerat perusahaan ini dengan pasal kejahatan korporasi. Komisi juga meminta hakim memberikan sanksi pidana tambahan berupa larangan mengikuti lelang selama dua tahun.
Pengungkapan kelalaian dan pelanggaran aturan di balik amblesnya Jalan Raya Gubeng sungguh penting. Hasilnya bisa dimanfaatkan Pemerintah Kota Surabaya untuk membenahi proses perizinan dan pengawasan proyek pembangunan gedung. Hukum pun perlu ditegakkan dengan memberikan hukuman atau denda yang setimpal bagi siapa pun yang bersalah atau lalai dalam kasus yang merugikan kepentingan publik itu.