Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gandari

image-profil

Oleh

image-gnews
Iklan

Seorang ibu yang tak pernah dimuliakan adalah Gandari. Ia berada di pihak yang kalah dan dibenci.

Dalam epos Mahabharata, ia ibu para Kurawa. Suaminya lahir sebagai pangeran buta, dan sebab itu tak diberi kesempatan memegang tampuk kekuasaan. Anak-anaknya dikisahkan sebagai orang-orang dengki yang pada akhirnya tewas. Klannya kalah, tak mendapatkan kerajaan yang 12 tahun mereka rebut dari para Pandawa. Dan Gandari dikisahkan sebagai perempuan yang tak hendak mendidik anak-anaknya; para dalang, pencerita, dan penonton tak pernah memperlihatkan simpati kepadanya.

Tapi sebenarnya ia penting dalam cerita ini: perempuan yang teguh itulah yang memperlihatkan bahwa Mahabharata sebuah tragedi. Memang ini cerita kepahlawanan, tapi juga cerita destruksi dan kemerosotan. Setelah Bharatayudha, yang tragis tak hanya menimpa kehidupan Kurawa, tapi juga Pandawa.

Akhir perang besar itu tak membawa kepastian. Klan Panchala berkuasa, dan Yudhistira, pangeran sulung, memerintah selama 36 tahun. Tapi ada yang menakutkan mendekat: Kali Yuga.

Apa yang didapat setelah pertempuran 18 hari dan 80 ribu jiwa tewas di Kurusetra? Generasi muda punah: Bima kehilangan Gatutkaca, Arjuna tak punya lagi Abimanyu. Hanya tinggal sebelas kesatria yang hidup, termasuk lima kakak-adik Pandawa.

Dan Gandari menanggungkan dua duka: kematian 100 anaknya dan nama buruk yang melekat pada mereka, kekejaman nasib dan kesewenang-wenangan langit. Kresna, titisan Wishnu, yang seharusnya bisa mencegah perang yang mengerikan itu, tak melakukannya. Bahkan ia yang mendorong agar Arjuna tak bimbang membunuh Karna. Kekuasaan, juga kesaktian, tak menyelamatkan.

Gandari dengan pahit mengutuk.

Dan konon karena itu Kresna, raja Dwaraka yang dipuja-puja itu, mati secara sepele: sebatang anak panah tak disengaja mengenai kakinya. Arjuna, konon titisan Wishnu juga, tak mampu menyelamatkan penduduk Kerajaan Dwaraka dari bencana dan perampok.

Menyadari kejayaannya pudar, Pandawa pun meninggalkan takhta. Mereka mendaki Himalaya, menuju surga. Tapi mereka ditolak, kecuali Yudhistira, kesatria yang tak pernah menghina makhluk yang lemah sekalipun.

Demikianlah kekuasaan yang direbut lepas-tapi orang mencarinya lagi. Sejarah penuh kisah seperti itu. Kekuasaan memang punya pukau. Orang akan berikhtiar memperolehnya, menghimpunnya, bila perlu dengan menyuap dengan uang triliunan agar mendapat posisi, mengorbankan keyakinannya sendiri, mematikan apa yang dalam hatinya diketahui benar. Kalau perlu, berdusta dan membinasakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kekuasaan, terutama kekuasaan di dunia publik, tentu ada gunanya bagi orang lain; ayah Ahok-yang murah hati kepada sesama-menasihati anaknya agar mendapatkan jabatan untuk bisa menolong lebih banyak orang.

Tapi takhta bisa dimakan waktu.

Alkisah, setelah Bharatayudha, kekuasaan diteruskan Pariksit. Raja ini pernah berhasil menghentikan Kali Yuga masuk ke wilayahnya. Tapi kemudian, dengan halus, kekuatan pembawa mala dan kegelapan itu masuk ke mahkota emas Pariksit.

Dari sana, Kali Yuga mengacau jiwa Baginda. Pariksit mulai bersikap tak semena-mena. Pada suatu ketika ia mengalungkan tubuh ular mati ke leher seorang tua yang tak menjawab pertanyaannya-ia tahu orang itu sedang bertapa bisu. Perbuatan itu menyebabkan ia dikutuk. Pariksit mati terbakar api Naga Taksaka.

Kekuasaan berakhir dengan mudah-dan bisa dari dalam diri. Mungkin karena kekuasaan sebuah tenaga yang seakan-akan bisa membuka kekuatan lebih tapi sebenarnya tidak. Nietzsche, yang melihat hidup bergerak karena "hasrat akan kuasa", der Wille zur Macht, menulis satu kalimat yang sering dilupakan: "Sering kulihat hasrat memerintah sebagai tanda kelemahan batin: mereka takut akan jiwa budak dalam diri mereka sendiri, dan menutupinya dengan jubah kerajaan." Tapi akhirnya, "Mereka tetap jadi budak para pengikut mereka, kemasyhuran mereka…."

Manusia tak jadi budak bila menganggap kekuasaan tak penting. Itulah yang akhirnya ditunjukkan Airlangga di abad ke-12 di Kediri: meninggalkan singgasana dan bertapa jauh di hutan.

Tapi sosok anarkis utama adalah Malang Sumirang, penyair dan sufi yang tak tunduk kepada tatanan agama dan istana. Ia dihukum bakar di alun-alun Demak, tapi api yang dinyalakan raja tak mengenainya. Malang Sumirang turun dari unggun, setelah menulis puisi yang tak diartikan. Dari sana ia menghilang ke dalam rimba berduri, tanpa pengiring, tanpa pengikut. Ia lepas dari "sang panginte", Yang Mengintai.

Ia merdeka dari kekuasaan di luar dan di dalam dirinya. Ia bebas dari tragedi raja-raja yang menang dan Gandari yang kalah.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.