Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terjebak Perang Kata

Oleh

image-gnews
Calon presiden inkumben Joko Widodo alias Jokowi (kanan) dan calon presiden Prabowo Subianto saling menyapa saat menghadiri acara pengambilan nomor urut capres di  gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat, 21 September 2018. Kedua pasangan yang bertarung dalam pilpres 2019 tampak akrab dalam acara pengambilan nomor urut capres. REUTERS/Darren Whiteside
Calon presiden inkumben Joko Widodo alias Jokowi (kanan) dan calon presiden Prabowo Subianto saling menyapa saat menghadiri acara pengambilan nomor urut capres di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat, 21 September 2018. Kedua pasangan yang bertarung dalam pilpres 2019 tampak akrab dalam acara pengambilan nomor urut capres. REUTERS/Darren Whiteside
Iklan

DARI kampanye pemilihan presiden 2019, yang telah berlangsung lebih dari tiga bulan, muncul fenomena yang mencemaskan: perang kata. Dua kubu yang berlaga saling mencaci hampir setiap hari. Strategi kampanye seperti ini penuh mudarat, melupakan adu program, dan akhirnya merusak mutu demokrasi.

Serangan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai pelbagai soal, seperti utang negara dan daya beli masyarakat yang merosot, kerap disampaikan dengan gaya hiperbol. Sandiaga pernah mengungkap adanya tempe setipis kartu ATM untuk menggambarkan harga kebutuhan sehari-hari yang kian mahal. Urusan tempe lalu menjadi bahan polemik berhari-hari karena kubu pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin segera bereaksi untuk mematahkan persepsi itu.

Perang kata memuncak ketika calon presiden inkumben Joko Widodo mulai meluncurkan kosakata yang relatif kasar. Jokowi menyindir adanya politikus “sontoloyo” ketika menanggapi kritik tentang kebijakan alokasi dana kelurahan. Ia belakangan menjelaskan bahwa julukan itu untuk politikus yang suka mengadu domba. Jokowi juga melempar kata “genderuwo” untuk menyindir kubu lawan yang cenderung menakut-nakuti rakyat lewat berbagai isu. Jokowi mengungkapkan pula kekesalannya terhadap penyebar kabar bohong yang mengaitkan dirinya dengan Partai Komunis Indonesia. Ia mengatakan “kadang, mau saya tabok” penyebar hoaks itu.

Sebagai upaya memobilisasi pendukung untuk menyerang lawan, penggunaan istilah “genderuwo” terkesan murahan: tak substantif dan hanya agar mudah diviralkan. Kemarahan Jokowi kepada penyebar hoaks PKI justru menjadi bumerang: beribu orang sejak 1965 telah mendapat stigma sebagai anggota PKI, mengapa baru kali ini Presiden berbicara-hanya ketika hoaks itu mengganggu elektabilitasnya?

Sederet idiom kasar itu memperlihatkan, alih-alih menemukan strategi jitu, Jokowi malah terpancing oleh gaya serangan lawan. Gaya kampanye Prabowo sering disebut meniru Donald Trump, yang memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat dua tahun lalu. Trump pintar mempertentangkan kalangan bawah-atas. Ia menyebarkan pesimisme dan rasa takut akan ancaman Islam plus kaum pendatang. Bahasa yang digunakan Trump pun selalu bombastis, persis seperti jargonnya dalam kampanye “Make America Great Again”.

Di zaman ketika peran media sosial mulai menggeser peran media konvensional, perang kata dalam kampanye pun menjadi amat liar. Baik kubu Jokowi maupun Prabowo terus-menerus memproduksi idiom untuk mengelu-elukan jagoannya atau bertujuan menyerang lawan. Soal kesesuaian idiom dengan realitas seolah-olah menjadi urusan nomor dua. Yang terpenting: pesan menjadi viral. Taktik ini kurang elok karena menyesatkan publik. Hal yang terus-menerus diperbincangkan sekalipun tak sesuai dengan fakta bisa dipercaya oleh sebagian orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalahnya, publik lama-lama juga akan muak terhadap cara kampanye seperti itu. Apalagi masa kampanye berlangsung sampai tujuh bulan, berbeda dengan kampanye pemilihan presiden 2014 yang hanya sebulan. Baik kubu Prabowo maupun Jokowi semestinya menyadari hal ini. Mereka sebetulnya bisa mulai mengadu visi-misi dan program riil tanpa menunggu ajang perdebatan resmi yang diatur Komisi Pemilihan Umum.

Publik tentu ingin mendapat gambaran: apa beda kedua pasangan dalam cara mengurus negara? Kalaupun keduanya sama-sama menawarkan kebijakan yang nasionalis-populis, program konkretnya boleh jadi berbeda. Misalnya, jika kubu Prabowo mengkritik utang negara yang terus bertambah, semestinya disertai pula solusi untuk membiayai proyek infrastruktur dan menambal anggaran negara.

Sebaliknya pula, kubu Jokowi yang selalu mengagung-agungkan pembangunan infrastruktur perlu menjelaskan: kapan dan bagaimana proyek-proyek itu berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Masih banyak isu lain yang penting, seperti masalah pajak, cukai rokok, harga bahan bakar minyak, dan pengangguran. Di luar masalah ekonomi, banyak sekali isu politik, hukum, lingkungan, dan seterusnya yang bisa dijadikan bahan perdebatan. Dengan begitu, khalayak bisa menilai program dari kubu mana yang sesuai dengan aspirasi mereka.

KPU semestinya menelaah kampanye yang kurang sehat saat ini. Perang kata yang berlarut-larut tidak terjadi seandainya lembaga ini menjadwalkan perdebatan resmi tak hanya saat mendekati pencoblosan, tapi juga di awal kampanye. Cara ini akan memaksa kontestan pemilihan presiden lebih siap adu program sejak awal. Kalaupun terjadi saling ejek, diharapkan itu masih berkaitan langsung dengan program yang dijanjikan kedua pasangan calon.

Perang kata yang berlangsung saat ini jauh dari urusan program, bahkan terkesan hanya mencaci dan menjelek-jelekkan. Kedua kubu sebaiknya mengakhiri gaya kampanye seperti ini karena tidak mencerdaskan masyarakat dan menggerus mutu demokrasi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.