Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Waspada Pinjaman Online

image-profil

image-gnews
Waspada Pinjaman Online
Waspada Pinjaman Online
Iklan

Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

Koran Tempo edisi 22 November 2018 melaporkan bahwa potensi ekonomi digital bagi perekonomian Indonesia sangat signifikan, yang diperkirakan mencapai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 730 triliun pada 2025. Kita semua, terutama pemerintah, boleh berbangga dan bahkan menepuk dada terkait dengan manfaat ekonomi digital yang kini merambah ke berbagai sektor. Salah satu "anak kandung" ekonomi digital adalah teknologi finansial (financial technology/fintech). Masyarakat pun mulai "terperangkap" oleh fenomena teknologi ini, yang salah satu wujudnya adalah pinjaman online.

Secara umum tak ada masalah dengan kehadiran pinjaman online ini. Bahkan ini suatu keniscayaan, yang konon akan menggeser peran perbankan. Sikap pemerintah yang menyambut gembira kehadiran bisnis ini bisa dimaklumi. Selain karena memang menjadi "tuntutan zaman" pada era ekonomi digital, faktanya pinjaman online juga bisa menjadi pemicu dalam meningkatkan literasi masyarakat di sektor jasa keuangan.

Namun pemerintah juga tidak bisa menutup mata atas berbagai masalah dalam bisnis ini, khususnya dalam perlindungan konsumen, yang berpotensi melanggar hak-hak konsumen. Yang utama adalah masih rendahnya literasi digital masyarakat. Mayoritas konsumen tidak membaca ketentuannya sebelum bertransaksi (berutang) padahal itu penting untuk menentukan apakah akan tetap berutang atau tidak. Dari ketentuan itulah akan diketahui tentang tata cara pengembalian, besaran bunga/komisi, dan denda harian. Akan diketahui pula apa saja data pribadi konsumen yang akan disedot pengelola.

Keteledoran ini akan berakibat fatal bagi konsumen. Konsumen akan terjerat utang dengan bunga/komisi dan denda yang sangat tinggi (bunga berbunga). Harap dicatat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membebaskan ketentuan besaran bunga/komisi bagi pinjaman online. Besaran bunga ini ditentukan oleh kesepakatan antara pengelola dan konsumen. Padahal mayoritas pinjaman online menerapkan komisi/bunga lebih dari 40 persen dari utang pokok plus denda harian Rp 50 ribu per hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, konsumen tidak menyadari bahwa pinjaman online akan menyadap berbagai data pribadi konsumen yang termuat dalam telepon seluler pintarnya. Data itu biasanya berupa alamat domisili, alamat e-mail, foto/video pribadi, dan nomor telepon rekanan, keluarga, atau teman. Pinjaman online juga bisa mendeteksi percakapan WhatsApp yang ada di peranti ponsel pintar konsumen. Berbagai data inilah yang akan dijadikan instrumen untuk menekan atau "meneror" konsumen jika menunggak atau bahkan sekadar menunda pelunasan pinjaman. Layanan berbasis data pribadi inilah yang pada akhirnya membuat konsumen "kejang-kejang" karena secara psikososial akan dipermalukan.

Sialnya, rendahnya literasi digital konsumen masih juga ditindas dengan buruknya performa pengelola jasa pinjaman online. Apalagi, dari sisi keabsahan, mayoritas bisnis pinjaman yang beroperasi di Indonesia belum mengantongi izin operasi dari OJK. Dari 300-an bisnis pinjaman online, hanya 71 di antaranya yang sudah terdaftar di OJK. Yang berizin saja masih banyak menimbulkan masalah, apalagi yang tidak berizin.

Kondisi seperti ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus ada sinergi kuat antara OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta kepolisian untuk membereskannya. Pengusaha pinjaman online yang belum berizin atau terdaftar di OJK tapi sudah melakukan praktik bisnis harus segera diblokir tanpa kompromi. Yang sudah resmi terdaftar tapi banyak melakukan pelanggaran harus diberi sanksi, termasuk sanksi pidana. OJK pun harus secara masif mendidik konsumen guna meningkatkan literasi teknologi finansial sehingga tidak mudah menjadi korban eksploitasi bisnis pinjaman. Dalam hal melindungi konsumen, tugas OJK tidak hanya melakukan pengawasan, tapi juga mendidik dan memberdayakan konsumen. Manfaat ekonomi bisnis ini hanya akan menjadi kamuflase belaka jika perlindungan terhadap konsumennya porak-poranda.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.