Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih serius mengawasi layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi. Perusahaan financial technology (fintech) yang nakal, apalagi yang tidak terdaftar alias ilegal, mesti ditindak tegas.
Banyak konsumen mengeluhkan buruknya layanan pinjam-meminjam secara online. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, misalnya, menerima sedikitnya 700 aduan dalam satu pekan. Institusi ini sampai membuka pos pengaduan pengguna fintech peer-to-peer lending sejak awal pekan lalu.
Sejumlah konsumen yang mengadu ternyata sudah pernah melapor ke OJK. Hal ini mengindikasikan bahwa lembaga pengawas jasa keuangan tersebut kewalahan atau kurang peduli terhadap para pengadu. Tidak sedikit pula masyarakat yang melapor ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Institusi ini menerima lebih dari 100 aduan.
Keluhan yang disampaikan konsumen antara lain adalah tingginya bunga dan biaya administrasi. Ada juga perusahaan fintech yang menagih peminjam dengan disertai teror. Konsumen juga sering dirugikan lantaran ada indikasi pembocoran dan penyebaran data pribadi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir ratusan aplikasi fintech yang ilegal karena belum mendaftar ke OJK. Tapi langkah ini belum cukup. Sebab, pengelolanya bisa kembali membuat aplikasi baru di kemudian hari. Kepolisian sebaiknya turun tangan untuk mengusut mereka, karena banyak fintech ilegal yang cenderung menjebak konsumen.
OJK pun telah mengeluarkan Peraturan Nomor 77/POJK.01/2016, yang memuat persyaratan mendapatkan izin dan aturan dasar jasa pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi. Aturan itu memang diperlukan untuk memilah fintech yang legal dan yang ilegal. Hanya, Otoritas harus terus-menerus mengawasi bisnis pinjam-meminjam ini karena praktik buruk justru sebagian dilakukan oleh perusahaan yang sudah terdaftar.
Semakin besarnya skala bisnis pinjam-meminjam menuntut pengawasan yang lebih serius. OJK mencatat penyaluran pinjaman melalui fintech sudah mencapai Rp 13 triliun dan berpotensi terus meningkat. Bekerja sama dengan asosiasi perusahaan fintech, Otoritas perlu mendorong agar jasa pinjam-meminjam ini memiliki standar layanan dan aturan main yang baku.
Bunga pinjaman yang mencekik dan biaya administrasi yang besar juga perlu menjadi perhatian. Ada baiknya bunga dan biaya administrasi dibatasi. Perusahaan fintech juga mesti mematuhi etika dalam menagih utang. Tidaklah pantas mereka menagih dengan disertai ancaman. Masalah lain yang tak kalah penting, pengelola jasa pinjam-meminjam harus berkomitmen melindungi data pribadi konsumen.
OJK dan pemerintah perlu aktif membenahi jasa pinjam-meminjam secara online. Jangan sampai ladang bisnis baru yang berpotensi menggerakkan perekonomian ini merugikan sebagian masyarakat.