Melebarnya defisit transaksi berjalan pada kuartal ketiga tahun ini menggambarkan kondisi perekonomian kita yang kurang bagus. Pemerintah harus menekan angka defisit itu lewat kebijakan yang konsisten dan menyentuh akar masalah.
Selama kuartal ketiga, defisit transaksi berjalan sebesar US$ 8,8 miliar atau 3,37 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 8 miliar atau 3,02 persen dari PDB.
Penyebab defisit itu masih sama, yakni besarnya beban impor minyak di tengah kenaikan harga minyak dunia dan melemahnya rupiah beberapa waktu lalu. Faktor lain adalah peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang relatif terbatas akibat tingginya impor lantaran kuatnya permintaan domestik. Melebarnya defisit neraca transaksi berjalan juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi.
Pemerintah sempat mengumumkan kenaikan harga Premium beberapa waktu lalu, tapi kembali dianulir oleh Presiden Joko Widodo. Kenaikan harga Premium sebetulnya amat rasional demi mengurangi beban migas. Kini, pemerintah harus mengurangi beban impor migas dengan cara lain. Misalnya melancarkan kebijakan B-20 atau penggunaan biofuel sebesar 20 persen. Pemerintah harus sungguh-sungguh menerapkan kebijakan ini agar lebih efektif.
Langkah lain yang cukup penting tentu saja adalah meningkatkan kinerja ekspor, kendati hal ini tidak bisa dilakukan secara cepat. Indonesia harus segera mengembangkan industri manufaktur, setidaknya untuk mengisi kebutuhan berbagai produk yang selama ini diimpor. Pemerintah juga bisa memperluas produk ekspor selain komoditas. Iklim berinvestasi pun harus diperbaiki karena tahun ini peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia justru turun satu level ke posisi 73 dari 190 negara.
Kita tak perlu malu mencontoh keberhasilan Thailand mengembangkan perekonomian berbasis industri dan pariwisata. Kontribusi industri Thailand terhadap pembentukan PDB mencapai 35,03 persen. Bandingkan dengan industri di Indonesia yang hanya menyumbang 20,16 persen.
Selain industri, Thailand sangat serius mengembangkan pariwisata melalui promosi yang serius. Pada 2017 jumlah pelancong yang datang ke negara itu sebanyak 35 juta orang. Angka ini separuh dari jumlah penduduk Thailand yang 70 juta jiwa. Adapun Indonesia hanya didatangi 14 juta wisatawan asing pada tahun lalu. Jangan heran bila Thailand mengalami surplus transaksi berjalan seperti halnya Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Defisit transaksi berjalan yang semakin lebar hanya bisa diatasi dengan kebijakan yang konsisten. Pemerintah juga perlu segera meningkatkan kinerja perekonomian agar tidak semakin tertinggal oleh negara-negara tetangga.