Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Guru di Pusaran Intoleransi

image-profil

image-gnews
Penting di setiap sekolah untuk mengajarkan pendidikan agama.
Penting di setiap sekolah untuk mengajarkan pendidikan agama.
Iklan

Dirga Maulana
Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta

Bagaimana mungkin guru memiliki sikap intoleran dan opini yang radikal? Ketika guru terjebak pada jurang intoleransi dan radikalisme, bagaimana wajah masa depan pendidikan kita? Sekolah menjadi arena bertarungnya berbagai ideologi. Bahkan, bisa jadi sekolah menjadi lahan subur transmisi intoleransi dan radikalisme. Hal ini menjadi fenomena yang harus mendapat perhatian serius oleh pemerintah, baik Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama.

Studi terbaru Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Jakarta menunjukkan bahwa guru muslim di Indonesia bersikap tak toleran terhadap pemeluk agama lain. Survei ini berdasarkan pandangan 2.237 guru di 34 provinsi. Mereka yang memiliki pandangan intoleran mencapai 63,07 persen responden. Angka 63 persen tersebut merupakan hasil dari Implicit Association Test (IAT), alat ukur dalam psikologi sosial yang dikembangkan para ahli di sejumlah universitas Amerika Serikat. Jika didasarkan pada kuesioner, sebanyak 56,9 persen guru masuk kategori intoleran dan sangat intoleran.

Faktor penyebabnya adalah sebanyak 56 persen guru tidak setuju jika non-muslim mendirikan sekolah berbasis agama. Sekitar 21 persen guru tidak setuju tetangga yang berbeda agama boleh mengadakan acara keagamaan. Lalu, sekitar 29 persen guru ingin menandatangani petisi menolak kepala dinas pendidikan yang berbeda agama. Sekitar 34 persen guru berkeinginan untuk menandatangani petisi menolak pendirian sekolah berbasis agama non-Islam di sekitar tempat tinggal (PPIM, 2018).

Para guru ternyata juga sangat berhasrat terhadap syariat Islam. Sebanyak 62,22 persen guru setuju bahwa hanya sistem pemerintahan berbasis syariat Islam yang terbaik untuk Indonesia. Sebanyak 82,77 persen guru setuju bahwa Islam sebagai satu-satunya solusi terhadap segala persoalan dan 79,72 persen setuju bahwa umat Islam wajib memilih pemimpin yang memperjuangkan syariat Islam. Sebanyak 64,23 persen guru setuju non-muslim tidak boleh menjadi presiden dan 75,98 persen setuju pemerintah memberlakukan syariat Islam bagi pemeluknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Data ini menunjukkan bahwa pandangan intoleran masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Jika kita mempercayai bahwa guru sebagai pelita harapan bangsa, temuan ini harus menjadi pijakan pemerintah untuk mengambil sebuah kebijakan. Misalnya, dengan membangun sikap toleran para guru, seperti mengadakan dialog dengan pemeluk agama lain atau pemahaman mengenai agama yang moderat.

Sayang, pemerintah masih ragu untuk menerima temuan penting ini. Padahal, PPIM sudah melakukan penelitian tentang guru dalam rentang waktu yang cukup lama. Pada 2008, PPIM meneliti pemahaman guru terhadap agama yang sangat eksklusif. Pada 2016, PPIM melakukan diseminasi mengenai paham eksklusif dalam pendidikan Islam, yakni bahan ajar pendidikan agama Islam untuk sekolah. Pada 2017, survei PPIM terhadap siswa, mahasiswa, guru, dan dosen menemukan bahwa paham eksklusif menyebabkan sikap intoleran.

Temuan ini bukanlah kesimpulan "ugal-ugalan", sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Pendidikan (majalah Tempo, 2018), melainkan kesimpulan akademis yang bisa dipertanggungjawabkan. Jika tidak sepakat dengan temuan ini, bisa dilawan dengan data yang sudah dimiliki atau melakukan penelitian serupa oleh pihak kementerian.

Fenomena itu menegaskan kepada kita bahwa guru berada di tengah pusaran intoleransi yang menihilkan keberagaman. Padahal, keberagaman itu merupakan fondasi kita dalam berbangsa dan bernegara. Untuk itu, ada tiga hal yang patut pemerintah timbang. Pertama, pemerintah harus menahan laju intoleransi dan radikalisme di sekolah dengan memastikan para guru memiliki visi kebangsaan. Kedua, pemerintah menghadirkan pemahaman keagamaan yang moderat dan mendukungnya dengan kurikulum agama yang menghargai semua pemeluk agama. Ketiga, pemerintah mesti melibatkan guru dalam aksi sosial yang melibatkan semua unsur pemeluk agama. Keempat, pemerintah harus menyeleksi ketat buku ajar dan memiliki instrumen untuk mengontrolnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.