Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Grafiti

image-profil

Oleh

image-gnews
Teroes Berdjoang oentoek kesalamatan bersama. Grafiti perjuangan di dinding kota Garut, 1947. Taillie, J.C./National Archives of theNetherlands / Dienst voor Legercontacten Indonesi/Nationaal Archief
Teroes Berdjoang oentoek kesalamatan bersama. Grafiti perjuangan di dinding kota Garut, 1947. Taillie, J.C./National Archives of theNetherlands / Dienst voor Legercontacten Indonesi/Nationaal Archief
Iklan

Jakarta, September 1945.

Pasukan Sekutu memasuki kota ini dan mereka menemukan kalimat yang dicoretkan di sebuah tembok di tepi jalan:

Grafiti itu-dalam bahasa Inggris-jelas ditujukan buat mereka.

Mereka, pasukan yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison, menyandang nama "Allied Forces Netherland East Indies" (AFNEI). Mereka tak mau tahu, "Netherland East Indies", "Hindia-Timur-sebagai-bagian-dari-Nederland", sudah tergusur ke masa lalu. Sejak 17 Agustus 1945, dari puing-puing Perang Dunia sebuah negeri baru lahir-penuh keyakinan meskipun masih acak-acakan.

Tampak goresan kuas cat hitam dengan huruf-huruf besar itu sebenarnya sebuah seru. Ia ditulis dengan konsep yang matang, tapi dikerjakan dengan spontan dan bersemangat, dan sebab itu tak rapi. Seorang patriot yang menulisnya-kita tak tahu siapa-sadar bahwa tanah airnya sedang menghadapi kekuatan militer pemenang Perang Dunia yang hanya mengakui "Hindia Belanda".

Tulisannya menunjukkan rasa cemas, tapi bukan penampikan. Ia tak asing dengan idiom dan "ideologi" Sekutu. Kata "liberty" dan "all men are created equal" menggemakan Pernyataan Kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776. Diawali dengan "respect our constitution" ("hormatilah konstitusi kami"), coretan dinding itu mengisyaratkan bahwa republik Indonesia yang baru-seperti AS-memiliki undang-undang dasar yang dirumuskan segera setelah pernyataan kemerdekaan: negeri ini bukan produk massa yang mengamuk.

Di September 1945 itu tentara Sekutu-Amerika, Inggris, Australia, Belanda-datang untuk mengurus ribuan prajurit Jepang yang takluk, yang tersisa di Indonesia. Grafiti itu mengingatkan, Sekutu harus tahu, ada kekuasaan di wilayah ini yang ditegakkan tangan-tangan di jalanan, bukan hanya Sukarno-Hatta. Tangan-tangan tak bernama: kekuatan yang digerakkan kehendak umum, volonté générale.

Itu isyarat bahwa kekuasaan baru di Indonesia punya legitimasi, meskipun strukturnya belum mapan. "Kehendak umum", seperti ditegaskan dalam Revolusi Prancis, adalah kekuatan kreatif yang meng-ada-kan sesuatu yang semula belum-ada-dan itu sah.

Tulisan di tembok kota itu bisa dilihat juga sebagai sebuah proklamasi-atau menegaskan proklamasi 17 Agustus 1945 yang mengasumsikan bangsa Indonesia sudah ada sebelum hari itu. Sebab bangsa Indonesia dianggit dan diciptakan sepenuh volonté générale, yang hari itu bergema dari mikrofon bersejarah di beranda sebuah rumah di Jakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada hal lain. Grafiti itu mengandung salam: kami tak apriori bermusuhan dengan kamu, pasukan asing yang datang. Republik yang baru berumur sebulan itu adalah bagian sejarah universal: "Semua manusia diciptakan setara." Di jalanannya, hidup orang-orang yang merupakan bagian kemanusiaan.

Ekspresi universal itu agaknya yang juga ciri, dan paradoks, nasionalisme Indonesia sejak semula. Proklamasi Agustus menyebut kata kami; ia berbicara kepada dunia, kepada siapa saja yang bukan-kami, tapi diasumsikan akan memahami. Nasionalisme kita, kata Bung Karno dalam pidato Lahirnya Pancasila, berkembang dalam "taman sarinya internasionalisme".

Dengan kata lain, ia bukan semangat kebangsaan yang menganggap sumber-sumber ilhamnya mahabenar. Bung Karno mengagumi Lincoln dan Lenin, mengutip Sun Yat Sen dan Gandhi, seorang Marxis yang menggemari Mahabharata dan jadi anggota Muhammadiyah.

Bung Karno tak sendirian.

Ada sebuah teks yang terkenal sebagai pernyataan "Angkatan ‘45" dalam kesusastraan Indonesia. "Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia"-di sana tertulis-"dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri."

Seperti Proklamasi 1945, dokumen yang disebut Surat Kepercayaan Gelanggang ini juga memakai kata "kami", sebuah penegasan diri sebagai subyek. Tapi subyek itu bukan sebuah monolit. "Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dilahirkan." Bagi para pencetus Surat Kepercayaan Gelanggang, "kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui itu ialah manusia."

"Manusia", tentu saja, bukan sebuah pengertian yang mudah. Tapi ia, "manusia", selalu muncul ketika hendak diabaikan, bahkan dilenyapkan. Grafiti di tembok Jakarta itu lahir dari harga diri yang tegang: kami manusia yang merdeka, tapi terancam, dan sebab itu kami mengibarkan diri. Kami bisa hancur, tapi kami menolak dijajah kembali. Di sebuah gerbong trem di bulan September itu tertulis grafiti lain: "Better to the Hell than to be colonialized again." Bahasa Inggrisnya tak sempurna, tapi nadanya menantang.

Lalu Surabaya meledak. November 1945, pertempuran pecah ketika pasukan Sekutu datang hendak melucuti para pejuang "republiken". Seorang jenderal Inggris mati, ratusan prajurit tewas, ribuan warga kehilangan nyawa. Republik Indonesia ditegakkan seraya menegaskan bahwa manusia setara dalam kemerdekaan dan kematian.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.