Usul Dewan Perwakilan Rakyat untuk membebankan biaya saksi pemilihan umum kepada negara jelas kurang tepat. Dewan seharusnya justru mendorong pemerintah menyelenggarakan pemilu secara lebih efisien. Kalau belum sanggup mengadakan pemilu elektronik, kita bisa menerapkan sistem pengawasan pemilu lewat teknologi.
Efisiensi perlu dilakukan karena biaya pemilu presiden dan legislatif 2019 cukup besar. Anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum mencapai Rp 18,1 triliun. Adapun anggaran untuk Badan Pengawas Pemilu Rp 8,6 triliun. Jika partai politik meminta dana untuk honor para saksi, anggaran pemilu akan semakin membengkak. Setidaknya diperlukan Rp 1,2 triliun untuk honor seluruh saksi partai-partai dalam pemilu legislatif.
Honor saksi semestinya tetap menjadi tanggung jawab partai politik. Soalnya, negara telah membiayai pengawasan pemilu yang dilakukan Bawaslu. Perangkat lembaga ini tersebar dari tingkat provinsi hingga kelurahan atau desa, bahkan luar negeri. Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, Bawaslu pun diwajibkan bersikap adil kepada semua peserta pemilu.
Partai politik yang sehat seharusnya memiliki dana yang cukup untuk membiayai kegiatan politik, termasuk mengawasi pemilu. Partai politik semestinya pula memiliki banyak kader yang siap menjadi saksi pemilu secara sukarela. Apalagi Bawaslu telah menyediakan pelatihan bagi para saksi.
DPR justru perlu memikirkan cara penyelenggaraan pemilu yang tidak terlalu membebani anggaran negara, misalnya lewat pemilu elektronik. Negara seperti Australia, Brasil, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat sudah menerapkan pemilu elektronik. Bahkan negara tetangga, Filipina, telah menggelar pemilu elektronik sejak 2010. Hasilnya, partisipasi pemilih justru meningkat dan penghitungan suara jauh lebih cepat.
Tentu pemilu elektronik memerlukan persiapan matang dan tidak mungkin diterapkan pada pemilu mendatang. Tapi seharusnya DPR dan pemerintah mulai mengkaji hal itu. Proyek KTP elektronik yang kini kacau-balau harus segera dibereskan pula agar pelaksanaan pemilu elektronik lebih mudah.
Kini pun Bawaslu sebetulnya sudah bisa menggunakan teknologi untuk memantau tempat pemungutan suara. Pengawasan elektronik, seperti penyediaan kanal video streaming dari TPS, akan memudahkan partai politik untuk ikut mengawasi. Masyarakat pun bisa dilibatkan mengawasi penghitungan suara lewat berbagai kemudahan teknologi.
Pengawasan secara elektronik merupakan langkah menuju pemilu elektronik sebagai solusi yang lebih ideal. Penyelenggaraan pemilu elektronik harus segera dirancang pula karena memudahkan masyarakat sekaligus lebih efisien. Apalagi kita sering menggelar pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Pembahasan pemilu elektronik jauh lebih penting dibanding urusan honor saksi pemilu yang kini diributkan DPR.