Konsorsium media IndonesiaLeaks telah merilis hasil investigasi mengenai perusakan bukti kasus korupsi oleh personel Komisi Pemberantasan Korupsi. Barang bukti yang berupa buku catatan aliran dana ke sejumlah pejabat itu amat penting. KPK semestinya menjerat pelaku dengan delik merintangi penyidikan sekaligus membongkar tuntas aliran duit itu.
Aliran dana tersebut semestinya dibeberkan dalam sidang pengadilan kasus suap Basuki Hariman pada tahun lalu. Importir daging sapi ini didakwa menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar dalam kaitan uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tapi, hingga keduanya divonis bersalah, aliran dana dalam buku catatan perusahaan Hariman itu tak pernah diungkap. Rupanya, sebagian halaman buku itu telah dirobek dan ada juga catatan yang dihapus.
Perusakan barang bukti itu dibeberkan secara detail oleh IndonesiaLeaks--kanal bagi para informan publik yang ingin membagikan dokumen penting. Kanal ini diinisiasi oleh Tempo Institute, Aliansi Jurnalis Independen, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara, Free Press Unlimited, dan didukung LBH Pers, Indonesia Corruption Watch, Greenpeace, Change.org, serta Auriga. Ada sembilan media yang menjadi anggotanya, termasuk Tempo.co.
Menurut IndonesiaLeaks, perusakan barang bukti itu terjadi saat kasus Basuki masih dalam penyelidikan. Tim KPK menemukan buku catatan tersebut ketika menggeledah kantor Basuki. Dalam buku ini tertulis beberapa aliran dana ke sejumlah kode nama termasuk yang diduga merujuk ke Tito Karnavian, ketika menjabat pejabatKapolda Metro Jaya yang kini menjadi Kapolri. Perusakan bukti diduga dilakukan oleh dua personel KPK, yakni Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun, yang kini sudah dikembalikan ke kepolisian.
KPK semestinya mengusut praktik kotor itu. Tak cukup dengan pemeriksaan internal, KPK seharusnya menjerat Roland dan Harun dengan delik menghalangi penyidikan. Ancaman pidana bagi perbuatan ini cukup berat: paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 12 tahun penjara.
Perbuatan dua anggota kepolisian itu tak jauh berbeda pengacara Lucas, yang kini menjadi tersangka kasus perintangan penyidikan. Ia diduga membantu kliennya, mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, melarikan diri. Sebelumnya, KPK juga menyeret pengacara Fredrich Yunadi ke pengadilan karena menghambat penyidikan Setya Novanto dalam skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik.
Tak cuma mengusut kasus Roland dan Harun, KPK seharusnya pula berupaya keras membongkar catatan aliran dana ke sejumlah pejabat itu. Penyidik mesti mencari bukti lain di luar buku catatan yang dirusak dan mengusut kasus ini lewat saksi kunci, termasuk Basuki. Pimpinan KPK semestinya menunjukkan keberanian untuk membongkar korupsi yang melibatkan pejabat mana pun, termasuk petinggi Polri.